Pertemuan Penyair Nusantara XIII

Flyer ini muncul di beranda bu Ewith Bahar, dengan caption, Penerbitan buku antologi puisi yang bertema “Perdamaian dan Persaudaraan” adalah bagian dari acara Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) ke XIII, yang akan diikuti oleh 8 negara (Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Timor Leste, Filipina, Brunei Darussalam, dan Indonesia). Acara akan berlangsung di Jakarta 11 – 14 September 2025.

dan aku merasa tertantang untuk ikut. Masih ada waktu, segera aku membuat 3 buah puisi pendek tentang Perdamaian dan Persahabatan. Sederhana saja dan tidak rumit. Yang pertama berjudul Lelagon Tanah Jawi, lalu yang kedua berjudul Peluk Damai Pelataran Ibu Pertiwi dan yang terakhir berjudul Ulos Kasih Di Pusuk Buhit. Semoga ada yang lolos kurasi dan dapat menjadi bagian dari Penyair Nusantara, yang meramaikan event yang akan diselenggarakan bulan September 2025 di Jakarta.

Apakah teman-teman sudah ikut serta, masih ada waktu dua hari lagi? Yuk bersama kita mengukir sejarah literasi Nusantara melalui event ini. Salam literasi.


Membuat Komik ala ChatGPT

Kemajuan teknologi, terlepas apakah ini layak dipublikasikan, tapi aku cukup menikmati keseruan ini. Belajar membuat komik melalui ChatGPT, aku peroleh dari berbagi dalam WAG Penulisan 2222 Pentigraf, dengan PJ Kak Lies Hendrawan.

Kak Lies mengajarkan langkah-langkahnya melalui pendetilan prompt dalam ChatGPT itu. Masih dalam rangka mempromosikan event penulisan 2222 Pentigraf untuk menjadi rekor MURI.

Tentu tidak terlepas dari ketidaksempurnaan. Perhatikan dengan baik, walau sudah diulang sampai dengan 4 kali, tetap tidak menjadi lebih baik dan inilah tampilan terbaik, justru yang pertama yang keluar sebagai hasilnya.

Selamat mencoba


Buku Antologi Fiksi : Meniti Waktu, Merangkai Mimpi

Buku Antologi Artikel tentang harapan di masa 5 tahun ke depan, yang ditulis 15 Penulis Kontributor @pondok_antologi adalah buku antologi ku yang ke-2 di tahun 2025 dan merupakan buku antologi PAPI (Pondok Antologi Penulis Indonesia) yang ke-7.

Waktu berjalan tanpa kita sadari, dan tiba-tiba, angka lima tahun ke depan terasa begitu dekat. Ada masa di mana langkah kita tak lagi secepat dulu, dan ambisi tak lagi seramai dahulu. Kita mungkin tak lagi diburu rapat, target, atau jadwal yang padat. Tapi justru di sanalah, hidup memberi kita ruang untuk mengenali diri sendiri lebih dalam. Lima tahun mendatang bukan tentang berhenti berkarya, tetapi tentang berpindah peran – dari yang terus mengejar, menjadi yang lebih menjaga. Lalu, ketika hari itu tiba, sudah siapkah hati kita menyambut babak baru yang lebih tenang namun penuh makna?

delaraspenulis

delaraswriter

delaras