Konser “Spirit of The Youth” Santa Ursula

Mengakhiri Tahun 2013, Santa Ursula BSD kembali menggelar konser tahunannya pada tanggal 19 dan 20 Desember 2013. Konser bertema “Spirit of the Youth” ini merupakan konser terakhir anakku pada tahun belajarnya di Santa Ursula BSD, dimana ia telah bergabung selama 2 tahun lebih dan memegang alat musik Contra Bass.

Dengan melibatkan anak-anak pelajar dari jenjang SD sampai SMA untuk bergabung dalam Orkestra dan Paduan Suara, penampilan ini juga mengajak Alumni untuk berpartisipasi pada hari ke-2. Berkat latihan dan kerja keras dari semua pihak, khususnya anak-anak yang ada didalamnya, konser ini boleh dibilang cukup berhasil menghadirkan suasana Natal sebelum libur akhir tahun ini.

Penampilan diawali dengan dua buah lagu pujian dari Paduan Suara yang berjudul African Alleluia dan Now That It’s Christmas. Dilanjutkan dengan permainan alat musik dalam Orkestra yang menampilkan rangkaian “Toy’s Symphony” dan cerita Peter and Wolf. Ditutup dengan medley pujian dari Paduan Suara, yang berjudul “The Polar Express” dan “Christmas Treasure”

Terimakasih untuk pertunjukan yang manis dan indah, serta mampu menunjukkan semangat kaum muda murid Santa Ursula melalui karya musisi besar dunia.


Hari Pertama di Goethe Institut

Hari ini adalah hari pertama anakku belajar Bahasa Jerman di Goethe Institut. Suasana yang tenang di tengah keramaian kota Jakarta Pusat ini sangat mendukung peserta dalam belajar. Kelas dibagi di dua lantai, terbanyak adalah kelas untuk pemula atau tingkat A1.1 dengan guru baik dari Indonesia maupun dari Jerman.

 

Koridor kelas di Goethe

Daftar nama peserta kursus di Kelas A2.2 dengan seorang guru native, yang hanya berbicara dalam Bahasa Jerman saja 🙂

Peserta Kursus yang mengambil jadwal kursus hari Minggu mulai pukul 08.30 sampai dengan 13.45, ada 2 kali jadwal jam istirahat yaitu pukul 10.00 dan pukul 12.00, karena Kantin yang biasa dibuka pada hari kerja, tutup pada hari Minggu, maka yang tersedia hanya makanan ringan seperti pastel, lontong, somay dan bakso.

Suasana jam istirahat

Sementara menunggu, aku melanjutkan kegiatanku dengan menulis, membaca, main game ataupun berjalan di sekitar Goethe Institu, dan tak lupa bersosialisasi dengan sesama pengantar 🙂

Semoga suasana nyaman ini dapat membantu anak-anak dan peserta kursus memahami dan belajar Bahasa Jerman dengan lebih baik.


Menuju Goethe Institut dengan Kereta Commuter Line

Hari ini adalah hari pertama Andita mengikuti kursus di Goethe Institut. Namun karena bis feeder dari tempat tinggal kami tidak ada jadwal pagi, maka kami memilih dengan menggunakan jalur kereta. Sengaja berangkat pagi karena jadwal kursus yang diambil anakku adalah setiap hari Minggu, pukul 08.30 sampai dengan 13.45

  • Kami berangkat dari Stasiun Rawa Buntu pukul 06.40, menunggu di Jalur 2, kami akan menuju ke Tanah Abang. Tiba di Tanah Abang pukul 07.15 di Jalur 6.
  •  Di Tanah Abang, kami pindah ke Jalur 3 untuk mengambil kereta menuju Manggarai, yang akan berangkat pukul 07.30. Kereta ini adalah kereta yang menuju Depok dan Bogor dan tiba di Manggarai pukul 07.45 setelah melewati Karet dan Sudirman.
  •  Di Manggarai, kami pindah lagi ke Jalur 3 untuk mengambil kereta yang menuju Gondangdia. Kereta datang pukul 7.57 dan tiba di Stasiun Gondangdia pukul 08.09 setelah melewati Stasiun Cikini.

Tiba di Stasiun Gondangdia, kami mengambil pintu keluar ke arah Sam Ratulangi dan berjalan kaki menuju Goethe Institut beberapa menit saja dan tiba disana kurang lebih pukul 08.10.

Mudah bukan dan dengan biaya yang cukup murah, kami membeli karcis kereta Rp 8.000,- (delapan ribu rupiah) dan mengembalikan kartu jaminan di loket tujuan menerima uang kartu sebesar Rp 5.000,- (lima ribu rupiah), berarti dengan waktu tempuh 1,5 jam, hanya mengeluarkan biaya Rp 3.000,- (Tiga ribu rupiah) saja 🙂 Walau memang kenyamanan masih belum sempurna tapi tampak diusahakan di beberapa stasiun yang kami lalui.

 

 


Proses Pendaftaran Kursus di Goethe Institut

Jika bermaksud mendatangi suatu negara, alangkah baiknya juga belajar bahasanya. Sama seperti dengan anakku yang sangat bercita-cita untuk belajar di Jerman, (semoga keinginan ini bisa tercapai), tapi yang pasti salah satu syaratnya menuju kesana adalah menguasai Bahasa Jerman sampai dengan minimal tingkat ZD.

Sebelumnya mengapa ia ingin belajar kesana, mari simak alasan berikut ini (seperti yang terdapat juga di website DAAD), diantaranya :

  • Bahasa Jerman merupakan bahasa pertama yang paling banyak digunakan di Eropa oleh kurang lebih 100 juta penutur. Kekuatan bisnis dan industri Jerman serta aktivitas perusahaan dan korporasi Jerman yang makin mendunia juga menjadikan bahasa Jerman sebagai bahasa yang penting di pasar internasional
  • Hampir semua universitas di Jerman dibiayai oleh negara. Sejauh ini mahasiswa Jerman dan asing dapat melaksanakan studi dan penelitian mereka tanpa perlu mengkhawatirkan uang kuliah. Situasi ini sekarang berubah. Universitas di Jerman mulai menerapkan uang kuliah. Bagaimana dan berapa besar uang kuliah tergantung dari kebijakan masing-masing negara bagian. Bagaimanapun besarnya uang kuliah di Jerman lebih rendah dibanding dengan negara barat lainnya.

Jadilah, kami datang ke Goethe Institut yang terletak di Jalan Sam Ratulangi Menteng Jakarta Pusat, sesuai dengan jadwal yang telah diberikan di website Goehe, bahwa ada penerimaan baru siswa kursus di tempat ini pada tanggal 26 dan 27 September 2013. Maka kami datang kesana, hari yang kami pilih adalah Kamis 26 September 2013.

Setiba disana, kami diminta untuk mengambil nomer antrian dan ternyata, padahal kami tiba belum pukul 09.00, anakku sudah mendapat nomer antrian 136. Dan karena anakku sudah pernah mengikuti kursus sebelumnya, maka anakku mengikuti Tes Penempatan yang diadakan juga disana, tidak berlaku untuk kelas Pemula.

Untuk Pemula, bisa langsung antri sesuai nomer antrian, untuk memasukkan data, mendaftar (memilih hari kursus), membayar langsung biaya kursus triwulan pertama (kurang lebih 10 minggu) dan membeli buku di counter yang disediakan.

Tes Penempatan terdiri dari dua jenis tes, yaitu tes tertulis dan tes lisan. Waktu keseluruhan pelaksanaan tes hanya sekitar 30 menit. Untuk tes tertulis, peserta diminta mengerjakan 20 soal pilihan ganda dan langsung memperoleh hasil (skor) nilai nya. Berdasarkan hasil tersebut, peserta masuk ke ruangan berikutnya untuk tes lisan. Tes lisan seperti umumnya wawancara bahasa yang lain, lehrer atau guru mengajukan pertanyaan sederhana dalam Bahasa Jerman. Setelah memperoleh hasil Tes Penempatan, peserta kembali melalui ruang antrian pendaftar sesuai nomer, tapi jika nomer sudah dipanggil (terlewat), peserta dapat langsung masuk untuk memasukkan data dan mendaftar seperti proses diatas.

Biaya Tes Penempatan seperti tercantum dalam pengumuman adalah sebesar Rp 180.000,- (Seratus Delapan Puluh Ribu rupiah) yang dibayarkan tunai pada saat mendaftar.

Sedangkan untuk Biaya Kursus karena anakku mengambil Kelas Hari Minggu dari pukul 08.30 sampai dengan 13.45, maka dikenakan biaya sebesar Rp 2.000.000,- (Dua Juta rupiah) untuk periode Oktober sampai dengan Desember 2013.

Selesai sudah proses mendaftar kursus di Goethe, anakku mendapat kelas A2.2, kalau dia lancar dan dapat mengikuti pelajaran di kelas ini dengan baik, 3 bulan kedepan ia sudah memasuki kelas B1.1 (yang menjadi kelas persyaratan minimum untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi) dan memperoleh sertifikat Zertikate Deutsch (ZD).

Viel Gluck !!

 

 

 

 

 

 


Live In, Masih Perlu Kah ?

Kegiatan  Live in adalah kegiatan tinggal bersama didalam masyarakat dan merasakan kehidupan sehari-hari bersama. Bagi anak-anak sekolah yang berasal di perkotaan, kegiatan live in ini biasanya dilakukan di daerah pedesaan. Beberapa sekolah menjadikan kegiatan live in sebagai program tahunan sekolah, khususnya pada anak-anak di kelas terakhir pada jenjang tertentu, misal di kelas 6, kelas 9 dan kelas 12.

Anak-anak tinggal bersama orang tua dan keluarga baru mereka di desa, ada yang tinggal bersama keluarga petani, pedagang, peternak, nenek yang sudah jompo atau bahkan bisa saja dengan seorang yang tidak punya pekerjaan rutin.

Hidup bersama dengan keluarga baru, yang mungkin hanya antara seminggu sampai dengan 10 hari, tentu membutuhkan waktu adaptasi yang cepat, agar waktu dapat dimanfaatkan dengan baik. Untuk itu, sekolah perlu mempersiapkan mental anak jauh hari sebelum mereka berangkat, agar selain mereka bisa siap dengan tidak adanya fasilitas dan sarana yang selama ini mereka nikmati di perkotaan atau di rumah orangtua mereka.

Tidur dengan beralaskan tanah yang dilapis tikar, lampu penerangan yang minim, tanpa AC, tanpa televisi dengan program acara spektakuler. Juga termasuk, hidup tanpa gadget, yang selama ini sudah menjadi bagian yang tak terlepaskan dalam hidup anak jaman sekarang.

Setiap anak dibagi secara acak untuk masuk kedalam keluarga baru mereka dan ikut merasakan kehidupan seperti membantu orang tua mereka di ladang, memelihara ternak, memanen daun singkong, mencari makan rumput untuk ternak, mencabut singkong, memasak nasi, mengantar adik ke sekolah, menemani ibu ke pasar dan semua hal keseharian seperti yang dialami orang tua dan keluarga mereka disana.

 

Kehidupan di desa tentu jelas berbeda dengan di kota, termasuk keterbatasan air bersih dan ketersediaan pasokan listrik, yang harus dibagi bersama warga desa yang lain. Yang biasanya mandi dengan air melimpah, harus mandi sehari sekali. Yang biasa dapat minum air putih sepuasnya, terpaksa minum air teh karena air putih nya berbau jika tidak dimasak bersama daun teh.

Warga desa memelihara ternak seperti ayam, kambing atau sapi, tidak untuk dikonsumsi sendiri dagingnya, paling yang mereka konsumsi telurnya saja. Ternak mereka pelihara sebagai investasi untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Jadi sangat sederhana apa yang mereka makan sehari-hari. Mereka sangat menyayangi ternak mereka, sehingga banyak yang masih memelihara ternak dengan kandang sangat dekat dengan rumah.

Sehingga, suara-suara ternak, seperti kokokan ayam dan embikan kambing, kadang lenguhan sapi, diselingi suara kodok dan jangkrik, selalu menemani malam anak-anak yang live in di desa, dan membangunkan di pagi hari.

Kedekatan dengan ayah ibu dan anggota keluarga baru yang lain, membuat anak juga dapat mengenal bentuk keluarga yang lain dari yang dikenal di rumah. Mengenal bagaimana kesederhanaan cara pandang hidup orang desa, kerukunan hidup beragama antar sesama warga dan bentuk arisan yang berlaku disana.

Jadi kalau ditanya, perlukah live in dimasukkan program sekolah ? tentu jawabannya, bisa perlu jika programnya direncanakan dan diatur dengan baik, sehingga baik anak, keluarga baru maupun orangtua yang ditinggalkan dapat memperoleh manfaat selain keterikatan rasa dengan keluarga yang baru dikenal anak-anak yang mengikuti live in.

Satu hal positif yang baru aku rasakan setelah anakku pulang dari live in di Desa Jati, Wonosari adalah ia bisa memasak sayur sederhana dan membuat tape goreng, yang sebelumnya tidak pernah dia lakukan sebelum berangkat 🙂


Bijak Menyelami Trend Mobile Internet Bersama Keluarga

Saya lahir di era tahun 60 an, waktu itu memasang pesawat telpon di rumah saja dilakukan orangtua setelah saya duduk di kelas lima bangku sekolah dasar. Sebelumnya, jika ibu ada keperluan menghubungi bapak di kantor, ibu akan meminjam telpon di rumah tetangga, yang memasang telpon dengan koin di rumahnya, atau setelah ada boks telpon umum di dalam perumahan kami, kami menggunakan itu jika penting sekali.

Saya juga mengenal komputer setelah duduk di bangku kuliah di sebuah Akademi Kedinasan, sekitar tahun 1987, saya dan teman-teman memang harus mempelajari hal itu karena kuliah kami berkaitan banyak dengan pengolahan data. Saya belajar mulai dari pengolah kata dengan Wordstar, pengolah data dengan Lotus123 dan bahasa pemrograman seperti Dbase. Yah memang masih jadul sekali tapi saya bersyukur sekali karena semua itu menjadi bekal dalam menyelesaikan skripsi dan bekerja setelah tamat dari sana. Masa itu, saya belum mengenal internet, internet baru saya kenal setelah masuk kerja, itupun masih terbatas hanya untuk keperluan mencari informasi saja. Sedangkan memiliki handphone, baru beberapa tahun setelah  saya bekerja juga hanya untuk keperluan  mengirim pesan singkat dan berkomunikasi lewat telpon.

Namun itu semua tidak dapat dibandingkan dengan era dimana anak-anak saya lahir, tumbuh dan berkembang. Mereka lahir di masa orang tua mereka telah memiliki semua fasilitas dan semua akses itu di rumah. Mereka melihat bagaimana sehari-harinya kami menggunakan alat komunikasi dengan handphone atau telpon bahkan bekerja dengan komputer dan laptop di rumah.

Anak-anak sudah mengenali bentuk alat komunikasi itu sejak mereka bayi. Bahkan mereka sudah bisa berkomunikasi dengan kami, orangtua nya, saat kami ada di kantor dan mereka ada di rumah bersama nenek atau pengasuh mereka. Mereka tahu bahwa oh ada suara mama atau papa di ujung telpon sana. Beranjak ke masa kanak-kanak, mereka  sudah mulai bisa memencet nomer handphone kami yang kami tempelkan di dinding rumah dekat dengan pesawat telpon.

Di sekolah, anak-anak juga sudah mulai menerima dan mengenal komputer sejak dini sesuai tingkatan mereka. Banyak sekolah, sudah mulai memperkenalkan media ini sejak anak didik duduk di tingkat Taman Kanak-kanak, untuk mengenal huruf, warna, bentuk dan angka. Di bangku sekolah dasar, anak-anak juga sudah mulai meningkat keterampilan dan pengetahuannya, mereka sudah mengenal cara mengolah kata, membuat kartu ucapan, membuat tabel dan juga membuat gambar serta banyak lagi. Lebih dalam lagi pengetahuan mereka di jenjang berikutnya, selain pengetahuan dasar mengenai komputer itu sendiri, anak-anak sudah mulai diajari membuat data base atau bahkan belajar mengolah data sederhana.

Selain mengenal media komputer, yang sebelumnya hanya digunakan untuk hal-hal tersebut. Komputer juga kemudian digunakan sebagai media untuk menerima informasi melalui jaringan telekomunikasi, yang disebut dengan internet, kependekan dari Interconnected Computer Networks  atau bisa didefinisikan sebagai jaringan komputer tanpa batas yang menjadi penghubung pengguna komputer satu dengan pengguna komputer lainnya serta dapat berhubungan dengan komputer di sebuah wilayah ke wilayah di penjuru dunia, dimana di dalam jaringan tersebut mempunyai berbagai macam informasi serta fasilitas layanan internet seperti world wide web (www), electronic mail (e-mail), mailing list (milis), bulletin board system, telnet, chatting (internet relay chat), news group, file transfer protocol, gopher, internet telephony, internet fax dan masih banyak lagi.

sumber gambar dari http://www.4ycr.co.uk/computer-services/networking-internet-setup/

Bagi anak-anak sekolah, fasilitas internet diperlukan untuk mengerjakan tugas sekolah, seperti mencari bahan pelajaran, buku pelajaran juga sudah ada yang berbentuk e-book, mencari pembandingan bahan pelajaran, misal jika saya atau anak-anak kurang paham dengan bahan yang diberikan guru di sekolah, biasanya kami mencari bahan atau contoh soal yang mampu memberi pencerahan. Guru di sekolah juga sudah mulai memberi tugas, yang hasilnya dikirimkan melalui email, hal ini bagus juga, selain menghemat waktu dan juga menghemat penggunaan kertas (paperless).  Fasilitas ini juga digunakan untuk mencari informasi sekolah dimana saja yang mempunyai website, bahkan dapat digunakan untuk mencari beasiswa melanjutkan studi dan melakukan riset di luar negeri (scholarship).

Sedangkan sebagai hiburan atau selingan, biasanya anak-anak usia sekolah ini juga menggunakan internet untuk menjadi anggota dalam sebuah atau beberapa jejaring sosial (social media) seperti Facebook, Twitter dan banyak lagi, yang secara positif memberi manfaat memperbanyak teman dan membina hubungan dengan teman yang sudah ada namun berbeda tempat, selain itu internet juga dapat digunakan untuk mendownload permainan (game), lagu ataupun membuat tulisan melalui blog, seperti yang sudah banyak dilakukan anak-anak usia sekolah saat ini. Bahkan internet pun sekarang dapat digunakan untuk melakukan bisnis on-line maupun berinvestasi seperti pasar saham, yang dapat dipantau dari mana saja.

Mari simak data dari grafik berikut dibawah ini, yang saya peroleh dari Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia, dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2013 dan proyeksi dua tahun berikutnya yaitu tahun 2014 – 2015.

sumber gambar dari www.apjii.or.id

Dari grafik diatas tampak kenaikan yang signifikan dari para pengguna internet di Indonesia, dimana pada tahun 1998 hanya sekitar 500 ribu pengguna sedangkan sekarang di tahun 2013 telah mencapai sebanyak 82 juta orang pengguna, yang berarti bahwa dalam 15 tahun terjadi peningkatan pemakaian sebanyak 16400%, peningkatan ini tentunya juga didukung dengan semakin tersedianya media teknologi yang semakin canggih dan kemudahan akses internet dimana-mana, juga penyedia layanan jasa internet (provider) yang berlomba memberikan layanan terbaik pada pelanggannya.

Berdasarkan data diatas, pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia menurut catatan Badan Pusat Statistik adalah sebanyak 237.641.326 orang dengan pengguna jasa internet sebanyak 42 juta orang, yang artinya sekitar 17% orang penduduk Indonesia menggunakan jasa tersebut. Sedangkan pada tahun 2013, diperkirakan penduduk berjumlah 250 juta orang dengan pengguna jasa internet sebanyak 82 juta orang, yang artinya terjadi peningkatan pengguna jasa ini menjadi 32.8% atau meningkat hampir dua kali lipat dalam kurun waktu 3 tahun saja. Peningkatan juga dapat terjadi karena adanya kebutuhan akan informasi yang diperlukan dengan menggunakan fasilitas ini.

Dulu, di era 90 an, fasilitas internet bisa saya nikmati hanya melalui media komputer atau laptop saja, namun di masa sekarang fasilitas internet yang multifungsi itu ada dalam sebuah genggaman, yang semuanya berada didalam sebuah media yang disebut dengan gadget, yang bisa berupa audio gadget, video gadget, camera gadget dan Ipods. Pada website wikipedia berbahasa Indonesia gadget didefinisikan sebagai berikut: “Gadget adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Inggris untuk merujuk pada suatu peranti atau instrumen yang memiliki tujuan dan fungsi praktis spesifik yang berguna yang umumnya diberikan terhadap sesuatu yang baru. Gadget dianggap dirancang secara berbeda dan lebih canggih dibandingkan teknologi normal yang ada pada saat penciptaannya.”

sumber gambar dari http://gamesisort.blogspot.com/2012/01/meningkatkan-performa-gadget.html

Menurut Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Freddy H. Tulung, penggunaan piranti telekomunikasi canggih ukuran genggaman (gadget) di Indonesia saat ini mencapai angka 240 juta unit. “Angka tersebut lebih banyak dibanding penduduk Indonesia yang jumlahnya di kisaran 230 juta jiwa, sementara tingkat penggunanya mencapai 67 persen,” ujar beliau di Pontianak, pada hari Selasa, 2 April 2013. Ia juga  menilai, untuk proporsi kepemilikan gadget, terutama berbentuk telepon cerdas multi-fungsi (smartphone) terbanyak di Pulau Jawa, di mana rata-rata satu orang mempunyai dua gadget, sedangkan akses telekomunikasi kini telah mencapai di wilayah pedesaan.

Lalu bagaimana peran orangtua mengatasi trend mobile internet pada perkembangan anak ? Dengan melihat bahwa sesungguhnya banyak terdapat dampak positif dari perkembangan penggunaan internet, maka sebagai orangtua dari anak-anak di era teknologi seyogyanya turut mendukung anak-anak dalam menggunakan fasilitas ini, dengan tetap memberi batasan dalam penggunaannya untuk mencegah terjadinya dampak negatif terhadap anak-anak. Sesungguhnya memang lebih sulit membatasi anak-anak dengan mobile internet daripada anak-anak yang menggunakan fasilitas internet dengan komputer, hal ini disebabkan karena mobile internet dikemas dalam satu gadget yang multifungsi sehingga mudah dibawa kemana saja, ke kamar mandi sekalipun dan bisa diakses kapan saja.

sumber gambar dari http://www.networkintellect.com/blog/85-of-internet-users-worldwide-choose-mobile/

Dalam sebuah laporan survei yang dirilis oleh A Pew Internet and American Life Project pada tanggal 20 April 2010 disampaikan data mengenai bagaimana anak muda menggunakan telpon selular. Hasil ini diambil pada tahun 2009 terhadap 800 anak usia 12 sampai 17 tahun beserta orang tua mereka.

sumber gambar dari http://digitalis.nwp.org/resource/1324

Temuan singkat dari hasil survei tersebut adalah sebagai berikut :

  • Pesan teks adalah metode komunikasi yang disukai para  remaja dan teman-teman mereka.
  • Menelpon dengan ponsel adalah metode yang disukai komunikasi antara remaja dan orang tua mereka.
  • Anak perempuan menggunakan ponsel mereka untuk pesan teks dan menelpon teman-teman mereka lebih banyak dari yang anak laki-laki lakukan.
  • Meskipun sebagian besar sekolah melarang membawa dan menggunakan ponsel, remaja terus mengirimkan pesan singkat di kelas.
  • Umumnya, peraturan orangtua tidak mempengaruhi pola penggunaan telepon seluler remaja.
  • Remaja dari rumah tangga berpendapatan rendah lebih cenderung menggunakan ponsel untuk online dibandingkan remaja lain.
  • Konflik antara remaja dan orang tua tercatat berkaitan dengan penggunaan ponsel dan regulasi.
  • Sepertiga dari remaja usia 16-17 telah mengirim sms saat mengemudi.

Berdasarkan hasil survei tersebut, hal itu yang sebagian besar juga terjadi diantara usia anak muda dan usia anak sekolah di hampir seluruh bagian dunia ini.

Adapun dampak negatif yang saat ini juga sering terjadi dalam penggunaan jasa internet ini diantaranya  seperti pornografi, kekerasan, penipuan dalam bisnis online, penipuan melalui jaringan social media, penipuan kartu kredit, cyber crime dalam bentuk hacking dan cracking, kurangnya komunikasi baik dengan teman, saudara maupun orangtua dan interaksi sosial baik dalam rumah maupun dengan teman di lingkungan sekitar, dapat diatasi dengan batasan yang sesuai dengan perkembangan usia anak, mengingat bahwa dinding batasan dunia ini sudah terbuka semua dalam sebuah gadget, dengan melakukan hal diantaranya seperti berikut ini :

  • Memberi penjelasan mengenai kegunaan dari mobile internet kepada anak-anak, karena selain internet mempunyai banyak fasilitas yang berguna dan memberi dampak positif, juga menggunakan mobile internet memberi kepraktisan karena mudah dibawa dan dapat diakses dimana saja dan kapan saja
  • Memberikan penjelasan adanya dampak negatif yang mungkin timbul dalam melakukan akses kedalam internet dan upaya pencegahannya, seperti tidak meng-upload semua foto yang dimiliki kedalam jejaring social media, membatasi informasi yang dipublikasikan kepada umum
  • Memberi penjelasan situs apa yang boleh dibuka sesuai norma agama dan pendidikan yang anak-anak peroleh disesuaikan dengan umur dan kebutuhan mereka. Biasanya untuk anak-anak usia SD mereka lebih banyak menggunakan gadget atau fasilitas mobile internet untuk mendownload game. Sedangkan sesuai dengan perkembangan anak pra remaja dan remaja yang mulai banyak perasaan ingin lebih tahu dan ingin mengetahui segala sesuatu, beri penekanan, apa yang bisa dan pantas mereka akses dan untuk keperluan apa.
  • Dampingi anak-anak khususnya yang masih usia Sekolah Dasar dalam menggunakan mobile internet ini. Sedangkan bagi anak-anak usia pra remaja keatas, saat mereka sedang “on-line” dengan gadget mereka, tanyakan apa yang sedang mereka kerjakan dan pantau sekali waktu.
  • Tetap melakukan interaksi sosial. Ajaklah anak-anak untuk membatasi diri dari segi waktu dalam memakai gadget dan menggantikannya dengan melakukan kegiatan bersama-sama dengan teman di lingkungan atau berinteraksi dengan orang lain. Jika anak-anak memiliki gadget masing-masing maka batasilah penggunaannya untuk kuota dalam sebulan, setidaknya mereka akan menggunakan kuota yang ada dengan bijaksana, walaupun tak tertutup kemungkinan anak-anak akan mengakses di banyak tempat yang memiliki fasilitas Wi Fi
  • Buat aturan dan kesepakatan bersama anggota keluarga, kapan waktu yang tepat dan berapa lama melakukan akses internet dengan menggunakan mobile internet, misal apakah pulang sekolah atau kah hanya pada hari libur saja, selama berapa lama ? dan seterusnya. Tetapkan waktu rutin untuk melakukan hal bersama-sama tanpa gadget, misal saat makan pagi atau makan malam dan berliburan bersama keluarga

sumber gambar dari http://www.stealthmobiletracking.com/

Pada intinya bukan orang tua melarang anak menggunakan mobile internet untuk kebutuhan mereka, melainkan beri kepercayaan pada anak untuk bertanggungjawab dalam menggunakan mobile internet dan sebagai seorang anak yang seyogyanya dalam batasan usia sekolah, wajib memperhatikan waktu belajar dan waktu nya untuk bersosialisasi dengan lingkungan dan teman-temannya atau melakukan kegiatan off line yang lain seperti bersepeda, bermain bulu tangkis ataupun memancing dan melakukan kegiatan belajarnya.

Orang tua wajib memberi penjelasan dan mengayomi anak-anak dalam berinteraksi dengan media gadget apapun karena mereka juga jangan sampai tidak paham teknologi canggih yang dapat membantu mereka dalam banyak hal tapi orangtua juga wajib melindungi mereka dari hal-hal buruk sebagai dampak penggunaan media ini, dengan memberikan wawasan dan rambu-rambu yang jelas sesuai dengan perkembangan usia mereka.

Tulisan dan Opini ini bertema “Peran Orangtua Mengatasi Trend Mobile Internet terhadap Perkembangan Anak” yang diadakan oleh Dari Perempuan.com

LOMBA BLOG DPTALK


Cuti Besar, Perlu Gak Sih ?

Selamat pagi sahabat, pagi ini adalah pagi ke-12 hari kerja dimana aku sedang menikmati cuti besar ku. Sebagai seorang PNS, ini adalah kali ke-3 aku menikmati hari-hari dalam cuti besarku. Cuti besar yang pertama, aku ambil, saat aku sedang dalam proses kepindahanku dari kantor di Badan Pusat Statistik ke Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dari Oktober sampai dengan Desember 1997. Cuti besar kedua, aku ambil saat aku cuti melahirkan anak ke-3, yang sudah tidak dapat jatah cuti melahirkan lagi yaitu pada bulan Oktober 2003, dan yang ketiga adalah saat ini setelah 10 tahun bekerja.

Ide cuti besar sudah ada sejak tahun lalu, pada awalnya akan digunakan untuk menemani anakku nomer dua mendaftar dan menemani dia mengikuti masa orientasi selama sebulan di Adventist University of Philippines Academy (AUPA) di Cavite, Filipina. AUPA adalah sebuah sekolah setingkat SMA berasrama dibawah pendidikan agama Kristen Advent.
Rencananya akan berangkat kesana pada mid Mei sampai dengan mid Juni. Setelah itu, cuti besar akan digunakan untuk menemani Ibu ku berobat dan kontrol ke dokter yang merawat Ibu di Penang Adventist Hospital.

Tapi ternyata, rencana memang berubah tinggal menjadi rencana. Ibu meninggalkan kami selama-lamanya pada hari Kamis, 17 Januari 2013 dan secara langsung atau tidak langsung juga jadi merubah rencana studi anakku ke luar negeri. Mungkin memang aku yang jadi lebai karena aku jadi berat berpisah dengan orang-orang yang aku cintai, sehingga pendapat dan perasaanku mempengaruhi keputusan anakku. Anakku tidak jadi bersekolah di luar dan aku juga tidak jadi mengantar ibu berobat keluar.

Lalu, kenapa aku tetap mengambil cuti besar ? Pertama, aku merasa perlu istirahat atau ‘break’ sejenak dari kegiatan kantor, terlepas dari apakah hasil kinerjaku telah memuaskan banyak pihak.

Beberapa teman senior mengatakan tidak pernah mengambil cuti besar, yang sebenarnya merupakan hak dari karyawan, yang telah bekerja minimal 6 tahun secara berturut-turut dan memperoleh ijin dari atasan. Ntah mereka tidak tahu mengenai informasi Cuti Besar ini ataukah memang tidak mau. Ada yang berkomentar, mau ngapain cuti besar, ga ngerti ngerjain apa di rumah, nanti malah bengong, nanti bosan ah di rumah. Lucu juga, tapi ya itu memang pilihan, kenapa mesti cuti besar kalau istirahat di hari Sabtu Minggu sudah cukup bersama keluarga, bukan ?

Hal yang kedua yang aku lakukan adalah menyelesaikan buku pertama non fiksiku, yang Puji Tuhan, saat ini draft naskahnya sudah masuk ke Penerbit dan kabarnya ada proses 2-3 bulan untuk mendapat jawaban apakah naskahku bisa diterbitkan atau tidak. Aku juga bersyukur, ada 4 teman yang sudah bersedia dari 5 orang yang aku minta untuk membuat kata pengantar dalam buku perdanaku ini. Dan dari 4 orang yang menyatakan bersedia, satu orang sudah mengirimkan kata pengantarnya. Yang lain, masih aku tunggu ya 🙂

Memang benar, mengerjakan sebuah tulisan, membuat pikiran tergali lagi untuk menulis buku yang lain. Saat aku sedang merampungkan naskah buku pertama, aku sudah mulai mem-plot cerita untuk naskah fiksi pertama dan naskah non fiksi kedua.
Ah terimakasih juga untuk banyak teman blogger yang menjadi sumber inspirasiku. Hanya sayangnya karena mood untuk mengetik tulisan muncul pada malam hari, aku harus berusaha keras untuk melawan kantuk atau tidur cepat dan mengerjakan tulisan di pagi hari saat anak-anak dan suami sudah berangkat beraktifitas. Maklum, aku sudah lama tidak begadang, biasanya di hari kerja, aku akan tidur cepat karena harus bangun lebih awal.

Selain menulis, apa sih yang aku kerjakan di cuti besar ini ? Sebagai ibu yang biasanya pergi kerja, berangkat jam 7 dan sampai lagi di rumah jam 17, banyak hal yang biasanya aku kerjakan terburu-buru di hari biasa, misalnya menyiapkan sarapan, bekal sekolah ataupun makan siang dan malam. Semua dikerjakan asal tersedia aja, kadang sudah tidak pakai ‘rasa’ hehe….selain tidak ada rasa sedap, juga tidak ada rasa di hati #parah-tepok jidat-ketauan!!# nah sekarang, semua itu bisa dikerjakan dengan lebih penuh kasih 😀 Aku bisa menanyakan anak-anak mau bawa bekal apa ke sekolah dan membuatkannya, demikian juga untuk makan siang dan malam, yang biasanya anak-anak dimasakkan asal-asal saja, sekarang malah bisa masak bersama denganku sepulang sekolah sesuai selera mereka.

Membersihkan rumah yang biasanya aku serahkan pada pembantu 100 persen, bisa juga aku kerjakan, aku bisa membongkar pakaian dan buku yang tak pernah disentuh selama ini, merapikan rak pakaian, sepatu dan buku, menyortirnya untuk dapat dibagikan kepada orang lain. Senang rasanya ada kerabat yang datang untuk mengambil dan bahagia melihat barang-barang tersebut dapat mereka manfaatkan di rumah.
Puas juga rasanya membersihkan rumah sesuai yang kita inginkan, walau lelah tapi bersih.

Merawat halaman dan kebun, diantara waktu menulis, juga merupakan keasikan tersendiri yang bisa dilakukan. Semua, yang selama ini tidak terperhatikan dengan baik, bisa menjadi lebih terawat di masa-masa cuti ini. Satu hal yang belum bisa aku lakukan sampai dengan hari ini adalah membereskan pakaian dan kamar Ibu Almarhum 🙁

Masih banyak hal lain, yang tak dapat dilakukan dengan baik saat bekerja karena sudah lelah bekerja dan perjalanan pulang pergi ke tempat kerja, seperti memandikan anjing, menemani anak belajar, bahkan untuk memainkan piano untuk sebuah lagupun, kadang tak sempat karena kehilangan mood 🙂

Ada teman yang bukan PNS mengatakan wah asik kan kalau cuti dapat uang cuti. Oh itu pendapat yang salah dan keliru karena PNS yang mengambil Cuti Besar, justru tidak mendapatkan apa-apa, tunjangan fungsional sebagai perekayasa madya diberhentikan, tunjangan kinerja tidak terima karena memang tidak berkinerja dan juga tidak ada uang makan dan tunjangan internal, semua tidak diterima dalam tiga bulan ini. Lalu mengapa aku tetap mengambil cuti padahal tidak mendapat apa-apa ? apakah sudah kelebihan uang ? atau apa yang dilakukan di rumah bisa menghasilkan puluhan juta ? Amin….semoga apa yang disampaikan menjadi berkat buat aku di kemudian hari.

Saat ini memang belum ada penghasilan materi berlimpah yang aku terima di saat cuti besar ini, namun aku bahagia dan penuh syukur. Semoga apa yang aku kerjakan saat ini dapat memberi kebahagiaan lahir batin buat aku, kerabat dan keluarga.

Selamat beraktifitas sobat !!

Buat teman yang ingin tahu lebih banyak tentang Cuti Besar, klik disini yaa


“Gebyar Persada Khatulistiwa” SD Santa Ursula BSD

Selama 2 (dua) hari mulai dari tanggal 18 sampai dengan 19 Oktober 2012, SD Santa Ursula Bumi Serpong Damai menggelar sebuah karya seni budaya dalam bentuk Pagelaran “Gebyar Persada Khatulistiwa” yang menampilkan 13 tarian termasuk Tarian Pembuka dan Tarian Penutup, yang ditampilkan oleh kurang lebih 180 anak SD Santa Ursula BSD. Tarian tersebut adalah Tarian Ondel-ondel (Betawi), Tari Rara Ngigel (Jawa Tengah), Tari Jejer Banyuwangi (Jawa Timur), Tari Pergaulan (Bali), Tari Selendang (Maluku), Tari Piring (Padang), Tari Saman (Aceh), Tari Tifa (Nusa Tenggara), Tari Gong Mandau (Kalimantan), Tari Pakarena (Sulawesi), Tari Yamko Rambe Yamko (Papua).

Pagelaran yang dilaksanakan ini selain untuk memupuk rasa cinta terhadap tanah air dan budaya pada bangsa sendiri, juga sebagai bentuk kegiatan untuk menumbuhkan rasa percaya diri pada anak melalui gerak dan tari. Kegiatan ini juga melatih anak untuk dapat berkordinasi dengan baik dengan sesama teman dalam kelompok tarinya ataupun dengan kelompok tari yang berbeda, seperti yang tampak pada Tarian Pembuka dan Tarian Penutup.

Persiapan pagelaran ini telah dilakukan sejak 1 (satu) tahun lalu, dengan berlatih selama 2 (dua) jam setiap hari Senin dan latihan intensif pada minggu terakhir, diakhiri dengan Gladi Kotor dan Gladi Bersih pada 1 hari menjelang Pagelaran. Tim pelatih anak-anak adalah dari Grup Tari Barata dan para guru.

Dengan HTM sebesar Rp 100.000,- dan kontribusi dari orangtua sebesar Rp 150.000,- untuk kostum dan make up per tarian, aku pikir harga yang sesuai sebagai bentuk apresiasi atas ketekunan anak-anak berlatih dengan hasil yang luar biasa itu. Mencintai budaya bangsa sendiri, tidak dapat hanya dilakukan dengan slogan dan diskusi saja dalam seminar ataupun workshop ilmiah. Mencintai budaya itu mesti diinternalisasikan dalam keseharian, dalam bentuk latihan dan melakukannya sendiri.

Daniel, si bungsu, yang memang selalu aktif bergerak, meng-iyakan langsung saat ada tawaran untuk mengikuti kegiatan Tari Nusantara ini tahun lalu (September 2011, saat ia masih duduk di kelas 2 SD). Daniel bukan saja memahami betul lagu dan gerak tari yang diperagakannya, tapi ia juga mampu menyanyikan beberapa lagu daerah yang ia dengarkan saat berlatih bersama teman-teman yang lain.

Undangan
IMG01162-20121018-0835

Tari Saman (Aceh)
IMG01193-20121018-1854

Tari Pakarena (Sulawesi)
IMG01204-20121018-1909

Tari Piring (Padang)
http://i1247.photobucket.com/albums/gg634/dlaraswatih/GPK%202012/IMG01183-20121018-1850-1.jpg

Tari Selendang (Maluku)
IMG01178-20121018-1828

Tari Jejer Banyuwangi (Jawa Timur)
IMG01171-20121018-1819

Seluruh pendukung pagelaran dan para guru ikut melebur dalam Tarian Penutup
IMG01218-20121018-1924

Daniel beserta teman-teman setelah pagelaran, dengan kostum penari daerah Betawi
IMG01220-20121018-1935

Luar biasa, salut kepada 180 anak yang terlibat dalam pagelaran ini dan ucapan selamat untuk Suster Fransisco yang telah begitu peduli untuk mengembangkan rasa cinta budaya dan menanamkannya pada anak-anak sejak dini. Semoga kegiatan semacam ini akan terus diprogramkan di sekolah ini dan dapat diikuti oleh sekolah-sekolah lain, sehingga setiap anak bisa disibukkan dengan sebuah kegiatan yang positif di sekolah dan tidak ada waktu untuk tawuran 🙂