
de Laras Berbagi Buku Cerita Anak

Siapa bilang menulis Cerita Komedi itu mudah? Ga mudah karena butuh pemilihan kata, olah emosi dan masuk nalar. Jadi menurutku, seorang komedian yang berhasil mengundang tawa dalam sebuah pertunjukan Stand Up Comedy itu, patut diacungkan dua jempol.
Lalu, dari WAG Gogyoshi nya Mbak Geva ada ajakan ini. Pikir-pikir kenapa tidak mencoba, siapa tahu lucu. Iya kan? Kalau ga lucu, pasti sudah dicoret sama Mbak Geva. Akhirnya aku pun mencobalah. Persyaratannya seperti ini, ada cerpen dan puisi tentang cerpen.
Untuk cerpussitkom, ketentuannya adalah sbb:
1. Cerita pendek dengan jumlah kata 750-1500 kata
2. Berisi kisah lucu/komedi
3. Disisipkan puisi singkat yang berkaitan dengan isi cerita
4. Sertakan bionarasi dan maksimal 50 kata
5. Naskah ditulis dengan font TNR 12, spasi 1,5, margin normal
Pojok Komedi Berpuisi, berisi 27 tulisan berupa cerita pendek dan puisi dengan situasi komedi. Komedi? Ah masak sih? Emang lucu? Lucu banget, setidaknya akan menghibur dan membuat kita tersenyum.
Seperti umumnya dinamika dalam kelompok buku antologi, kami juga melakukan voting untuk pemilihan judul buku
Pilih judul:
1. Mati Ketawa ala Penulis
2. The Corner of Jokes
3. Pojok Komedi Berpuisi (8)
4. Cara Tertawa Pintar
5. Ketawa Itu Tidak Berdosa
6. Penulis Garis Lucu (6)
7. Pengen Ketawa, Takut Dosa (4)
8. Pengen Dosa, Takut Ketawa (3)
Akhirnya terpilihlah judul dengan suara terbanyak. Penasaran? Miliki bukunya dan simak kisah menarik dari para penulis.
Ada satu tulisanku di sana, berjudul Panekuk Subuh Rasa Micin, yang membuat Nita makin bucin pada Rado, simak kelanjutannya ya.
Diterbitkan oleh Elfa Mediatama dengan PJ mbak Genoveva Dian
Ini buku Senandika ku yang pertama. Memalukan sesungguhnya saat pertama aku mengirimkan naskah pada PJ Buku Antologi ini aka Kak Kian Permana. Mengapa memalukan? Karena senandika ini, menurut aku seperti puisi yang diprosakan. Jadi perlu diksi yang halus dan cermat walau di awal pengumpulan, Kak Kian hanya mengatakan seperti menulis buku harian saja (POV 1). Tapi ternyata ga semudah itu. Bahasaku terkesan kaku. Kurang puitis (kurang romantis dan kurang mendayu, kurang… halah), ya kurang puitis lah menurut aku. Aku terlalu gamblang dan detil, jadi malah seperti cerpen atau pentigraf.
Akhirnya berkat kepiawaian jiwa seni Kak Kian, dilakukanlah perombakan, sehingga tulisan Serenada Rindu ku ini jadi jreng…jreng.. keren banget. Untuk moodnya sebenarnya sudah kena banget, karena bercerita tentang penugasan dinas seseorang di masa pandemi. Perjalanan Dinas di masa seperti ini memang dobel khawatirnya ya. Apalagi dilakukan di akhir tahun, yang cuacanya tak menentu. (Note : Serenada Rindu, aku kirimkan pada Kak Kian tanggal 7 Desember 2020) Ah kena banget deh kalau mood dan suasananya. Hanya untuk diksi, aku belajar banyak dari Kak Kian, yang super sabar ini.
Jadi, Senandika itu apa sih? Simak di sini ya, penjelasan yang aku kutip dari Kak Kian di WAG Senandika.
Senandika adalah sebuah karya sastra yang termasuk dalam prosa modern. Di adaptasi dari sebuah wacana suatu tokoh kepada dirinya sendiri dalam karya sastra dari sebuah skrip drama.
Meski tergolong dalam prosa keindahan penyusunan senandika perlu diperhatikan, bisa menggunakan diksi atau majas, tapi harus seimbang dan memang sesuai dengan konteks senandika yang notabene diadaptasi dari bahasa tutur.
Namun, senandika tidak terikat majas, rima, diksi, dan lainnya seperti halnya puisi. Meski begitu senandika tetap estetik dan menarik.
Nah unik kan. Puisi tapi Prosa. Prosa minimalis tapi tetap estetik dan menarik. Wih, bolak balik naskah Serenada Rindu ku direvisi Kak Kian, tapi Puji Tuhan, hasilnya akan membuat kamu meleleh. Aku yakin bukan hanya naskahku yang membuat perasaan seperti berjalan di roll coaster tapi juga tulisan lain, karena benar-benar ditulis pakai hati….
Saat ini (5 Maret 2021), buku Antologi Senandika bertema Di Hujung Tahun, yang akhirnya berjudul Ruang Bernama Kenangan, yang ditulis sebanyak 37 orang penulis, masih dalam tahap menunggu proses layout. Mohon bersabar ya para penggemar 😉
Daftar Penulis Buku Ruang Bernama Kenangan
Mohon bersabar menunggu proses terbitnya buku ini. Kami dalam tahap Vote Cover di WAG hari ini, sedang seru-serunya 😀 dinamika kelompok buku Antologi
Final Cover (Updated 12 Maret 2021)
Salam literasi
Ibu adalah sosok yang selalu dirindukan. Buat kebanyakan orang pada umumnya. Tapi mungkin tidak, bagi sebagian orang. Ibu juga bukan manusia sempurna. Ibu punya banyak pilihan dan pada beberapa ibu ada keberanian untuk memilih. Setidaknya kalau Ibu bukan alasan untuk pulang, makam Ibu akan jadi tempat untuk ungkapan syukur dan kerinduan.
Dalam sebuah event yang diadakan oleh Perkasa Creative Writing bertema Pulang, di akhir 2020, aku menuliskan sebuah cerpen berjudul Hanya Karena Ibu. Karena memang hanya Ibu-lah, alasan kerinduan Ginanjar, sang tokoh untuk pulang ke rumah. Bagi Agin, begitu ia biasa disapa adik-adiknya, Ibu adalah penguat, pendorong dan penopang hidupnya. Di tengah kekacauan hidupnya, bayang Ibu membuat ia mampu bertahan. Ibu juga menguatkan agar Agin sabar menanti keputusan dari balik jeruji penjara.
Mari kita nantikan terbitnya buku antologi Pulang ini, yang juga berisi kisah dari para penulis lain, yang menyentuh hati para pembaca.
Oh ya, saat ini, 9 Maret 2021, masih dalam tahap voting cover
Salam literasi.