Bekal Kehidupan

Bersambung (Menyambung) dari tulisan dibawah ini yang berjudul Tidak Cukup Hanya Pendidikan Agama, banyak orang bertanya terutama kaum Ibu, padaku, bekal apa yang aku berikan saat melepaskan dua anak (perempuan) kami untuk bersekolah dan bekerja di luar (kota dan negeri)?

Aku hanya bisa menjawab, bekal Firman Tuhan (agama) dan Adat Budaya (Timur).

Bekal Agama mengajarkan kita untuk dekat pada Tuhan, sesama dan ketenangan diri dimanapun kita berada.

Bekal Adat Budaya (Timur) mengajarkan kita untuk berpijak, mengingat dari mana kita berasal, nama keluarga besar yang harus dipegang (Soegeng Priyodarminto, Silalahi Sidabariba dan Manihuruk) serta para leluhur dan agar tidak terjadi gegar budaya. Menjadi blend (istilah anak sekarang) dengan budaya negara (sukubangsa) lain, tidak harus membuat kita kehilangan citra diri.

Prinsip “lain ladang lain belalang lain lubuk lain ikannya” bisa dilakukan, dengan tetap tahu siapa diri kita.

Oh ya ini hanya bekal ya, sama seperti kala kita membawa bekal buat anak-anak semasa kecil berangkat sekolah. Bekal bisa mereka makan atau tidak. Tapi saat membuat bekal tentu kita berdoa agar bekal ini dapat menguatkan mereka selama dalam perjalanan dan di sekolah.

Semoga tulisan ini menjawab pertanyaan teman-teman. Salam Jumat.

Menulis ini membuat Mamak rindu sangat pada kakak Andita dan kakak Arum. Tuhan memberkati kita semua.


Tidak Cukup Hanya Pendidikan Agama

Mendidik anak menjadi anak beragama itu tugas mulia orang tua. Tapi akan lebih mulia lagi, bila kita mampu mendidik anak dalam keragaman suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).

ngawi

Walau itu pun belum tentu menjadi jaminan, karena perilaku seseorang terhadap orang lain, bisa dipengaruhi banyak hal, diantaranya : lingkungan ia dibesarkan, pendidikan dan juga teman-temannya.

Dulu, sebelum orang sungguh “beragama” atau mendalami ilmu agama, kehidupan antar manusia dipenuhi dengan kedamaian. Semua saling menghormati dan menyayangi.

Sekarang, setelah orang mengenal agama-nya, kehidupan makin terkotakkan, sekolah di sekolah tersendiri, kumpulan hanya sesuku, sepaham hanya dengan yang segolongan. Yang di luar itu, ga saling kenal.

Aku bersyukur berada dalam lingkungan keragaman SARA. Beragam, tidak memperbesar perbedaan tapi merangkai keunikan dan saling menghormati.

Bersyukur bisa mengalami masa kecil berjumpa dengan Eyang buyut (dari pihak Ayah), Eyang Darmowijoyo yang selalu terbuka memeluk kami yang berbeda agama dengan tangan tuanya di hari raya Idul Fitri. Beliau nyata mengajarkan kerukunan itu di antara anak cucu dan buyut.

Foto : Sebagian buyut bersama Eyang Buyut. Eyang Buyut Putri (Nyi Samidah bin Moh Irsad) menikah dengan Eyang Buyut Kakung (Ki Dasijun Darmowidjojo bin Atmoprawiro)


Sago Mee, Mie Instant Hasil Inovasi PTA*)

Mie biasanya terbuat dari tepung terigu. Sago Mee adalah hasil inovasi dari Pusat Teknologi Agroindustri (PTA) OR PPT (dulu BPPT). Mie ini  berbahan baku sagu. Sago Mee memiliki aneka varian rasa seperti ayam bawang, laksa bangka, soto pedas maupun mie goreng,  dalam kemasan 70 gr.

Papan Nuansa Isabela

Menurut Bapak Ir. Arief Arianto, M.Agr (Kepala Pusat Teknologi Agroindustri OR PPT), tidak semua negara diberi anugerah tanaman sagu. Lebih dari 95% tanaman sagu dunia hanya dapat ditemui di Indonesia, Papua Nugini dan Malaysia. Lebih dari 50% atau tepatnya 55% tanaman sagu dunia, terdapat tumbuh di Indonesia dengan luas sekitar 1,5 Juta Ha.

Pemanfaatan sagu menjadi produk mie sagu, merupakan upaya inovasi teknologi yang dilaksanakan PTA – OR PPT untuk memberdayakan tanaman asli Indonesia.

Di Kabupaten Bangka tanaman sagunya disebut sagu rumbia. Ini unik karena tumbuh di lahan yang memiliki kandungan mineral. Sagu ini kemudian dadikan mie instan dengan kualitas tinggi dan terjamin, dimana warna produknya putih dan bersih

Hilirisasi dan komersialiasi teknologi produk mie sagu dilakukan melalui kolaborasi dengan industri yaitu PT Langit Bumi Lestari dan PT Bangka Asindo Agri. Perusahaan tapioka ini mengolah sagu menjadi mie yang nikmat di lidah. Sago Mee adalah produk mie pertama di dunia yang menggunakan bahan sagu.

Keunggulan Sago Mee adalah

    • Bebas Gluten, Tinggi Serat dan Non Genetic Modified Organism (Non GMO)
    • Kadar RS : 3-4 kali lebih besar daripada Mie Terigu. Kadar RS yang tinggi bermanfaat untuk Pencernaan
    • Tergolong dalam kelompok Indek Glikemik (IG) Rendah. Indek Glikemik (IG) adalah ukuran kecepatan perubahan Pati menjadi Gula dalam tubuh. IG yang rendah baik untuk Penderita Diabetes, Auto Imun, Diet Rendah Gula, dll
    • Memberikan efek kenyang tetapi tidak menggemukkan

Sago Mee sudah banyak dipasarkan secara online dengan harga yang cukup bervariasi mulai dari Rp 10.000,- per cup nya. Diantaranya ada di Tokopedia dan Shopee.

Kali ini, aku mencoba menikmati Sago Mee Rasa Soto Pedas. Cara mengolahnya cukup mudah dan hanya memerlukan waktu selama 3 menit saja. Cukup tuangkan air panas dan tunggu sampai mie lunak. Lalu masukkan bumbu soto dan sambal. Aduk rata dan siap dinikmati.

Rasanya enak. Tekstur mie nya juga lembut. Tidak terasa beda dengan mie yang terbut dari tepung terigu. Bumbu sotonya terasa pas dan wangi soto kuat Pedasnya cukup terasa buat aku yang kurang suka pedas. Jika tidak terlalu suka pedas, bisa mengatur sambal dalam sachet secukupnya kedalam cup.

Sebagai masukan, untuk ke depannya, diharapkan ada pelengkap tambahan seperti bawang goreng dan sayuran kering yang bisa dicampurkan kedalam mie ini. Tentu akan terasa lebih nikmat.

Nah buat kamu penggemar Mie tapi punya banyak kendala, seperti diabetes, kelebihan berat badan dan atau mencari produk gluten free, Sago Mee adalah salah satu solusinya. Harganya juga terjangkau. Selamat menikmati.

s4

Sumber tulisan : Pribadi dan www.sagomee.com

*) PTA adalah Pusat Teknologi Agroindustri di Organisasi Riset Pengkajian dan Penerapan Teknologi (OR PPT) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)


Alunan lagu Gugur Bunga, 1 Oktober 2021

Pada hari ini, Jumat, 1 Oktober 2021, di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta, Presiden RI, Joko Widodo, bertindak sebagai Inspektur Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila.

1 Okt (1)

Diawali dengan mengheningkan cipta yang dipimpin langsung Bapak Jokowi untuk mengenang jasa pahlawan revolusi.

Setelah itu dilanjutkan dengan Pembacaan Teks Pancasila oleh Ketua DPD RI Bapak La Nyalla Mattaliti, Pembacaan Pembukaan UUD 1945 oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Pembacaan Naskah Ikrar oleh Ketua DPR Puan Maharani.

Ikrar yang dibacakan dan ditandatangani oleh Ketua DPR, mengajak seluruh masyarakat dan segenap bangsa Indonesia agar waspada terhadap segala rongrongan baik dari dalam dan luar negeri. Rongrongan yang dimungkinkan oleh adanya kelengahan, kekurangwaspadaan bangsa Indonesia terhadap kegiatan yang berupaya menumbangkan Pancasila sebagai ideologi negara.

Upacara diakhiri dengan alunan musik virtual dengan lagu Gugur Bunga. Alunan lagu dan musik yang tak pernah lengkang oleh waktu, selalu menggetarkan sukma, mengingat perjuangan dan siksa yang dialami para Pahlawan Revolusi serta kepedihan yang membekas pada keluarga dan bangsa ini.

Upacara ini aku ikuti melalui kanal Youtube Kementerian Dikbud Ristek 

 

 


Finalis Indonesian Photopoem Contest I

Puisiku yang berjudul Cinta dalam Rintik Hujan (Amor en la Iluvia), lolos dalam Kontes Foto Puisi (Photo Poem Contest) masuk dalam 10 Finalis. Bahagia dan bersyukur sekali, walau belum menjadi juaranya. Ini kali pertama puisiku diterjemahkan kedalam Bahasa Spanyol.
#septemberceria semoga tak pernah berakhir #deLaras Thank God. Terima kasih mbak Rini Valentina
Pengumuman dari Panita Indonesian Photopoem Contest I : (Plates, medals and certificates will be distributed soon)
  • Writer / Editor / Translator : Rini Valentina, Executive Director of Photopoema Indonesia
  • Writer / Vice President of Asih Sasami Indonesia Foundation : Hania / Nia Rohania

 

IMG_20210930_085852 IMG_20210930_085828 IMG_20210930_090033