Pameran Kriya Wastra Indonesia, Museum Tekstil, Jakarta

Dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan RI yang ke-72, Perkumpulan Wastra Indonesia menyelenggarakan Pameran Kriya Wastra yang untuk pertama kalinya diadakan di Museum Tekstil Indonesia, Jakarta Pusat, sd 26 Agustus 2017.

DSCN0633 DSCN0634 DSCN0635Selain pameran kain Indonesia bertema Merah Putih, diadakan juga berbagai workshop yang berkaitan dengan kain dan batik serta shibori bertema Merah Putih juga.

Pameran didominasi dengan karya 72 pengrajin kain perca. Luar biasa karya mereka, salut dengan kreativitas dan hasil karyanya yang begitu teliti dan rumit menurut aku.

DSCN0640Selain karya berupa kain perca terdapat juga pameran berbagai macam wastra dari berbagai pelosok di Indonesia, batiak, sulaman dan rajutan serta berbagai produk seperti kebaya dan kain shibori dengan tetap bertema merah putih.

20170826_12495220170826_124921

20170826_12481120170826_12533720170826_12545420170826_12571220170826_125503

Pameran ini berlangsung dari tanggal 12 Agustus 2017 sampai dengan tanggal 26 Agustus 2017, dengan kontribusi tiket masuk Museum Tekstil sebesar Rp 5.000,- (Lima ribu rupiah saja).

 


Aku “Hidup” Buat Mereka Hidup

When you buy something from an independent artist, you are buying more than an object (or a video, or a book, or a story). You are buying hundreds of hours of experimentation and thousands of failures.

You are buying days, weeks, months, years of frustration and moments of pure joy.

You aren’t just buying a thing. You are buying a piece of heart, part of a soul, a private moment in someone’s life.

Most importantly, you are buying that artist more time to do something they are truly passionate about; something that makes all of the above worth the fear and the doubt; something that puts the life into the living.


Rebekah Joy Plett

hand

Sebelum serius berbasah ria dengan pewarnaan kain teknik shibori, aku belajar membuat decoupage, namun aku merasa tidak telaten dengan kerajinan itu. Jadi setelah mengikuti workshop shibori, aku merasa klop dan berniat mengetahui tentang teknik-teknik shibori, aku semakin mengerti bahwa suatu pekerjaan seni itu butuh ketelatenan, kesabaran dan latihan terus menerus.

Untuk teknik mokume, aku mesti rela menjelujur semua pola yang aku buat dan menarik kuat-kuat setiap jelujuran yang sudah dibuat. Demikian juga untuk teknik yanagi yang unik, yang menghasilkan pola-pola garis seperti gurat pada batang pohon, kain mesti digulung kuat dengan tali dan ditarik kuat-kuat.

Selebihnya, di awal belajar shibori, aku yang ga sabaran ini, selalu ingin cepat-cepat membuka ikatan shibori saat sudah kering, tapi ternyata salah satu resep rahasianya agar tie-dye atau pewarnaan ini makin menyerap, mesti dikeringkan beberapa hari, tanpa sinar matahari untuk hasil yang lebih baik.

Belajar shibori juga mau belajar kotor atau belepotan karena walau sudah menggunakan sarung tangan, pasti ada aja sarung tangan yang “bocor halus” macam ban mobil aja, akibatnya ya seperti gambar di atas. Belum lagi setelah itu mesti siap membersihkan kamar mandi dan ember-ember serta peralatan dari sisa-sisa pewarna, yang saat ini masih menggunakan bahan kimia naptol dan procion.

Lalu….saat menetapkan harga, orang bilang eh kok mahal ya, cuma kain 2 kali 1 meter aja ? Nah kalau mau dibilang, aku ini bukan orang yang tegaan, sungguh, di awal mulai menjual produk seni shibori ini, aku ya survei dulu lah sama “guru-guru” ku, aku juga sempat nanya, “emang ada yang mau beli harga segitu ?” eh ada dong, begitu jawabnya, bahkan kalau pakai pewarna alami, yang proses celupnya selapis demi selapis, itu harganya bisa 2 sampai 3 kali lipat dari kain shibori pewarna kimia. Jegluk. Ngiler tapi belum tahan ngikuti proses pembuatannya.

Sama dengan pekerja eh artis seni yang lain, setiap proses akan butuh trial dan error, seperti salah seorang teman yang mengerjakan lettering on mug, beliau ini mencoba beberapa kali pecah mug sampai menemukan suhu yang pas untuk mugnya, supaya letteringnya awet menempel di mug dan mug nya ga pecah. Coba bayangkan berapa mug yang sudah jadi “korban” atau “dikorbankan”, belum lagi belajar letteringnya, yang bikin tangan jadi meringkel ikal ?

Membuat shibori juga ga selalu sukses, walau hampir 80% apa pun itu hasilnya selalu membuat suprise karena hasilnya ga pernah bisa ditebak. Yang sering bikin sedih kan jika ada pesanan, pemesan sudah tunjukkan pola yang diinginkan tapi ternyata hasil yang muncul tidak sesuai dengan gambar yang dipesan, walau di awal sudah diinfo bahwa hasil tidak akan pernah bisa sama. Tapi ya inginnya sih selalu bisa memuaskan pelanggan ya, jadi hampir sering bikin ulang lagi atau konfirmasi ke pemesan, mau ga hasilnya seperti ini.

Quote di atas bener-bener jleb buat aku untuk lebih menghargai karya seni yang dibuat setiap artis atau pengrajin. Semakin menghargai karena sudah terjun di sana sehingga tahu bagaimana sulitnya membuat, waktu yang digunakan dan latihan yang mesti dilakukan untuk bisa mendapat hasil yang baik.

Dua hal yang menjadi pengingatku dari quote di atas, yang pertama adalah tetap semangat untuk berkarya dan kedua untuk semakin menghargai setiap karya seni apa pun itu.

Betul banget quote di atas, setiap karya seni yang (aku) hasilkan di Rumah Tanjung, persentase nya aku sisihkan untuk membantu Rumah Baca di seluruh pelosok negeri, tidak bisa bersamaan sekaligus dan bergiliran saja. Sekali waktu di Serang Banten, sekali waktu di Taman Baca di NTT atau di tempat lain. Setiap karya yang aku hasilkan membuat aku “hidup” agar orang lain juga bisa hidup melalui buku bacaan atau pun mau belajar gratis buat siapa pun yang tidak mampu, bisa lho

Mari terus berkarya dan menghargai setiap karya seni 🙂

 

 


Workshop “Natural Tie Dye” di Serba Rupa BSD

Hari Minggu, 5 Februari 2017, aku kembali belajar di Serba Rupa, yang bertempat di Jalan Kalimantan, Nusa Loka, Bumi Serpong Damai. Kali ini tema workshopnya tentang Zat Pewarna Alami (ZPA) atau yang lebih dikenal dengan istilah Natural Tie Dye.

20170205_121837

Karya Kain Batik dengan ZPA

Workshop yang dimulai jam 10 ini, langsung dipandu oleh Mas Jali dan Mbak Tata, yang diawali dengan sharing mengenai Sejarah Pewarna Tekstil, Apa itu ZPA dan Teknik Pembuatan ZPA serta Alat dan Bahan yang digunakan. Tak terasa workshop “sersan” telah berlangsung hampir 2 jam, sambil menikmati roti manis dan secangkir teh kami beristirahat sejenak. Kali ini teman workshopku adalah Bu Deetje.

20170205_113017

Mbak Tata

Lalu, apa alasan aku ikut workshop ini ? Pertama, setelah hampir 3 (tiga) bulan bergelut dengan kain-kain shibori yang menggunakan pewarna sintetis, aku mulai memikirkan dampaknya untuk lingkungan dimana aku tinggal karena pembuangannya hanya pembuangan standar limbah perumahan, walau masih produksi skala kecil tapi jika terus menerus tentu akan memberi dampak pastinya. Kedua, bahan dasar pembuatan ZPA mudah diperoleh dan ada di sekitar kita.

ZPA memang lebih aman digunakan, namun kekurangannya adalah warna yang dihasilkan tidak se-jreng warna dari pewarna sintetis. Warnanya bisa tebal tapi tetap bernada warna tanah.

nat1

Keseruan di Workshop, foto dari Serba Rupa

Setelah istirahat sejenak, mulailah kami praktek membuat palet warna. Bahan dasar yang kami gunakan adalah daun mangga (untuk warna kuning), secang (untuk warna merah) dan indigo (untuk warna biru), dengan larutan fiksasi menggunakan kapur tohor, tawas atau tunjung.

20170205_122401

Jelawe, dengan motif bunga hasil pewarnaannya

20170205_122308

Secang, dengan kain hasil pewarnaannya

20170205_122137

Kulit batang Mahoni, di atas kain hasil pewarnaan dengan ZPA daun mangga

20170205_121904

Bahan untuk fiksasi : kapur tohor, tawas dan tunjung

Diringi dengan hujan angin yang turun, kami lakukan proses yang berulang-ulang dengan mencelup dalam pewarna, tiriskan, celup dalam fiksasi, untuk dapat menghasilkan bahan kain (yang sebelumnya sudah di mordant) menjadi bewarna lebih gelap.

Selesai membuat palet warna dengan 3 kombinasi bahan itu, kami belajar mencelup bahan yang telah diproses batik dengan menggunakan lilin (malam), setelah warna yang kami inginkan kami dapat, kami melakukan proses lorod malam dari kain tersebut.

20170205_160426

“Melorod” lilin (malam)

20170205_160719

Hasil karya Workshop

Karya batik sebelah kiri, hasil pewarnaan dengan ZPA Indigo dan Daun Mangga dengan fiksasi kapur tohor, sedang sebelah kanan dengan ZPA Secang dengan fiksasi tawas. Love it !!

Waw benar pengalaman hari ini, seru, dengan menggunakan bahan alam yang ada di sekitar kita (daun-daun, dahan pohon, air teh atau air kopi) kita bisa menghasilkan karya yang ramah lingkungan. Tentu dengan tidak melupakan untuk melestarikannya, dengan menanam kembali, memakai bahan alam tentu boleh, tapi jangan rakus dengan menghabiskan sendiri, kita tanam lagi supaya bisa dinikmati anak cucu 🙂

Thank you buat Mas Jali dan Mbak Tata

Berminat untuk ikut workshop ini ? untuk jadwal dan keikutsertaan, bisa langsung hubungi ke Serba Rupa di nomer 021-538-3404, tak akan menyesal lho bertemu dengan nara sumber yang ramah dan mau sharing apa saja tentang ZPA 😉


Salam Shibori, Sabtu Kreasi Dari Rumah Tanjung

Hari Sabtu memang waktu yang pas untuk berkreasi di rumah, kalau tidak ada acara. Setelah beberapa bulan belajar shibori di Wewocraft, yang pernah aku tuliskan di sini,  akhirnya aku mencoba untuk membuat sendiri di rumah.

Karena bahan pewarna yang digunakan adalah berupa Naptol, TRO, Soda Kustik dan garam pewarna, cukup mahal menurut aku, maka ikat mengikat sudah aku lakukan dan persiapkan sebelumnya, sehingga hari ini aku tinggal melakukan pencelupan warna saja. Ikat mengikat yang kulakukan berupa itajime (lipat tekan), arashi (pada pipa) dan mokume (dengan menjahit – stiched), seperti berikut ini

20161022_084539 20161022_084516 20161022_084502 20161022_084450 20161022_084431 20161022_084412 20161022_084332lalu tahap pewarnaan yang dilakukan adalah (jangan lupa pakai masker dan sarung tangan ya)

20161022_085325

  • campurkan TRO dan Naptol dalam gelas berisi air panas sebanyak 200 ml, aduk rata
  • setelah larut, tuangkan ke dalam ember, tambahkan air dingin sebanyak 800 ml, aduk rata
  • masukkan soda kustik, aduk rata kembali
  • campuran Naptol di atas sudah siap digunakan, masukkan kain yang sudah siap diwarnai, celup dan ratakan pewarna dengan baik di semua permukaan kain yang akan diwarnai, diamkan selama 1 (satu) jam, lebih lama lebih baik
  • siapkan campuran garam pewarna, dengan cara yang sama di atas, dilarutkan dalam air panas lebih dahulu, baru dicampur dengan air dingin 800 ml
  • selanjutnya kain yang telah dicelup Naptol dapat dimasukkan ke dalam larutan garam pewarna, diamkan selama 1 (satu) jam
  • lepaskan kain dari ikatan atau penjepit dan siap dibilas dengan air sampai bersih

20161022_122405Hasilnya…..taraaaa…..aku terkejut dan senang sekali, walau ikatan nomer 5 di atas tidak sesuai dengan harapan, tapi yang lain, aku cukup puas sebagai karya pertama buatan sendiri di rumah

shi

Setiap lembar kain adalah unik, tidak akan menghasilkan pola dan warna yang sama persis. Siap menerima order, pilihan warna dan ukuran bisa request lho, dari coba-coba melipat dan mengikat ini, ternyata hasilnya menggembirakan hatiku 🙂 jangan ragu-ragu ya, yang mau belajar juga bisa lho.

Salam Shibori


Kreasi Decoupage Dengan Finishing Rustic Di Wirasanti Design

Selamat hari Sabtu yang cerah, hari ini tanggal 15 Oktober 2016, aku belajar dan belajar (lagi) berkreasi dengan decoupage di atas media baki dan finishing dengan semi vintage atau rustic, sehingga kesannya jadul gitu. Belajar langsung dengan ahlinya memang beda ya, di Workshopnya Mbak Wirasanti Antono di Ruko BSD, dekat FUJI Pasar Modern BSD, aku memulai kegiatan ini tahap demi tahap.

Media yang disediakan tergantung pilihan kita, aku memilih baki kali ini. Lalu peralatan yang dibutuhkan kurang lebih sama dengan media yang pernah aku pelajari dulu, namun karena finishingnya berbeda, maka ada tambahan amplas dan lilin.

20161022_095012Tahapan yang dilakukan juga ada perbedaan, yuk kita simak berikut ya

  • media diberi lapisan pertama Gesso di seluruh permukaan, untuk anti jamur dan lebih awet
  • media dicat dengan warna dasar hitam (bisa warna apa saja, yang tua, seperti coklat tua atau hijau tua)
  • media digosok dengan lilin untuk memberi kesan rustic pada saat finishing
  • media dicat dengan warna hijau muda (bisa warna apa saja yang muda) disesuaikan dengan napkin/tisu decoupage yang akan ditempelkan
  • media diamplas di bagian tertentu untuk kesan rustic secara acak saja, tidak harus seluruhnya diamplas
  • napkin/tisu decoupage yang telah digunting sesuai gambar, ditempelkan lapisan teratasnya (ada 3 lapis di tiap napkin/tisu dari Eropa) dengan menggunakan lem
  • setelah napkin/tisu menempel dilapisi lem lagi bagian atasnya
  • varnish seluruh permukaan media

img-20161020-wa0008img-20161020-wa0004img-20161020-wa0009dan inilah hasilnya,

img-20161020-wa0013Cantik ya dan siap menyambut Perayaan Natal tidak lama lagi 🙂

Di Workshop ini, aku belajar bersama crafter kondang, Mbak Wirasanti, banyak tip yang diberikan agar hasil maksimal dapat diperoleh, bagaimana cara mengecat yang baik, cepat dan benar, bagaimana agar media decoupage awet dan menempel dengan sempurna.

Berminat untuk belajar ? Datang ke sini saja ya …. Bagi yg berminat belajar maupun kits nya, bisa hubungi Wirasanti Design Craft-Interior-Gift,Pin BB : 5B621036 WA : 0818-913-589 HP : 0811-1913-589, alamat lengkap Komplek Ruko Griya Loka, Jalan Griya Loka Raya Blok RF 2 No 13 BSD Sektor 1.2 Serpong Tangerang Selatan

img-20161020-wa0018Selamat belajar dan berkreasi 🙂

Foto : Pribadi dan mbak Wirasanti

 

 

 


Ikat Mengikat Shibori Di WeWo – Serbarupa

Belajar dan belajar lagi. Belajar tak dibatasi waktu dan tak mengenal usia. Sabtu siang ini, aku kembali belajar Wewo Craft di Serba Rupa BSD, dengan materi Shibori. Nah apa itu Shibori. Ikuti pengalamanku hari bersama master Wewo, mbak Natalia Sewu.

Shibori adalah teknik pewarnaan dari Jepang dengan membuat ikatan-ikatan pada kain sehingga menghasilkan pola-pola tertentu. Ada 3 (tiga) teknik yang diajarkan siang ini, yaitu Itajime, Arashi, dan Mokume.

Menurut definisinya,

Shibori: A Japanese word, that describes a method of textile design which uses threads or yarn, applied by hand to bind designs through pinching, gathering and stitching fabric. The threads create a resist pattern which is revealed post dyeing. Shibori has been employed since 8th century Japan some 1,300 years ago and originated in China.

Itajime yaitu teknik pewarnaan kain dengan membuat pola dengan cara dilipat dan ditekan dengan alat penekan seperti berikut :

20160827_122119Sedangkan Arashi adalah teknik pewarnaan dengan menggulung kain pada pipa, mengikatnya dengan tali dan menyerutnya serapat mungkin

IMG-20160827-WA0012IMG-20160827-WA0016Teknik yang ketiga adalah Mokume. Mokume adalah teknik pewarnaan pada kain dengan cara membuat serutan pada kain sesuai pola yang diinginkan. Serutan dibuat dengan cara menjelujur kain dengan benang dan jarum jahit.

20160827_135243Setelah ketiga potong kain disiapkan dengan 3 teknik diatas maka tahap selanjutnya adalah pewarnaan. Pewarnaan yang dilakukan pada workshop siang tadi adalah dengan pewarna sintetis Naptol dan garam pewarna. Semua kain dicelup dengan Naptol lebih dahulu dan kemudian dengan garam pewarna. Jangan lupa menggunakan sarung tangan dalam proses pewarnaan ini. Lalu selanjutnya diamkan selama 30 menit.

IMG-20160827-WA0014

20160827_142716Setelah didiamkan selama kurang lebih 30 menit, sebenarnya untuk hasil warna yang lebih baik bisa ditiriskan lebih lama atau proses diulang beberapa kali, maka kain setelah dibuka dari ikatan atau benang pengikat dapat dibilas dengan air dan setelah pembilasan, kain siap dijemur

inilah hasil karyaku selama 4 jam di Wewo Craft siang ini….taraaa….. 🙂

20160827_144949Terimakasih mbak Natali, yang sudah sabar berbagi ilmu dan bersedia berbagi pengalamannya berkreasi dalam banyak ketrampilan

20160827_144901Bagi yang berminat untuk mengembangkan kreativitas, bisa menghubungi link di atas atau kontak email daftar@wewocraft.com untuk mendapat info workshop yang sesuai minat, atau ke Facebook dan Instagram @wewocraft.

Selamat berkreasi karena kreativitas tidak pernah ada batasnya 🙂


Workshop Bersama Kartini Blue Bird Di Kolega

Kartini Blue Bird merupakan program Corporate Social Responsibility PT. Blue Bird, Tbk. di bidang Pemberdayaan Perempuan. Dengan adanya program ini perusahaan berharap dapat membantu kaum perempuan untuk bisa maju dan membantu perekonomian keluarga.

Bertempat di Kolega di Jalan Suryo, Senopati, Jakarta Selatan, Kartini Blue Bird mengadakan Workshop untuk merealisasikan program-program CSR mereka. Kolega adalah co-working space atau ruang kerja yang dapat digunakan oleh komunitas atau per orangan untuk mengadakan pelatihan, belajar dan bekerja, atau kegiatan bersama apapun. Tempatnya nyaman dan ada beberapa ruang atau space untuk melakukan kegiatan-kegiatan pemberdayaan dan perintisan usaha bisnis.

Workshop yang diselenggarakan pada tanggal 21 Agustus 2016 ada dua kegiatan, kegiatan yang pertama adalah Menjahit (membuat tas dari kain kanvas) dengan instruktur dari Kartini Blue Bird sendiri. Sedangkan pada materi ke-2 giliran Mbak Tanti Amelia (dengan pendamping aku sendiri 🙂 ) memberikan materi mengenai Doodle dan Doodle on Bag plus Mewarnai dengan cat akrilik dari Faber Castle pada tas kanvas yang sudah dijahit pada materi pagi.

Pembukaan acara oleh Mbak Nova dari Kartini Blue Bird dengan MC Mas Jojo

IMG_20160821_094127

Mbak Nova dari Kartini Blue Bird dan MC Mas Jojo

Continue reading


WeWo Di Serba Rupa : Decoupage On Tote Bag

Hari Sabtu, 20 Agustus yang lalu, pertama kalinya aku mengikuti kegiatan Weekend Workshop yang diselenggarakan WeWo Craft bertempat di Serba Rupa BSD.

20160820_163925

20160820_155043

20160820_155059

20160820_155034

Serba Rupa BSD adalah ekosistem untuk belajar, berkumpul, berkolaborasi dan berkarya di daerah BSD, berupa Co-Lab Space yaitu tempat dengan infrastruktur yang dibuat untuk berkumpul, berkolaborasi & berkarya di daerah BSD. Bangunan seluas 70 meter diatas tanah seluas 500 meter itu, terdiri dari ruang-ruang yang dapat digunakan untuk belajar dan berkreasi. Tempatnya enak dan nyaman, dan yang terutama setelah 15 tahun tinggal di lingkungan BSD, tempat ini deket banget dari rumah.

Pada workshop hari Sabtu ini, aku mengambil kelas Decoupage on Tote Bag, harapannya tote bag adalah tas kanvas karena memang ingin belajar decoupage di atas kertas kanvas tapi ternyata tote bag nya adalah dari kulit imitasi, baiklah mari kita ikuti tahap-tahapannya, dengan instruktur bersama Mbak Fifi dan dua orang teman baru yang ikut belajar yaitu Mbak Yanti dan Mbak Fatimah.

  • Tahap pertama adalah memilih kertas tisue yang akan digunakan dan merancang penempatan obyek yang akan ditempel.
  • Tahap kedua adalah menggunting kertas tisue dan mengambil lapisan paling atas (biasanya kertas tisue dari Eropa terdiri dari 3 lapis)
  • Tahap ketiga adalah menempelkan kertas tisue pada media, pastikan melapisi bagian atas media dengan lem secara merata. Tempelkan semua kertas tisue sesuai dengan rencana. Tunggu sampai kering. Lem yang digunakan adalah lem untuk media kulit. Setelah kering, maka lapisi lagi seluruh permukaan dengan lem secara merata. Hindari gelembung atau udara masuk ke bawah kertas tisue.
  • Tahapan mengeringkan bisa dibantu dengan pengering rambut, untuk mempercepat proses.
  • Tahap terakhir adalah memvarnish seluruh permukaan media, agar tampak lebih mengkilap. Keringkan lagi, maka siaplah tas dengan decoupage bunga kembang sepatu dengan kupu-kupu yang cantik.

deco3

deco2

deco1

Mau berkreasi dan memanfaatkan waktu luang atau bahkan mempunyai peluang usaha yang baru, mari belajar di saat weekend dalam Weekend Workshop bersama WeWo Craft di Serba Rupa BSD 🙂

Foto dari WeWo dan Pribadi