Tahu Tepo

Menyambung tulisan tentang Nasi Tumpang, yang biasa kami nikmati di pagi hari di Ngawi, maka satu lagi menu makan malam yang selalu ada pada kunjungan ke Ngawi adalah Tahu Tepo. Tahu Tepo itu artinya Tahu Lontong, tahu dengan lontong. Banyak versi makanan seperti ini karena tahu kayaknya emang cocok dimakan dengan lontong ya, misal seperti tahu tek, tahu gunting, kupat tahu. Tapi Tahu Tepo Ngawi punya cita rasa dan ciri tersendiri cenderung berkuah, seperti kupat tahu yang di Jogja. Jadi kalau pas nyendok sama kuahnya ya enak banget, baru terasa enaknya.

Bedanya lagi yang tampak jelas dibandingkan versi yang lainnya terletak di kacang gorengnya yang tidak dihaluskan dengan bumbu yang lain, tapi ditaburkan utuh di atasnya. Terus kalau di kupat tahu biasanya ada potongan gorengan bakwan, plus irisan daun jeruk purut; sementara tahu tepo ada kecambah sperti tahu tek, tapi kecambahnya dicampur dengan irisan daun seledri yg memberi aroma khas.

Cara goreng tahunya juga bisa 2 macem, digoreng dengan atau tanpa kocokan telor (bisa disampaikan ke penjualnya). Terakhir, diberi remesan krupuk ubi yang warnanya pink atau merah jambu dan juga bawang goreng.

Tahu tepo di Ngawi yang terkenal punyanya Sarus, dulu jualannya di belakang pasar Ngawi. Terakhir tanteku belikan untuk dimakan di rumah, di jalan Raden Patah. Jualannya malam hari, antrinya luar biasa, soalnya bikinnya satu2 jadi rada lama. Bukanya setelah magrib, curangnya aku ga pernah ikutan beli, ntah ya, mungkin Tante ku ngasi kesempatan aku dan ibuku untuk ngobrol dengan Om, jadi aku ga pernah tahu, gimana suasananya disana. Oh ya walau makanan ini enak banget, tapi aku selalu meringis kalau menikmatinya, karena kecap manisnya buanyak banget dan manis banget…ih ngilu.

Cara membuat Tahu Tepo

Bahan:
Tahu potong2 dadu (dibumbuin bawang putih ma garam)
Telor
Kecambah di rebus
Daun seledri iris halus
Kacang goreng
Daun bawang
Kerupuk
Tepo/lontong potong2

Bahan kuah:
Bawang putih
Cabe rawit
Kecap manis
Air matang

Cara Membuat:
1. Tahu bisa digoreng dengan kocokan telor yang ditambah irisan daun bawang; atau tahu dan telur digoreng terpisah sesuai selera
2. Haluskan bawang putih yang sudah digoreng sebentar dan cabe rawit; tambahkan kecap dan air secukupnya.
3. Penyajiannya: taruh tepo/lontong, diatasnya ditaruh gorengan tahu lalu kecambah yang sudah dicampur dengan irisan daun seledri.
4. Siramkan kuahnya, taburkan kacang goreng dan remesan kerupuk.

Selamat menikmati…


Nasi Tumpang

Inilah salah satu makanan khas, Nasi Tumpang,yang selalu dirindukan Ibu. Biasanya kami membelinya di pasar Ngawi. Si mbok sudah punya angkringan sendiri. Nasi Tumpang ini ada berbagai versi, setiap kota mempunyai kekhasannya tersendiri. Di Kediri, sambal tumpang dimakan bersama pecel (aneka sayuran rebus), di Salatiga, sambal tumpang dicampur koyor, kikil, jerohan dan lain-lain, di Klaten, berwarna agak putih karena ada variasi sambal kelapa dan bubuk kedelei. Sedangkan di Solo, sambal tumpang dicampur dengan kerupuk kulit.

Lucunya, di Ngawi, dijual dengan semua perpaduan itu, bisa dimakan dengan pecel, mau ditambah kikil, ceker atau jerohan, ya silakan sesuai selera, karena semuanya sudah masuk kedalam 1 kuali besar, yang sudah tampak berwarna hitam. Yang beli, wow…ngantri lho, sejak pagi.

Biasanya, sambel tumpang dimasak dari tempe yang sudah terlalu lama difermentasi (bosok) dan dicampur tempe yang masih bagus (waras). Tapi aku dengan kadar kematangan tempe yang sama.

Sambel tumpang ini biasa disajikan saat upacara siraman temanten. Doanya ialah, supaya berkatnya “temumpang” (=tumpang dengan sisipan em). Yaitu supaya berkatnya menaungi orang yang saat itu punya kerja dan temanten berdua.
Cara membuat Sambal Tumpang

Bahan yang diperlukan (I) :

10 buah tempe yang 2-3 hari lebih matang dari yang seharusnya (sebaiknya pakai tempe berbungkus daun, dan tempe jangan dimasukkan ke kulkas)
8 cabe merah
4 cabe rawit atau lebih bila suka yang puedesss
5 butir bawang merah
4 butir bawang putih
2 butir kemiri
2-3 cm kencur
10 helai daun jeruk
1 batang serei, geprak
200-300 ml air

Bahan II
2 helai daun salam
1-2 cm lengkuas, geprak
200 ml santan kental
1000 ml santan encer
garam secukupnya
gula secukupnya
1/2 ons krecek (kulit sapi)

Pelengkap:
nasi putih
bayam, kacang panjang, dan kecambah direbus
karak

Cara :
1. Rebus semua bahan I sampai airnya hampir habis
2. Haluskan semua bahan I yang telah direbus, kecuali daun jeruk dan sereh
3. Sementara itu, rendam krecek dalam air hangat, supaya cepat lunak
4. Rebus bahan I yang telah dihaluskan, termasuk daun jeruk dan sereh, dengan 1000 ml santan encer, masukkan daun salam dan lengkuas

5. Masukkan krecek bila sudah mendidih dan empuk. Biarkan hingga mendidih lagi.
6. Terakhir masukkan santan kental, garam, gula, biarkan hingga mendidih, rasakan rasa asinnya, tambah garam bila perlu.
7. Angkat kalau krecek cukup lunak.
8. Sajikan dengan pelengkap
9. Cocok untuk makan pagi dan siang.

Sedapnya menikmati nasi putih hangat dengan sambal tumpang dan teh manis hangat….:-)


Sari Ater

Kali ini Sari Ater kembali menjadi tempat tujuan kami berlibur ke Bandung, kenapa sih suka banget kesini, karena disini kita bisa puas dan bebas berendam air panas kapan saja dan mau berapa lama. Selain itu banyak mainan yang disukai anak-anak seperti naik kuda dan flying fox. Dan sekarang ada juga theatre 4 Dimensinya.

Sore ini setelah sampai dan beres urusan check in di kamar 157, kami mulai putar-putar keliling di kawasan penginapan. Walau mendung, akibat hujan dan sepertinya akan hujan lagi, anak-anak memaksa untuk berkuda. Okelah dengan tarip 1 putaran Rp 15.000,- per anak. Tak lama mereka berkuda, hujan turun rintik-rintik dan menurut anak-anak, pembawa kuda memaksa kuda berjalan lebih kencang untuk menghindari hujan dan kembali ke tempat.

Karena cuaca tidak mendukung, kami kembali ke hotel dan mampir ke Coffee Shop untuk beli black forest dan cheese cake, juga menikmati welcome drink, sesuai pilihan kami, secangkir kopi dan beberapa gelas jus jeruk.

Kami kembali ke kamar untuk bersiap-siap mencari makan malam. Setelah makan malam, kami menuju ke kolam rendam air panas Kimanis. Ternyata banyak yang berendam disana, tua muda, kakek nenek, anak-anak. Kami hanya sanggup berenang setengah jam saja, selanjutnya kembali ke kamar, untuk mandi dan siap-siap tidur…duh nyamannya setelah seharian berjalan, berendam air panas, dan sekarang tiduuur.

Esok pagi, aduuuh rasanya masih pengen tidur, tapi suami dan si bungsu sudah mengajak untuk ke kolam rendam lagi, okelah ayooo…dan betul ternyata sudah penuh juga. Aku dan si kakak hanya berendam sekitar  setengah jam saja karena si kakak merasa sesak.

Foto disini, klik ya

Selanjutnya sarapan, jalan-jalan, naik ATV, nonton film 4 dimensi di teater dengan judul The Adventure of Jet n Jin, beli ketan bakar dan flying fox, terakhir sebelum pulang, naik kuda lagi.


Warung Sate Shinta Setiabudi

Satu tempat makan enak lagi yang kami temui dalam perjalanan libur kali ini adalah Warung Sate Shinta, yang terletak di kiri Jalan Setiabudi (arah bawah) setelah Rumah Mode, kalau dari arah Lembang. Rumah makan ini kami temui dalam perjalanan kami pulang ke Jakarta, hari Minggu 16 Mei 2010. Hujan yang terus mengguyur perjalanan pulang kami, membuat kami malas untuk berhenti, sejak keluar dari Sari Ater, anak-anak tertidur pulas di mobil, aku harus menemani suami yang pegang kemudi. Semula aku menyarankan untuk berhenti di Ayam Brebes Lembang, tapi si tengah tidak mau ayam goreng katanya, jadi kami lanjutkan perjalanan menuju Bandung, padahal jam makan siang sudah lewat beberapa waktu.

Mau makan di Rumah Sosis, suami tidak suka sosis dan posisi Rumah Sosis ada di kanan jalan. Ada juga Risol Risol di kiri jalan, tapi kok ga mantap ya kalau ga makan nasi. Ya sudahlah jalan terus ke bawah.

Tepat pukul 14.40, kami tiba di Warung Sate Shinta, sempat ragu untuk masuk karena disitu tertulis, buka hari Minggu jam 10.00 sampai 03.00. Aku bilang, wah hampir tutup nih, tapi tukang parkir masih suruh kita masuk kok, berarti dia masih terima pesanan dong. Dasar aku yang udah kelaparan atau si sulung yang cepat tanggap, dia jawab, itu jam 3.00 (tiga nol nol, katanya) ma, jam 3 pagi, sampe jam 3 pagi bukanya. Hohoho iya ya..kan tertulis jam 03.00, bukan jam 15.00….yup turun, dengan gerimis hujan (lagi).

Memasuki rumah makan ini, rasanya biasa saja dari tampak depan, eh tapi ternyata, mereka punya saung juga lho, walau hanya tersedia 4 meja atau 4 saung…wah tentu dong kami memilih duduk di saung yang lebih santai. Dengan cepat, aku memesan makanan, yah jangan pesan yang aneh-aneh, perlu cepat, supaya ga masuk angin. Kami memesan sate ayam, sate kambing, sup dan gule kambing, juga seporsi tahu tempe. Minumannya banyak yang menarik, seperti Shinta Moon, Shinta Sun, Shinta Sunset, haha lucu, kapan-kapan boleh dicoba ya, kami pesan yang standar saja, tea manis, lemon tea dan milkshake dengan float buat anak-anak.

Penyajiannya cukup cepat, nasi dalam bakul disajikan panas-panas, sate kambingnya empuk banget dengan potongan lemak gurih di tengah potongan daging, sate ayamnya biasa saja tapi cukup disukai si bungsu yang sulit makan, gule kambingnya mantap, sayang daging dalam sup kambingnya kurang empuk tapi bolehlah. Sate dilengkapi dengan irisan tipis cabe rawit dan bawang merah serta potongan tomat. Satu yang lupa kutanyakan, kecap nya pakai kecap apa ya, kok enak banget? Lain sama yang biasa kami pakai di rumah. Harus kesana lagi nih kayaknya…..:-) kambing gitu lhoh, jangan banyak-banyak ah… Oh ya untuk makan siang kali ini, kami habis tidak sampai dengan harga Rp 150.000,-

Oh ya kabarnya, warung sate ini juga punya cabang di Cipanas, Jawa Barat.


Kampung Daun Culture Gallery & Cafe

Sebelum pergi kali ini, aku sudah sempat browsing di internet, tempat makan mana yang perlu kita coba di sekitar Setiabudi. Nah dari hasil browsing dan disetujui seluruh awak penumpang, akhirnya kami memutuskan untuk menuju ke Jalan Sersan Bajuri Km. 4,7 No. 88, Cihideung, yang letaknya masuk kedalam dari jalan raya Setiabudi.

Letak geografis Kampung Daun di sebuah Lembang yang diapit oleh 2 tebing batu alami dengan sebuah sungai yang mengalir dari gunung Burangrang. Konsep Kampung Culture Gallery Cafe adalah tradisional, yang lebih ke arah perkampungan yang terbentuk saung2 lesehan dengan 75% menyajikan menu2 tradisional Indonesia. Budaya menjadi pandangan didalam operational sebagai dasar tematik Kampung Daun.

Business Hour

Senin – Jum’at dan Sabtu : 11:00 – 23:00

Sabtu & Hari Besar : 11:00 – 24:00

Price

Buffet / Paket / Happy Hour : 80,000 – 200,000 minimal 25 pax

Special Menu

Main Course : Nasi Goreng Kampung Daun, Sop Buntut, Nasi Tutuq oncom, Nasi Kukus, Nasi Liwet Parahyangan, Nasi Bakar Special, Kampung Daun Beef Ribs, Nasi Timbel, Gurame Bakar & Sambal Cobek

Beverage : Bandrek, Bajigur, Skoteng, Wedang Ronde, Dwi Warna Juice, uice Sawi Hijau

Jajanan : Aneka Macam Serabi, Poffertjes, Colenak, Pisang Buntel

Awards : Best Restaurant Versi Jakarta Java Kini Th. 2005 – 2006, Indonesian Interprising Spirit 2003 as Rank XVI Small Scala Company (Majalah SWA), Adhi Karya Pariwisata Jawa Barat Tahun 2002

Disarankan untuk r eservasi lebih dahulu ke PH 1: (022) 278-7915, PH 2: (022) 278-4572, apalagi jika punya special order, misal membawa orang tua atau orang sakit kar ena letak saung-saung yang diatas bukit-bukit berbatu.

Kami sendiri memesan, sate ayam dengan nasi seharga Rp 29.500,-, ayam goreng kampung daun dengan nasi uduk seharga Rp 35.000,-, nasi goreng seafood seharga Rp 32.000,-, soto betawi dan nasi seharga Rp 30.000,-, kangkung balacan seharga Rp 17.500,-, ditemani dengan kelapa muda seharga Rp 20.000,-, vanila milkshake seharga Rp 20.000,-….oh ya pesanan kami diawali dengan Sausages Pizza seharga Rp 30.000,-.


Kalau dilihat menu makanannya tidak terlalu aneh-aneh banget dan dari segi rasa, juga cukup tapi disini kita benar-benar akan membeli sebuah suasana yang lain untuk sebuah tempat makan dan penampilan yang cukup unik dari makanan yang disajikan, seperti nasi goreng yang disajikan diatas buah nenas dan soto betawi yang disajikan diatas wajan lengkap dengan tungku pemanas dari tanah liat. Total yang kami keluarkan untuk semua ini sebesar Rp 260.700,- termasuk tax sebesar 10%.

Selain itu, di Kampung Daun, juga dijual beberapa penganan tradisional seperti gulali, arum manis, kue rangin, kue ape, dan kerak telor. Tersedia juga Souvenir Shop, yang memasang harga cukup mahal dibandingkan dengan harga-harga produk di FO yang banyak bertebaran di Bandung.

Hampir setiap pojok di tempat ini indah untuk dijadikan back ground pemotretan, dari ujung tempat parkir sampai tempat pembayaranpun. Betul-betul unik…kabarnya, tempat ini sangat romantis dikunjungi di malam hari….pantas…di hari minggu, tempat ini tutup pada pukul 24.00….ck ck ck, pasti romantis sekali yaa.

Ini salah satu obyek foto yang menarik untuk diambil, walau takut-takut untuk naik, karena posisinya yang diatas, dan dibawah ada aliran sungai. Dokar juga tampak tua dan rapuh. Tuh ketauan kan siapa yang ga berani naik, tapi tetep mau mejeng? hahaha…

Ada tempat lain, yang juga diminati tidak hanya oleh anak muda tapi juga oleh orang tua, nah tempat ini nih, lucu yaa…

Yuk ke Kampung Daun, jangan patah semangat dengan jauhnya lokasi, tapi nikmatilah kenyamanan dan hidangan di sana….


Sate P Kardi dari Ngawi

Apa yang paling kami rindukan saat pulang kampung ke tempat kelahiran ibuku, di Ngawi? Jawabannya adalah Sate Ayam p Kardi. Tidak ada yang lain, hanya sate ayam buatan p Kardi sajalah yang menjadi kerinduan kami setiap tiba di Ngawi.

P Kardi, ntah sudah berjualan sejak kapan, namun yang kuingat, sejak aku kecil, ia sudah berjualan. Mula-mula, dijual dengan dipikul, semakin lama, semakin berkembang, sampai akhirnya sekarang sudah menggunakan gerobak dorong yang ditata apik dan rapi.

P Kardi juga pernah membuka angkringan di dekat terminal, namun pelanggan yang biasa menunggu di depan rumah, jadi kesulitan untuk mencapai bakaran p Kardi yang lezat itu. Akhirnya ia menutup angkringannya dan kembali berjualan keliling.

P Kardi juga sudah bertambah tua, walau tetap mempertahankan cita rasa masakannya, terutama bumbu sambal kacangnya, dan juga teknik pengolahan potongan ayam mentah menjadi sate ayam yang sedap, akhirnya p Kardi memilih tinggal di rumah, dan menyerahkan tongkat estafet gerobak sate ayam kepada anak dan menantunya.

Inilah sate ayam p Kardi, yang selalu kami tunggu di rumah pamanku di jalan Yos Sudarso, sejak hari pertama menginjakkan kaki di kota Ngawi. Lontongnya yang lembut, satenya yang empuk dan gurih, serta sambal kacangnya yang kental dengan rasa manis pedas asli kacang tanpa campuran. Duh wanginya bau bakaran sate itu…membuat ngeceesss saat membuat tulisan ini…hyaah…keluntung keluntung…begitu bunyi suara dari gerobak sate p Kardi…suara itu berasal dari lonceng yang biasa dipakai kerbau di sawah.

Perhatikan isi dan susunan dalam gerobak sate ini, tumpukan tusukan sate ayam yang belum dibakar, sambal kacang, air dalam termos, tumpukan daun untuk pembungkus…semua tersusun rapi. Kapan ya aku berkunjung kesana lagi, selain mengunjungi keluarga ibuku, juga menikmati kuliner yang satu ini.


Yang Enak dari Cirebon

Sebelum pergi ke suatu tempat, biasanya aku browsing dulu mengenai makanan enak, tempat wisata kuliner dan oleh-oleh apa yang patut dicoba dari suatu tempat. Maka, sederetan nama makanan muncullah dalam catatanku. Ke Cirebon, banyak yang mengatakan harus mencoba Nasi Jamblang, yaitu nasi yang disajikan diatas selembar daun jati, lengkap dengan lauk pauknya, dan satu lagi adalah Empal Gentong, yang ternyata adalah soto daging dan atau jerohannya dengan kuah encer. Satu lagi yang khas dari sana adalah Tahu Gejrot. Jadi semenjak berangkat dari rumah, yang ada di pikiranku adalah mencari Nasi Jamblang.

Namun ternyata karena siang itu amatlah panasnya dan anak-anak sudah waktunya makan siang, sementara kami semua rasanya sakit kepala dengan panas yang luar biasa menurut kami, akhirnya hilanglah keinginan untuk berburu kuliner di tempat-tempat yang sudah disarankan dan mobil kamipun berbelok memasuki pelataran parkir Grage Mall dan masuk Mall untuk mendinginkan badan dan kepala.

Kami menuju Food Court, yang ternyata cukup lengkap, namun seperti yang kutuliskan dalam cerita sebelumnya, aku kecewa dengan Nasi Jamblang yang disajikan disana, nasi nya keras dan lauknya tidak komplit. Untungnya aku bisa menikmati Nasi Jamblang mewah di Hotel Grage Sangkan esok paginya. Empal Gentong juga cukup diminati suami dan anak-anak. Demikian pula dengan Tahu Gejrot, yang menurut aku, akan lebih lezat lagi kalau kuahnya lebih kental seperti kuah empek-empek…slurp.

Makan malam di Cirebon, kami nikmati di rumah makan Ampera. Makan pagi, di restoran hotel, dengan aneka menu, american breakfast, bubur ayam, atau cirebon breakfast, yang komplit dengan nasi jamblangnya. Makan siang dalam perjalanan, sate ayam, sate kambing dan sop, juga ayam goreng kesukaan si bungsu. Kenyang…saatnya pulang. Oleh-oleh yang kami bawa, tape ketan yang rasanya sangat manis dan ubi dari tempat wisata Cibulan, Cirebon.

Beberapa info tentang makanan di Cirebon yang kudapat dari berbagai sumber di internet adalah sebagai berikut :

? Mangga Indramayu, adanya di sepanjang jalur alternatif pantura yang lewat indramayu, pastinya . Hati2 milihnya jangan sampe ditipu . Biasanya di jalur ini juga dijual beragam ikan asin . Biasanya orang pilih yang putih bersih, tapi yang penting pilih yang dilalati . Kalo tidak dilalati berarti pake boraks dan pemutih .
? Nasi Jamblang, adanya persis di depan apotik pasar Jamblang sebelum masuk Cirebon. Kalau mau mampir, sebaiknya tidak lewat jalur tol.
? Nasi Jamblang Mang Dul, Cirebon, adanya di Jl. Dr. Cipto Cirebon, di ruko seberangnya Grage Mall. Di ruko itu juga tersedia ATM BCA-nya. Lokasinya persis di perempatan, tidak jauh dari gedung PAM Cirebon, Jl. Tuparev yang sangat khas bentuknya itu. Kalau dari arah Jakarta sebaiknya langsung masuk ke arah kota, searah dengan Hotel Patra Jasa. Jadi jangan lewat ring road. Warung mang Dul udah buka sejak subuh, jam 8-9 pagi biasanya udah abis .
? Empal Gentong, supaya gampang, mampir aja di stasiun Kejaksan (pusat) Cirebon (di tengah kota Cirebon ada 2 stasiun). Adanya di halaman parkir stasiun Cirebon, persis sebelah wartel .
? Oleh-oleh khas Cirebon : adanya di Jl. Siliwangi depan Pasar Pagi Cirebon. Cirebon sangat khas dengan ikan asin jambal roti, emping dari yang ukuran kecil mpe besar, yang rasanya standar mpe yang rasa kerang, asin, manis, pedes. Beli juga rengginang dari rasa biasa, keju, juga trasi. Jangan lupa sirop Tjampolai rasa pisang susu, rasa jeruk keprok/nipisnya juga asik . Kalau suka asinan, beli asinan “shinta” khas cirebon .
? Bubur Sop Mang Kapi, adanya di j. Gunung Sari, dari warung mang dul setelah Mal Grage belok kiri. Warung kaki lima ini jualnya malem menjelang buka mpe subuh . Jualnya bubur sop, sate, nasi lengko, indomie khas mang kapi, pokoknya komplit .
? Mie kocok, adanya di emperan toko sepanjang Jl. Siliwangi, Cirebon, depan Pasar Pagi. Bukanya malem, di sana juga ada nasi jamblang. Di sepanjang emperan Mall Grage juga banyak warung jamblang, tapi ga’ enaaaak . (www.jalansutra.or.id)


Gudeg Yu Djum

Pada perjalanan dinasku di Yogyakarta beberapa tahun yang lalu, aku pernah disuguhi makan siang gudeg kering, yang enak banget. Saat pulang ke Jakarta, karena aku tidak tahu suguhan gudeg itu dari rumah makan apa, aku coba beberapa tempat, tapi ternyata cita rasanya tidak sama. Maka, kali ini, sebelum berangkat, aku sudah cari tau gudeg apa dan darimana yang disuguhkan pada saat aku kesana…dan aku dapat jawabannya yaitu Gudeg Yu Djum. Semakin yakinlah aku bahwa aku akan membawa oleh-oleh Gudeg Yu Djum untuk orang-orang di rumah, apalagi sarapan pagi di Kaliurang Km 13.8, juga sudah disuguhi Gudeg Yu Djum..hehe..

Jogja identik dengan Gudeg, tidak hanya makan di tempat, gudeg juga dapat dibawa sebagai buah tangan bagi orang yang berwisata ke Jogja. Pada dasarnya gudeg ada 2 jenis yaitu gudeg kering dan gudeg basah. Gudeg kering tidak berkuah karena dimasak hingga airnya “asat” sedangkan gudeg basah masih menyisakan kuah di sayurnya. Nah, buat yang suka gudeg kering harus coba warung Gudeg Yu Djum.

Gudeg Yu Djum, bumbunya memang luar biasa, Daging ayamnya empuk dan rasa manisnya benar-benar meresap samapi ke dalam daging. Untuk harga sangat bervariasi, untuk satu besek gudeg, sambal goreng krecek, dua ayam dan beberapa telur, aku membayar Rp 55.000,- bisa pula ditambah tahu dan tempe.

Untuk oleh-oleh kita juga bisa memesan satuan atau paket yang dikemas dalam besek atau kendil, sesuai selera kita. Kalau mau sedikit nyeni tentu kendil bisa jadi pilihan, tapi kalo mau gak mau repot dan berat bawanya, besek akan lebh ringkes.

Warung Yu Djum berupa bangunan Jawa dengan dominasi kayu joglo yang sangat sederhana. Di dalamnya hanya terdapat 3-4 meja panjang dimana masing-masing meja berisi 10 kursi kayu. Letak warung makan Yu Djum tepatnya berada di seputar Selokan Mataram, sebelah utara kawasan Fakultas Kehutanan UGM.
Di warung makan Yu Djum selain asyik menikmati lezatnya gudeg buatan Yu Djum kita juga akan dihibur oleh alunan orkes keroncong yang tentunya semakin menggugah selera makan kita. Untuk harga, jangan takut karena kisaran harga disana cukup murah. Sayangnya aku datang kesana pagi-pagi jam 4.30 karena aku akan pulang dengan pesawat pagi pukul 6.00 pagi dari Bandara Adi Sucipto. Namun, kesibukan di warung ini sudah tampak sejak pagi.
Penasaran ingin membuat Gudeg ? Ini bahan-bahannya : bawang merah ,bawang putih ketumbar,miri semua di halusin tambah daun salam dan lengkuas gula jawa sedikit dan garam jangan lupa untuk pengganti vitsin pakai kaldu ayam/sapi, terus jangan lupa beli nangka muda dulu yang udah dikupas, terserah kita sebesar apa kita mau potong lalu di rebus dan dikasih daun jati nanti bisa jadi merah nangka rebusnya kalau udah lunak ambil daun jatinya dan masukkan bumbunya lalu kasih santan di tunggu aja sampai semua kuah gudeg hampir habis. Nah selamat mencoba….