Nikmati Tongging ? Ya Di Sini …..

Hari sudah menunjukkan pukul 15.00 saat kami tiba di Tongging, lalu apa yang mau dilakukan disana? Tentu makan ikan bakar, yang dipelihara dan diternak di keramba, jadi segera kami merapat ke salah satu rumah makan yang cukup ramai didatangi pengunjung, yaitu Rumah Makan SABAR HITA….ya betul mesti bersabar. Selain sabar menunggu tempat duduk di pondokan, sabar mencari ikan di keramba, juga sabar menanti ikan dimasak sesuai pesanan kita.

Mari mulai mencari ikan di keramba

Oh ya untuk tambahan informasi, saat kami makan di rumah makan ini, harga ikan mas segar per kilogram nya Rp 60.000,- rupiah, harga ini sudah termasuk proses pemasakan sampai ikan dihidangkan sesuai pesanan. Sedangkan harga ikan nila segar per kilogram Rp 55.000,-. Ikan mas nya besar-besar lho, saat kami kesana tidak ada yang kurang dari 1 kilogram per ekor beratnya.

Inilah pondok-pondok di RM Sabar Hita

Menunggu ikan ditangkap

Menunggu ikan dimasak

Nah ini dia salah satu pesanan kami, ikan nila masak tauco

dan yang satu ini lagi…. ikan mas bakar

dan main bebek-bebekan di tepi danau


Nikmati Tongging, ya disini tempatnya…. 🙂 sambil menunggu ikan dimasak, tak bosan-bosannya keindahan sekeliling bisa kita nikmati.

 

 


The Beautiful Tongging

Desa Tongging, desa yang tak cukup bisa untuk dilukiskan dengan kata-kata saat kita menghampiri keelokannya, mulut bisa ternganga alias speechless melihat keindahannya. Desa Tongging terletak di Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Kami lalui setelah beberapa saat sebelumnya kami mampir ke Desa Silalahi, dalam perjalanan kembali ke Berastagi. Desa Tongging hanyalah sebuah desa kecil biasa di Sumatera Utara, namun yang merupakan desa yang mempunyai potensi pariwisata yang cukup besar jika dikelola dengan baik, karena letaknya yang berbatasan dengan 4 kabupaten yang ada, yaitu kabupaten Karo, Simalungun, Pakpak dan Toba Samosir.

Mengapa harus dikelola dengan baik, karena desa yang dilimpahi keindahan dan kekayaan alam berupa hasil perikanan yang melimpah ini, memerlukan akses jalan darat yang memenuhi syarat, dalam arti mudah dilalui, tidak hancur atau rusak, sehingga orang mudah mencapai wilayah ini. Letak geografisnya yang berada diantara bukit yang terjal, memang membuat desa ini agak sulit dijangkau, apalagi jika berjalan datang dari arah Desa Silalahi seperti yang kami lalui.

Selain akses jalan dan infrastruktur yang mesti diperbaiki, keindahan desa ini membuat siapa saja yang singgah akan terpana, oleh air danau yang berwarna biru, awan putih bergulung-gulung, langit yang bersih, burung-burung camar beterbangan, ikan yang beranak pinak didalam keramba serta suasana desa yang tenang dan nyaman dan juga hasil tangkapan ikan yang dimasak serta dinikmati diantara semilir angin membuat siapapun yang berada disana, enggan meninggalkan tempat itu.

.

 

 

 

Indah nian bukaaan …… 🙂

 


Makam dan Tugu Raja Silalahi

Kami melanjutkan perjalanan ke Desa Silalahi untuk mengunjungi Makam dan Tugu Raja Silalahi, yang terletak di Kecamatan Silalahi, Kabupaten Dairi. Mengapa bersemangat menuju kesana? Ya tentu saja karena suami ber-marga Silalahi dan ingin menunjukkan pada anak-anak mengenai asal usul keluarga besar kami.

Desa Silalahi, terkenal dengan keindahan Danau (Tao) Silalahi-nya, yang merupakan bagian dari Danau Toba. Wilayah ini masih sepi dan aku pikir perlu pengembangan yang lebih serius, terutama akses untuk menuju daerah ini, apakah melalui Sumbul atau melalui Tongging. Kami sendiri berangkat melalui Sumbul dan pulang melalui Tongging. Jalan melalui Sumbul, jauh lebih baik daripada melalui Tongging yang berbatu dan rusak, namun jika kami pulang melalui Sumbul, kami tidak dapat menikmati keindahan Tongging, yang akan kutuliskan pada postingan selanjutnya.

selanjutnya berfoto bersama di tepian Danau Toba, yang ternyata belum sepenuhnya kami tinggalkan

Inilah Gereja HKBP Huria Silalahi

Makam dan Tugu Raja Silahi Sabungan diresmikan pada tanggal 27 Nopember 1981

dan Ruma Bolon Silahi Sabungan, disamping Tugu

dan selanjutnya….Tuhan sediakan yang indah-indah terhampar di hadapan kami dalam perjalanan kami menuju Tongging

 


Aek Sipaulak Hosa

Aek Sipaulak Hosa, adalah sebuah tempat, semacam obyek wisata yang tak sengaja kami temui dalam perjalanan kami menuju Desa Silalahi, di Kabupaten Dairi. Lokasinya tepat di sisi kanan tingkungan jalan, saat itu banyak orang berkumpul disana dan beberapa mobil berhenti disitu. Pikiran kami, wah ini pasti tempat yang patut dikunjungi, jadi kami berhenti dan memarkir kendaraan dan kemudian mengikuti rombongan keluarga yang sudah berada disana.

Aek Sipaulak Hosa sendiri berarti Air Pelepas Dahaga, yang mempunyai sumber mata air yang jernih dan dingin dari pegunungan, airnya tidak pernah berhenti mengalir, banyak orang memanfaatkan untuk meminum airnya, bahkan ada yang membawa jirigen dan botol kosong ukuran besar, konon kabarnya dapat memberi kesembuhan juga. Ada pula yang memanfaatkannya untuk mandi disana.

Kami pun ikut bersama-sama melihat orang yang berada disana dan mencoba merasakan segarnya air dari sumber air Aek Sipaulak Hosa.

orang berkumpul untuk minum, mandi dan menampung air dari Aek

Kami juga ikut membawa oleh-oleh air untuk perjalanan kami, airnya memang seger banget lho, seperti es

Ada teman mengatakan bahwa Aek Sipaulak Hosa juga berarti air pengembali nyawa, yang bermanfaat menyembuhkan bagi orang yang sedang sakit dan ini pula salah satu sudut yang disediakan untuk menghormati leluhur menurut apa yang dipercaya beberapa orang pengunjung.

Mampirlah jika anda melewati kawasan obyek wisata ini.

 


Hari ke-4 : Berastagi-Silalahi-Tongging-Kaban Jahe-Sipisopiso

Mungkin masih belum terlambat ya, untuk melanjutkan menulis kisah perjalanan mudikku dengan keluarga di hari Lebaran yang lalu. Ini hari ke-4 kami berada di Sumatera Utara, tepatnya pagi ini kami terbangun dengan kedinginan di Bukit Gundaling, Berastagi, sementara suara takbir dan bedug terdengar dengan jelas ke telinga kami, maklum sebuah mesjid berada di depan hotel kami di Berastagi Cottage.

Dingin ya tentu, karena dua gunung mengapit hotel kami, yaitu Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung, tapi masak iya mau tiduran saja, yuk mari kita bangun, dengan hanya cuci muka dan gosok gigi, kami semua bangun dan berjalan-jalan mengitari hotel kami yang luas.

Pagi itu, 31 Agustus 2011, merupakan hari Lebaran pertama 2011 berdasarkan keputusan Pemerintah, jadi masyarakat beragama Islam yang tinggal di sekitar Gundaling, berjalan pagi-pagi menuju mesjid untuk sholat Ied di seberang hotel kami,

Sementara disisi sebelah kiri, kami menyeberang ke peternakan kuda di depan hotel, yang menyediakan pula minuman segar susu kuda 🙂

Selanjutnya puas berada disana, karena kami juga mesti sarapan dan mandi untuk mengisi kegiatan hari itu, kami kembali ke hotel, namun anak-anak ingin berkuda didalam lingkungan hotel terlebih dahulu sambil bergantian menunggu giliran mandi

dan main ayunan dulu (kapan mandinya niih?)

Akhirnya….setelah mandi dan sarapan, kami berangkat menuju ke Desa Silalahi, Kabupaten Dairi, ya kami memang kembali lagi melalui jalan yang kami lalui semalam dan kemarin sore. Kami kembali melewati Merek, dan inilah tempat yang pertama kami datangi karena menarik perhatian kami dengan banyaknya orang yang menuju dan memasuki kawasan ini, yaitu Aek Sipaulak Hosa (air pelepas dahaga),

Hari sudah semakin siang dan letak matahari sudah berada diatas kepala kami, kami lanjutkan perjalanan menuju Desa Silalahi, dimana Tugu SilahiSabungan berada disana. Desa Silalahi yang terletak di Kabupaten Dairi ini memang merupakan bagian dari Danau Toba dengan pantai yang masih indah dan bersih, seakan memang Danau Toba belum mau lepas dari kunjungan kami, kami kembali lagi berada di salah satu tepiannya disini

dan inilah Tugu Silahisabungan

Puas berada disana, kami melanjutkan perjalanan menuju Berastagi, melewati Tongging dan Merek, yang terkenal dengan ikan bakar nya, yuuk mari. Dalam perjalanan kami menuju Tongging, banyak kami lalui keramba-keramba di tepian danau

dan inilah yang kami nikmati untuk makan siang menjelang sore, di tepian danau di Tongging

Masih ingin berlama-lama di Tongging, tapi hari sudah semakin sore,apalagi mengingat perjalanan dari Merek menuju Berastagi tidaklah mulus pula dan anak-anak masih ingin mampir ke kebun jeruk di Kaban Jahe…jadi kami mampir ke kebunnya pak Sembiring/boru Ginting.

Sudah sore, masih juga kami diingatkan teman untuk mampir ke Air Terjun Sipiso-piso

Akhirnya kami kembali ke Berastagi dan masih belum lelah juga, kami berkuliner dulu malam itu, sebelum kembali ke hotel.

Setiap tempat yang kami datangi di hari ke-4 ini, akan aku tulis lagi dalam lebih detil dalam postingan berikutnya.


Oleh-oleh dari Kota Medan

Kota Medan, adalah kota yang terkenal dengan aneka makanan dan masakan enak, jadi untuk urusan oleh-oleh, disinilah tempatnya terdapat aneka oleh-oleh yang enak dan dirindukan banyak orang di rumah termasuk bagi yang bepergian.

Dari Kota Medan, kita bisa membawa oleh-oleh Bolu Meranti yang hanya satu-satunya terdapat di Jalan Kruing, Medan, lalu ada Bika Ambon yang terdapat di sepanjang Jalan Majapahit, Bubuk Kopi asli dari Sidikalang ber-merk Tanpak atau merk lain dijamin pasti tetap enak, atau merk Kok Tong dari Siantar, Sirup Markisa atau Terong Belanda, Dodol Pulut dari Pasar Bengkel, Selai Srikaya dari Majestik Bakery atau langsung dari Ganda Bakery di Siantar, Buah-buahan seperti Jeruk Brastagi, Markisa dan Terong Belanda atau Manisan Buah Jambu yang juga ada di sekitar Jalan Kruing atau Jalan Majapahit.

Mau yang lebih tradisional lagi dan dijamin jarang banget ada di Jakarta, adalah andaliman dan ikan pora-pora. Sekarang ada pula alternatif oleh-oleh yang ditunggu yaitu Pancake Durian, yang bisa dibeli di industri rumahan ataupun di bakery yang mulai banyak ada di Medan seperti Durian House, dan lain-lain. Yang industri rumahan memberi harga lebih murah, tapi menetapkan jumlah minimum order, jadi ya kami tidak jadi pesan karena kami kan tidak pesan banyak-banyak.

Selain dari Kota Medan, ada juga Kacang Sihobuk dari Tarutung, yang kadang ada juga dijual di Parapat dan Kacang Rondam khas dari Samosir.

Tunggu apa lagi, banyak kan alternatif untuk jadi buah tangan dari Kota Medan saja.

 


Pelabuhan Simanindo

Pelabuhan dan sekitarnya adalah tempat yang paling pas dinikmati. Mulai dari kapal yang datang dan pergi pun, tidak pernah ada kegiatan yang persis sama urutannya. Belum lagi dengan aktifitas penumpang dan pedagang di sekitarnya. Atau anak-anak yang ada di dekat sana.

Demikian pula dengan pelabuhan Simanindo yang kami hampiri pagi itu karena keingintahuan kami untuk pergi menyeberang dari sana.

Mulai dari penjual sayur di dekat sana, kapal-kapal yang antri di dermaga dan kesibukan orang-orang disana.

Pelabuhan Simanindo di Samosir, hadir bagi orang-orang yang akan datang dari Parapat dan atau menuju kesana, hanya 30 menit saja.


Pangururan di Mata ku

 

Kota Pangururan adalah kota kecil, yang merupakan ibukota dari Kabupaten Samosir. Kami parkir mobil di salah satu sisi pasar dan mulai berjalan memasuki pasar. Waduh ramai sekali pasar di hari Selasa ini, yang menurut kalender Islam adalah Hari Raya Idul Fitri pertama di tahun ini.

Penjual ikan segar seperti ikan nila, yang sangat menyegarkan mata,

penjual ikan mujair,

penjual daging babi,

ibu yang menyiapkan dagangannya

sayur mayur segar dan buah yang ranum.

becak motor yang tak henti hilir mudik mengantar penumpang

Menyenangkan sekali berada disana, kami menikmatinya sambil terus berjalan sampai ke ujung pasar, yang merupakan bagian dari tepian danau Toba juga.

Puas berkeliling, kami akhirnya makan pagi di sebuah warung, di tengah Pasar Pangururan, menikmati 2 piring lontong sayur dan teh manis, dengan hanya Rp 14 ribu saja.

Pangururan di pagi hari, Pangururan yang hidup dan sibuk, di mata ku