GPIB Imanuel, Gambir, Jakarta

Peletakan batu pertama pembangunan gereja ini, bertepatan dengan ulang tahun Raja Willem I yang ke-63 pada tanggal 24 Agustus 1835. Pembangunan gedung gereja ini dilaksanakan oleh seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang bernama J.H. Horst selama 4 (empat) tahun. Dan kemudian diresmikan pemakaiannya pada tanggal 24 Agustus 1839 dengan nama kehormatan “Willems Kerk”. Biaya pembangunan gereja ini saat itu berasal dari dana jemaat dan sumbangan Pemerintah Belanda.

Menurut sejarah, gedung gereja ini dibangun dengan menggunakan unsur arsitektur Poppies. Bentuk unik gedung ini merupakan perpaduan dari kebudayaan Hellas dan kebudayaan Romawi, bagian dalam gedung ini berbentuk lingkaran. Dan bagian atas gedung berupa kubah. Daun pintu dan daun jendela gereja lebar dan besar sehingga sirkulasi udara berjalan baik. Gedung gereja mempunyai 4 serambi dengan 18 tiang besar. Gedung ini terdiri dari dua lantai, lantai atas digunakan untuk tempat pemain musik orgel dan tempat duduk jemaat.

Saat ini, bangunan gedung gereja masih berdiri dengan baik, walau pada beberapa tempat memerlukan renovasi yang signifikan. Alat musik Orgel yang dibuat pada tahun 1839 di Belanda oleh J Batz dan dipasang pada tahun 1843, masih berfungsi dengan baik sampai hari ini, luar biasa. Pada tanggal 31 Oktober 1948, ketika Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat berdiri, gedung gereja ini berubah namanya menjadi “Imanuel” yang berarti Tuhan Beserta kita.



Melalui SK Gubernur DKI Jakarta No 11/I/22/1972 tanggal 10 Januari 1972 dan oleh Pemerintah Pusat ditetapkan sebagai Cagar Budaya (Obyek Pariwisata) yang dilindungi oleh Undang-undang RI No 5 tahun 1992. Oleh karena itu kita semua wajib menjaga kelestariannya.

Oh ya, kami kesana dalam rangka mengantar anak-anak melayani bersama PSA Eclesia dari GKI Serpong

Tuhan berkati GPIB Imanuel dan kita semua. Amin


Queen of Reversal

Dua minggu terakhir ini, aku sedang menikmati drama komedi romantis Korea, yang ditayangkan mulai dari pukul 16.30 di Indosiar, walau beberapa kali terlambat untuk menonton tapi cukup terhibur dengan drama ini karena ringan, mengalir, haru dan lucu serta menampilkan konflik dan intrik yang muncul di tempat kerja sehari-hari. Drama ini ditayangkan dalam 31 episode dan beruntungnya aku baru menikmati di episode ke- 25 …. 🙁

Drama seri ini berjudul Queen of Reversal, dengan detil

  • Judul : Yeokjeonui Yeowang
  • Judul Lain : Queen of Reversals
  • Sebelumnya dikenal : ??? ?? / Queen of Tears
  • Genre: Romance, comedy
  • Episodes: 31
  • Stasiun TV: MBC
  • Periode Tayang : 18 oct 2010 – 01 Feb 2011 [Korea] /
  • Waktu : Senin & Selasa, Pkl:  21:55 waktu korea
  • Producer: Choi Yi Sup, Kim Seung Mo
  • Sutradara : Kim Nam Won, Jung Dae Yoon
  • Penulis Naskah : Park Ji Eun

 

Sinopsis ceritanya mengenai seorang wanita bernama Hwang Tae Hee, yang kuliah, bekerja dan menikah seperti kebanyakan wanita. Menjadi ibu rumahtangga dan wanita karir adalah dambaan setiap wanita, apalagi dapat menikah dengan pria yang didambakan dan dikenal sejak masa kuliah. Namun bukan begitu akhir cerita yang terjadi dalam hidup Hwang Tae Hee.

Hwang Tae Hee adalah putri seorang chaebol dan pemimpin tim di tempat kerjanya. Dia menikah dengan Bong Joon Soo yang bekerja di perusahaan yang sama. Ketika mantan pacar Bong Joon Soo, Baek Yeo Jin, yang kebetulan saingan Hwang Tae Hee  juga, mulai bekerja dalam timnya, masalah mulai muncul ke permukaan. Tae Hee menyulap tantangan cinta dengan mereka yang bekerja, membantu membentuk tim dalam departemen bersama direktur sekaligus bosnya, Goo Yong Shik. Keberhasilan tae Hee tampak dalam masalah cinta, bagaimanapun, dia menghadirkan masalah lain saat ia mulai menyadari kenyataan pernikahan, dan melibatkan banyak hambatan untuk diatasi,

Drama ini diperankan oleh Kim Nam Joo sebagai Hwang Tae Hee, Jung Joon Ho sebagai Bong Joon Soo, Chae Jung Ahn sebagai Baek Yeo Jin, Park Shi Hoo sebagai Goo Yong Shik.

Dan ini salah satu original sound track nya yang amat aku sukai

Selamat menikmati tayangan ini.

Sumber : You Tube dan Google


Surga Buku – Ku

Pertama aku mengucapkan banyak terimakasih kepada Melmarian, pemilik blog Surga Buku-ku, yang membuka tema – seperti apa sih Surga Buku dalam versimu – dalam ulang tahunnya yang pertama. Pertanyaan ini menjadi salah satu alasan buat ku juga untuk menuliskan apa yang aku pikirkan dan bayangkan mengenai Surga Buku-ku karena aku amat sangat suka membaca sejak aku kecil dan seandainya aku menang, aku memilih hadiah paket yang pertama, yaitu paket buku berjudul Dunia Sophie karangan Jostein Gaarder, yang merupakan sebuah novel filsafat, yang mengajak kita untuk mengingat siapa kita manusia ini, yang selayaknya memiliki akal budi dan hati nurani.

Kembali ke tema tulisan yang diminta Melmarian, Surga Buku adalah suatu tempat yang nyaman untuk membaca buku apa saja yang aku sukai. Dulu, waktu aku kecil, orangtuaku, tepatnya ayahku yang seorang pegawai negeri dengan lima orang anak, selalu mengajak kami berbelanja buku satu bulan sekali, tapi karena uang ayah terbatas, kami hanya diberi kesempatan untuk memilih 1 buku saja tiap orang. Jadi, karena keinginanku besar untuk membaca buku ini dan itu, aku membujuk adik-adikku (aku anak nomer dua dari lima bersaudara) untuk memilih buku yang aku inginkan (lagi) juga. Kadang adikku menolak dengan alasan, aku ga ngerti buku yang mbak pilih. Lalu aku akan merayu mereka dengan berkata, nanti mbak ceritain di rumah deh. Kadang rayuan ini berhasil, kadang tidak, tapi aku cukup berpuas hati karena ayah memberiku kesempatan memiliki buku baru bulan itu.

Hal yang lain lagi, karena aku (sangat) suka membaca, aku juga sering meminjam buku di perpustakaan sekolah dan kadang di perpustakaan tetangga dekat rumah, yang kebetulan seorang dokter. Sebelum terjadi kejadian buku pinjaman di rumah dokter itu rusak saat aku pinjam, aku sering meminjam disana, tapi setelah kejadian itu, ayah melarang aku dan adik-adik meminjam disana. Buat ayah, hal itu memalukan, menunjukkan bahwa kami tidak bisa menjaga buku milik orang lain dengan baik. Cukup sedih hatiku saat itu, karena itu berarti mengurangi kesempatanku untuk membaca buku lebih banyak dalam minggu itu.

Surga Buku, yang aku impikan, adalah sebuah ruang atau pojok ruang yang cukup nyaman, dengan sofa atau kursi empuk, yang tak perlu mahal, dengan karpet atau tikar lembut yang menghampar, sehingga di saat lelah duduk membaca, aku bisa membaca sambil berbaring. Surga Buku tentu harus ada rak buku dengan buku-buku yang rapi berjajar di dinding. Buku akan aku pisahkan menurut kelompoknya, seperti kelompok novel, novel terjemahan, novel asing, buku bacaan anak-anak, buku belajar bahasa asing dalam berbagai bahasa, komik, yang semuanya akan aku kelompokkan menurut pengarangnya. Aku suka buku yang berseri. Aku menyukai pengarang novel atau cerita berseri seperti NH Dini, Clara Ng, Ayu Utami, Dewi Lestari, Nicholas Spark, Sidney Sheldon, Danielle Steel, Agatha Christie, Enid Blyton (Lima Sekawan) dan Herge (Tintin). Jadi Surga Buku ku mesti lengkap dengan seri-seri mereka. Aku juga sangat menyukai buku-buku yang dikarang dengan menggunakan setting lokasi di Jepang atau Korea, seperti karangan Toto Chan, Ilana Tan (Summer in Seoul), Yasunari Kawabata (Snow Country), Banana Yoshimoto (Kitchen), Natsume Soseki (Botchan) dan yang terakhir aku baca dari Yoshichi Shimada (Saga no Gabai Bachan). Dan juga novel psikologi karangan Torey Hayden seperti Sheila : Luka Hati Seorang Gadis Kecil.

Selain buku dan tempat duduk yang nyaman, Surga Buku ku tentu mesti dilengkapi dengan sebuah meja untuk meletakkan laptop dan alat tulis menulis, karena membaca selalu erat kaitannya dengan kegiatan menulis. Ruang yang nyaman, perlu dilengkapi dengan suasana yang nyaman, tentu akan aku lengkapi dengan audio visual yang melantunkan lagu-lagu khususnya instrumentalia dari Richard Clayderman atau Yuriko Nakamura. Hmm…cukup nyaman bukan Surga Buku ku ? Kurang apa lagi yaa? Oh ya cemilan mesti disediakan dan juga minuman ringan di pojok ruangan, tersedia dispenser bagi yang mau membuat minuman panas atau dingin, kopi atau teh atau bahkan susu hangat, tapi amat sangat dilarang membaca sambil makan dan minum. Tentu menyenangkan membaca buku ditemani minuman hangat di kala malam atau di kala hujan.

Silakan mampir di Surga Buku ku, yang masih dalam angan-anganku. Sekali lagi…..Selamat Ulang Tahun untuk Surga Buku ku dan terus berkarya buat Melmarian. Sukses selalu….. 🙂

Sumber gambar dari Ms Google


Wisata Kuliner (Malam) di Kota Medan

Malam ini, kami berencana untuk berwisata kuliner di kota Medan, setelah perjalanan dari Berastagi yang dilanjutkan berenang di kolam renang Hotel Tiara, ada beberapa tempat yang kami rencanakan kesana, salah satunya adalah pecinan pusat jajanan di Jalan Semarang dan Jalan Selat Panjang.

Ada aneka makanan disana, dari yang halal sampai non halal, dari makanan ringan sampai makanan berat,  dari masakan lokal sampai masakan luar, dan tentu semuanya lezat dan patut dicoba.

Kami sempat berputar-putar karena salah jalan, dan kesulitan tempat parkir, namun itu semua terbayarkan dengan suasana makan yang open air dan tidak membosankan. Saat kami datang, seorang pelayan yang menyebut nama dirinya Bang Iwan, dengan sigap menyambut kedatangan kami, mencarikan tempat kami duduk dan mencatat pesanan kami, sementara kami masih berorientasi di lokasi.

Daniel, Arum dan suami sudah menetapkan pilihan, Kuetiau goreng dan Nasi goreng (standar pilihan mereka, tapi karena disini tempatnya, ya pasti enak dan mantabs), aku sendiri memesan Nasi Campur, sedangkan kak Dita akhirnya memilih Nasi Simangunsong (ini baru beda 🙂 )

Perut kenyang, hati senang, mata ngantuk poll…..Puji Tuhan….


Obyek Wisata Bukit Gundaling, Berastagi

Selama di Berastagi, kami menginap di Berastagi Cottage di Gundaling, yang letaknya tidak jauh dari obyek wisata Bukit Gundaling. Jadi, tentu kami ga melewatkan kesempatan untuk mampir kesana. Bukit Gundaling ini memiliki ketinggian 1575 meter dari permukaan laut dan dari sana, kami bisa melihat keindahan panorama menghadap kedua buah pegunungan besar yaitu Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung, yang mengapit kota Berastagi.

Gunung Sinabung, gunung berapi aktif di dataran tinggi Karo dengan ketinggian gunung 2460 m. Gunung ini menjadi puncak tertinggi di Sumatera Utara, terakhir meletus tahun 1600, dan kembali meletus September 2010. Sedangkan Gunung Sibayak adalah gunung yang menghadap ke kota Brastagi. Orang Batak Karo menyebutnya Gunung Raja, dan meletus terakhir tahun 1881. Gunung ini berada di sekitar 50 kilometer barat daya Kota Medan.

Bukit Gundaling, kurang lebih sama seperti Puncak, Jawa Barat, disana hawanya sangat sejuk, banyak pepohonan dan tanaman yang indah, ada dokar atau andong yang siap membawa kita berkeliling seputar Bukit Gundaling, ada penjual kelinci dan yang jelas, pengunjung dapat bersantai menikmati pemandangan disana.

Patung pasangan dari Tanah Karo menyambut kami

Pemandangannya

Dijual juga aneka satwa seperti kelinci…yang menggemaskan buat anak-anak

Suasana di Bukit Gundaling, nyaman untuk bersantai …

dan disini, bisa dibeli aneka souvenir khas Brastagi, Gundaling ataupun Sumatera Utara, seperti aneka kerajinan kayu, kain khas daerah, kaos-kaos dan banyak lagi

Selamat menikmati Bukit Gundaling dan kesegaran di sekitar bukit ini.

 

 


Awali Hari di Jamin Ginting

Berastagi, tepatnya di Jalan Jamin Ginting, buat aku, ga ada habisnya kalau urusan kuliner atau makanan, dari pagi sampai malam mau cari makan selalu ada. Kalau sebelumnya kuliner malam dalam tulisanku, itu bisa buka dari sore sampai subuh. Nah setelah subuh, bisa nih ke tempat-tempat yang kami kunjungi di seputar ruko dan pasar di Jalan Jamin Ginting, Berastagi….yakin deh bakal puas, sepuas-puasnya sarapan ini dan itu…

Di pagi itu, kita bisa sarapan lontong sayur Medan, mie keriting pangsit Medan, mie kwetiau goreng, nasi hainam, nasi campur, dan lain-lain, yang pasti semuanya murah meriah dan porsi besar …

Ini salah satu pojok nyam-nyam, ada lagi pojok yang lebih ramai di depan bekas bioskop lama, di belakang tempat ini.

yuk mari mulai mencari

sepertinya yang ini oke, rame banget

tuh liat si encik masak nya cepet banget, yang antri untuk dibungkus juga banyak, emang enak banget kwetiau gorengnya

lontong sayur, mau ? ini ambil dari toko sebelah

atau mie ayam ? ga ada pangsit nya nih ..payah … ga sesuai dengan judul gerobaknya 🙁

hmm mantabs kan…tunggu ya foto yang lain dari sekitar jalan ini

 


Wisata Agro dan Pemandian Air Panas PARIBAN, Sidebuk Debuk

Perjalanan kami lanjutkan ke Pemandian Air Panas Lau Sidebuk Debuk, yang terletak di kaki Gunung SIbayak, dimana banyak terdapat sumber air panas belerang, yang dikelola oleh masyarakat setempat sebagai tempat pemandian umum dan memiliki temperatur antara 27 sampai 35 derajat celcius.

Ada banyak tempat pemandian disana, tapi satu yang ingin kuceritakan disini dan merupakan salah satu yang terbaik dikelola yang aku temukan di Sidebuk Debuk ini, yaitu Wisata Agro dan Pemandian Air Panas PARIBAN, yang dimiliki oleh seorang yang mengaku ‘petani’ bermarga Surbakti.

Sebelum kami berada disana (PARIBAN-maksudnya), kami telah berkeliling mendatangi beberapa tempat dan geli melihat tempat dan tingkah laku orang yang mandi di pemandian, kami bersyukur menemukan tempat ini, walau akses jalan menuju kesana sangat sempit sekali, tapi jalur datang dan kembali sudah diatur satu arah, tapi ya tetap ada yang bandel, macam ini

Masuk menuju PARIBAN

Tempat pemandian menghadap Gunung SIbayak

Dan mari kita mulai berwisata agro, dari ikan, kelinci, kebun buah dan stroberi

dan kolam ikan…

dan kebun stroberi…tapi buahnya belum banyak 🙁

kebun daun bawang

pelataran parkir yang luas dan pondok pemandian yang tertata rapi

arena flying fox

dan pondok tempat jajan dan makan

hm…menyenangkan sekali berada disini, apalagi jika berada disini di malam hari, air panas belerang tentu akan benar-benar terasa menghangatkan badan di udara yang dingin di tanah Karo ini.