Berkunjung Ke Museum Seni Budaya Ullen Sentalu, Yogyakarta

Setelah sekian lama ingin berkunjung ke tempat ini, akhirnya liburan kali ini, aku berhasil mengajak keluarga datang ke Museum Ullen Sentalu, yang terkenal dengan wisata budaya nya.

Museum Ullen Sentalu, terletak di daerah Pakem, Kaliurang, Kabupaten Sleman, adalah museum yang menampilkan budaya dan kehidupan para bangsawan Dinasti Mataram (Kasunanan Surakarta, Kesultanan Yogyakarta, Praja Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman) beserta koleksi bermacam-macam batik (baik gaya Yogyakarta maupun Surakarta).

Nama Ullen Sentalu merupakan singkatan dari bahasa Jawa: “ULating bLENcong SEjatiNe TAtaraning LUmaku yang artinya adalah “Nyala lampu blencong merupakan petunjuk manusia dalam melangkah dan meniti kehidupan”. Filsafah ini diambil dari sebuah lampu minyak yang dipergunakan dalam pertunjukkan wayang kulit (blencong) yang merupakan cahaya yang selalu bergerak untuk mengarahkan dan menerangi perjalanan hidup kita.

Museum yang dibangun diatas tanah seluas 1.2 hektar ini, didirikan oleh Keluarga Haryono, yang mewarisi budaya Jawa secara turun temurun dari keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya.

Memasuki museum ini pada pukul 10.00 pagi, setelah membeli tiket masuk seharga Rp 30.000,- untuk dewasa dan Rp 15.000,- untuk anak-anak, kami dipandu seorang pemandu memasuki ruang-ruang dalam museum. Perjalanan kaya makna ini berakhir pada pukul 11.24 dan selama berada didalam museum, kami tidak diperkenankan untuk memotret.

u1u2u3 u4 u5 u6 u7 u8Jika anda penyuka sejarah, atau seorang pemerhati pendidikan yang rindu agar anak-anak Indonesia mampu mencintai sejarah budaya bangsa ini secara nyata, disinilah tempatnya. Disini tempatnya belajar budaya, tidak hanya terbatas pada tulisan dalam buku paket IPS di sekolah tapi memori kita dapat flash back ke alam sejarah di masa lampau. Sayang waktu kami terbatas, sehingga tidak bisa berlama di tempat ini.

Pemaparan selengkapnya bisa dibaca di web resmi museum di Museum Ullen Sentalu. Selamat berkunjung 🙂

 

 

 

 


Museum Mini Sisa Hartaku, Saksi Erupsi Merapi 2010

Museum Mini Sisa Hartaku, adalah rumah yang menjadi saksi kedahsyatan kuasa Tuhan dalam peristiwa erupsi bulan November 2010. Museum yang terletak di Pelung, Kepuharjo, Cangkringan Sleman ini sebelumnya adalah kediaman Bu Wati beserta suaminya Bapak Kimin dan keluarga mereka.

a2Tak terdapat korban jiwa dari rumah ini dalam kejadian erupsi Merapi tahun 2010 karena Pemerintah setempat sempat melakukan relokasi penduduk sejak Gunung Merapi mulai menunjukkan aktivitasnya. Namun sekalipun itu telah dilakukan, korban jiwa yang tewas akibat rangkaian peristiwa ini pun mencapai jumlah 300-an korban tewas.

a5 a6 a7 a8 a9Sekali lagi, dalam perjalanan kali ini, aku diberi kesempatan untuk bertemu dengan wanita-wanita kuat, yang membuat aku sadar dan belajar betapa sesungguhnya setiap wanita dikodratkan bukan menjadi mahluk yang lemah tapi selalu menjadi tiang penopang semangat bagi keluarga. Bersamaku dalam foto berikut adalah Bu Wati, pemilik rumah ini, yang baru ditinggal sang suami kurang lebih 3 tahun yang lalu, tepatnya 3 tahun setelah kejadian erupsi Gunung Merapi 2010.

a4Tak banyak kata bisa terucap atau tertulis selain mengamini bahwa Tuhan Allah Maha Kuasa, beberapa saat setelah erupsi, berton batuan dari dalam bumi dimuntahkan ke permukaan bumi, menjadi sumber bahan tambang dan mata pencaharian bagi banyak orang. Dan setelah enam tahun kejadian itu, kehidupan masyarakat dan alamnya telah dipulihkan.

Datanglah berkunjung kesana, untuk merasakan dan menikmati bagian dari alam Indonesia yang mengalami bencana, namun tetap dipelihara Tuhan.


Nuansa Alam Ubud di ARMA

Agung Rai Museum of Art (ARMA) adalah Museum Seni yang didirikan Agung Rai di wilayah Pengosekan, Ubud, Bali. Museum ini selesai didirikan pada 27 Desember 1989 dan dibuka secara resmi pada tanggal 9 Juni 1996 oleh Prof Dr Ing Wardiman Djojonegoro, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada masa itu

Ada banyak Museum Seni di Bali, lalu mengapa memilih ARMA untuk dikunjungi ? ARMA dibangun di lokasi dengan kontur tanah yang naik turun dan memiliki nuansa alam Ubud. Bukan hanya lukisan dan patung seni bisa dinikmati disana, tapi juga landskap kebun dan tamannya yang tertata rapi.

Setelah membayar tiket masuk Museum seharga Rp 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah), aku mulai merasakan hawa yang berbeda, suasana yang nyaman, suara burung-burung memecah keheningan siang itu, kebun yang begitu luas dengan tanaman anggrek yang ditempel pada pohon-pohon yang aku lalui bersama suami berdua saja.

Angin semilir bertiup, sama seperti beberapa Museum Seni yang sebelumnya aku kunjungi, tempat ini begitu tenang dan sepi padahal banyak orang datang tapi sepertinya tak seorangpun ingin mengganggu ketenangan satu sama lain dalam menikmati alam Ubud di ARMA ini. Kami mulai memasuki satu per satu bangunan yang ada untuk melihat lukisan yang dipamerkan di ARMA.

Museum Arma Ubud, memiliki lukisan dari berbagai aliran seni lukis yaitu Lukisan Kamasan, Lukisan Pre War, Lukisan dari orang Eropa yang tinggal di Bali dan Lukisan dengan aliran modern traditional. Yang dapat dilihat beberapa di link berikut ini.

Puas melihat lukisan, kami berjalan memasuki wilayah Resort yang resmi didirikan pada tahun 1982 dengan 15 kamar dengan nama “Puri Indah” yang berarti Indah Palace. Pada tahun 1995 Puri Indah berubah menjadi “Kokokan Hotel”. Pada tahun 2002 berubah menjadi “ARMA Resort” dengan tambahan 8 buah vila mewah. Total akomodasi menjadi 23 unit.

ARMA resort dibangun sebagai penggalangan dana untuk museum. Oleh karena itu kontribusi Anda dan mendukung sangat dihargai untuk program pelestarian seni dan budaya di bawah ARMA Foundation.

Hamparan padi di sawah yang masih menjadi bagian dari ARMA ikut menjadi perhatian kami, demikian juga restoran yang terletak di tepi sawah dengan pemandangan menghadap kesana. Puas menikmati lukisan dan berkeliling didalam ARMA, kami pun beranjak pulang. Namun penjaga tiket masuk mengingatkan kami bahwa tiket yang sudah dibeli tadi dapat ditukar dengan secangkir kopi atau teh. Waah siapa yang mampu menolak ?

Kami berdua melangkah kedalam Cafe ARMA menikmati secangkir kopi Bali yang panas menghilangkan penat dan seporsi tahu isi untuk cemilan menjelang makan siang.

Berkunjunglah kesana, kalaupun anda tidak menyukai lukisan atau barang seni, kita dapat menikmati suasana alam Ubud yang begitu tenang dan nyaman.


Musium Puri Lukisan, The Heritage of Balinese Art

Musium Puri Lukisan adalah sebuah museum lukisan tertua di Ubud yang dirancang dengan arsitektur tradisional Bali yang menyatu dengan alam dan suasana perkampungan Ubud. Musium ini terletak di 200 meter dari Puri Saren, jika datang dari arah Pasar Ubud, Musium dengan pelataran parkir yang luas ini terletak di sebelah kanan jalan.

Lokasi yang cukup dan jauh dari keramaian menjadikan tempat ini tempat yang ideal untuk melihat dan menikmati seni dari seniman besar seperti I Gusti Nyoman Lempad, Ida Bagus Nyana, Anak Agung Gde Sobrat, I Gusti Made Deblog, Bapak Rudolf Bonnet, Walter Spies dan lain-lain.

Di bagian depan Musium, kadang digunakan para tamu untuk beristirahat sambil menunggu bis jemputan datang

Musium ini buka dari pukul 09.00 WITA sd 18.00 WITA kecuali hari libur seperti Nyepi, Galungan dan Kuningan, dengan tiket masuk kedalam Musium sebesar Rp 60.000,- per orang.

Musium diresmikan oleh Menteri Muh Yamin pada 31 Januari 1956

Musium terdiri dari 3 bangunan utama, yaitu Gedung Pitamaha yang berisi koleksi lukisan di masa sebelum perang (1930 – 1945) dan koleksi I Gusti Nyoman Lempad, Gedung Galeri Ida Bagus Made yang berisi koleksi lukisan masa setelah perang (1945 sampai dengan sekarang) dan Gedung Galeri Wayang atau Pertunjukan.

Keunikan Musium selain dari koleksi lukisannya, juga ukiran kayu mulai dari pintu masuk Musium

Didalam Musium dilarang untuk memotret dengan menggunakan lampu kilat, namun jika ingin melihat koleksi lukisan Musium ini bisa klik langsung di website Museum Puri Lukisan.

Musium yang luas ini selain terdiri dari 3 Gedung Utama juga terdapat Bale Workshop, Kolam Teratai dan Taman. Jika lelah berjalan dan berkeliling, pengunjung dapat duduk-duduk beristirahat di sekitar taman dan kolam, dibawah pohon rindang dan lingkungan asri ataupun sekedar menikmati secangkir kopi di Cafe didalam Musium.

Selain itu ditengah taman, ada pondok demonstrasi pembuatan tenun Bali dan menulis diatas daun lontar.

Menikmati kreasi dari seniman maestro dunia dalam lingkungan yang tenang menimbulkan ketenangan bagi batin dan kebahagiaan yang tak ternilai harganya, melebihi dari kepuasan belanja barang mahal (menurut aku lho). Selamat berkunjung 🙂