Webinar Kemitraan UKM Batik Sawit, 8 April 2021

Pada hari ini, Kamis, 8 April 2021, Pusat Teknologi Agroindustri (PTA) dari Kedeputian Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyelenggarakan Webinar Kemitraan UKM Batik Sawit, dengan mengangkat tema Kontribusi Sawit dalam Mendukung Industri Kreatif Batik Indonesia.

WhatsApp Image 2021-04-08 at 01.54.42

Webinar ini dibuka oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Dr. H. Sandiaga Uno. Dalam pembukaan Webinar Kemitraan UKM Batik Sawit: Kontribusi Sawit dalam Mendukung Industri Kreatif Batik Indonesia, Sandiaga Uno, menyatakan mendukung penggunaan malam batik berbasis sawit yang akan berkontribusi besar bagi Indonesia di masa depan.

Dalam postingan sebelumnya, telah disampaikan bahwa selama ini malam yang digunakan berasal dari parafin yang impor dan menggunakan bahan dasar minyak bumi.

Saat ini di Indonesia, terdapat 101 sentra batik dan 47.000 unit usaha. Industri batik tersebut menyerap sebanyak 200.000 pekerja dengan potensi nilai mencapai satu triliun rupiah pada 2019. “Harapan kami, bio paraffin substitute dapat dikembangkan. Saya yakin dari sawit dapat menjaga (pasokannya). Kami dukung dan akan sosialisasikan bio paraffin substitute dari sawit sebagai bagian tidak terpisahkan industri kreatif batik,” kata Sandiaga Uno dalam sambutannya.

IMG-20210408-WA0012

Acara ini dihadiri para pembicara yang kompeten di bidangnya. Diskusi dan Tanya Jawab antara Nara Sumber dan peserta dimoderatori langsung oleh Direktur PTA, Ir. Arief Arianto, M.Agr.

IMG-20210408-WA0001

IMG-20210408-WA0013

IMG-20210408-WA0014

IMG-20210408-WA0018

WhatsApp Image 2021-04-08 at 10.10.22 WhatsApp Image 2021-04-08 at 10.36.33

Webinar ini diikutii sekitar 500 peserta terdiri dari Kementerian, Asosiasi dan komunitas seperti Kementerian Koodinator Perekonomian, APOLIN (Asosiasi Olekimia Indonesia), MAKSI (Masyarakat Kelapa Sawit Indonesia), GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit), PTPN Holding, Asosiasi Pengrajian dan Pengusaha Batik Indonesia, Peneliti di Badan Litbang serta Perguruan Tinggi, baik melalui daring mau pun Youtube Live Streaming.

IMG-20210408-WA0017

Pada kesempatan yang sama, Deputi TAB, Dr. Soni Solistia, menyampaikan bahwa, kebutuhan paraffin batik pada tahun 2019 adalah 36.000 ton yang melibatkan lebih dari 55.000 perusahaan batik skala kecil maupun menengah. Sehingga dengan demikian BIOPASS adalah salah satu inovasi yang tak dapat ditunda lagi untuk membantu industri ini.

Batik sebagai warisan bangsa yang diakui UNESCO tentu akan menjadi industri yang tak akan padam di Indonesia, kesediaan bahan baku tentu akan dibutuhkan, Biopass adalah salah satu alternatif, mungkin satu-satunya inovasi yang tersedia saat ini, hasil penelitian dari Para Peneliti di PTA TAB BPPT. Mari kita dukung karya anak bangsa untuk melestarikan budaya bangsa.

 

 


Bio-Pass, Bahan Alternatif Parafin Berbahan Dasar Sawit

Batik Indonesia, sudah sangat dikenal, baik di dalam negeri mau pun di luar negeri. Batik, sudah menjadi ciri khas budaya Bangsa Indonesia. Tersebar hampir di seluruh pelosok daerah. Banyak daerah memiliki motif batik yang mengangkat kearifan lokal daerah masing-masing. Batik sudah menjadi keseharian dalam kehidupan berbudaya di Indonesia. Bahkan dalam acara formal seperti Pelantikan Pejabat di Instansi Pemerintah pun saat ini sudah mewajibkan mengenakan Pakaian Batik sebagai dress code nya.

Batik Indonesia mendapat pengakuan dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan dunia tak benda (Intangible Cultural Heritage) pada 2 Oktober 2009 pada Sidang UNESCO di Abu Dhabi. Alasannya, yantg pertama adalah karena ilmu batiknya diturunkan dari generasi ke generasi, mulai dari pemilihan canting, cara mencanting, desainnya, motifnya, hingga cara pewarnaannya. Yang kedua adalah karena Batik Indonesia digunakan dalam keseharian masyarakat kita. Mulai dari menggendong bayi yang baru lahir, khitanan, lamaran, pernikahan dan bahkan sebagai kain penutup jenazah.

Tantangan selanjutnya adalah bagaimana melestarikan budaya bangsa ini? Tentu dengan terus mengenakannya dengan rasa bangga. Dan ini berkaitan dengan penyediaan bahan kain batik dari berbagai pelosok daerah bukan.

Nah, bagaimana sih sebenarnya kain batik dihasilkan. Ternyata selembar kain batik dengan kualitas prima seperti kain batik tulis, membutuhkan proses yang cukup panjang dan lama. Ada beberapa tahap yang perlu dilalui, yaitu :

  1. Nyungging yaitu membuat pola atau motif batik pada kertas
  2. Njaplak yaitu memindahkan pola dari kertas ke kain
  3. Nglowong yaitu melekatkan lilin malam di kain dengan canting sesuai pola
  4. Ngiseni yaitu memberikan motif isen-isen (isian) sesuai proses nglowong
  5. Nyolet yaitu mewarnai bagian tertentu dengan kuas
  6. Mopok yaitu menutup bagian yang dicolet dengan lilin malam atau menutup bagian dasar kain yang tidak perlu diwarnai
  7. Ngelir yaitu melakukan proses pewarnaan kain secara menyeluruh
  8. Nglorod yaitu proses pertama meluruhkan lilin malam dengan merendam kain dalam air panas atau air mendidih
  9. Ngerentesi yaitu proses memberikan titik dengan canting berjarum sangat kecil
  10. Nyumri yaitu menutup kembali bagian tertentu dengan lilin malam
  11. Nyogan yaitu mencelupkan kain dengan warna coklat (alami)
  12. Nglorod yaitu proses akhir, kembali meluruhkan sisa lilin malam

Melihat banyaknya tahapan dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan satu lembar kain batik, tentu mempengaruhi harga produksi kain batik tulis bukan.

canting

Dalam proses pembuatan kain batik, selain membutuhkan bahan dasar kain, juga membutuhkan lilin malam dan pewarna. Untuk mengatasi keterbatasan bahan baku lilin malam yang terbuat dari minyak parafin dan mengurangi dampak limbah dari proses nglorod terhadap lingkungan, maka para peneliti dari Pusat Teknologi Agroindustri (PTA) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), melakukan inovasi dari hasil penelitian berupa bahan substitusi parafin, yang disebut Bio-Paraffin Substitute, dan disingkat dengan BIO-PASS.

Bio-Pass merupakan “minyak” yang berasal dari bahan dasar minyak kelapa sawit. Kehadiran Bio-pPass ini selain membantu mengurangi kebutuhan produk lilin malam yang berbahan dasar minyak bumi, juga lebih ramah lingkungan serta melimpah ketersediaannya kelapa sawit di Indonesia.

biopass

Sumber Foto : Pusat Teknologi Agroindustri TAB BPPT

Keunggulan dari Bio-Pass, diantaranya adalah :

  1. Hasil pewarnaan menjadi lebih tajam dan cerah
  2. Tidak menimbulkan rembesan warna ( di tapak canting)
  3. Mampu menjadi perintang warna yang bagus
  4. Tahan terhadap larutan alkali dan asam dari zat pewarna sintetis
  5. Bahan kelapa sawit muda didapat dan diproses

Berikut kutipan penjelasan dari Bapak Ir. Arief Arianto, M.Agr, selaku Direktur Pusat Teknologi Agroindustri BPPT

Biopas, saat ini masih dalam tahap sosialisasi. Kegiatan kemarin (Catatan : Sosialisasi, Workshop dan Webinar), memperkenalkan kepada publik batik dan juga masyarakat persawitan, akan adanya produk baru turunan sawit yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Diharapkan, setelah PTA mengetahui ketertarikan masyarakat batik terhadap BioPAS sebagai subtitusi parafin pada pembuatan malam batik, maka akan dapat diperkirakan berapa kebutuhan parafin sawit di industri batik. Dari sini, kita dapat menghitung biaya keekonomian BioPas per- kg- nya.

Bapak Ir. Arief Arianto, M.Agr, menambahkan, bahwa kegiatan yang telah dilakukan sampai dengan saat ini, berupa sosialisasi, workshop dan webinar, bertujuan mengedukasi masyarakat persawitan dan komunitas pembatik.

Ada dua pihak yang diedukasi. Masyarakat persawitan, untuk memperoleh informasi bahwa ada produk turunan baru dari minyak sawit. Selama ini turunan minyak sawit yang dikenal adalah mentega, minyak goreng dan sabun.

Yang kedua, komunitas perbatikan, yang selama ini mempergunakan parafin untuk pembentuk malam, yang berasal dari minyak bumi. Namun sejak beberapa tahun terakhir ini karena keberadaan parafin minyak bumi semakin sulit, sehingga harus diimpor.

Keunggulan, parafin berbasis turunan minyak sawit ini adakah berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui ( renewable resources) sehingga lebih ramah lingkungan.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat, terutama bagi komunitas batik, mengingat pelestarian batik sebagai budaya bangsa Indonesia, tidak terlepas dari bahan baku yang tersedia. Dan juga bagi masyarakat persawitan, yang sebelumnya hanya mengenal produk turunan minyak sawit berupa mentega, minyak goreng dan sabun saja.

Simak tulisan berikutnya mengenai Webinar Kemitraan UKM Batik Sawit pada tanggal 8 April 2021, yang dihadiri oleh Menparekraf Sandiaga Uno dan dibuka oleh Kepala BPPT, Dr. Hammam Riza, sebagai launching Penggunaan Malam Batik Ramah Lingkungan Berbasis Sawit.

Sumber tulisan : Webinar PTA BPPT