Capucino Rasa Rindu

Aroma kopi memang selalu semerbak memenuhi rumah kami di sore hari. Aku suka kopi hitam dan dia suka capucino.

“Sayang, di mana kopiku?”


“Di atas partitur dekat piano…”

cap

Dia berjalan mencari cangkir kopinya, dan bertanya dengan lembut, seperti biasa,

“Lho…. kenapa kamu letakkan di sini? Kalau tumpah ke partiturku bagaimana?”

 

“Supaya aroma dan sedap rasa kopi ini, bisa langsung bertransformasi di atas tuts piano, untuk menginterpretasikan rasa rinduku yang njelimet ini….”

 

“Hm kamu ini…. sini duduk yang anteng, akan kumainkan lagu untukmu,”

ia menarik kursi piano, duduk di atasnya, dan membuka penutup piano, jari-jarinya mulai menari di atas tuts piano setelah dalam sekejap menyeruput setengah cangkir capucino rasa rindu, yang masih hangat itu

Aku duduk manis di sebelahnya, menikmati Lagu Cinta yang ia mainkan untukku, sambil menikmati kopi hitamku. Kurang apa lagi? Sempurna, bersamamu.

 


#delarasngopi


Cangkir Kopi Ibu

“Nindya…Nind…,” ayah memanggilku dari ruang makan, tempat biasa ayah memulai aktivitasnya setiap pagi. Bangun tidur, menuju meja makan, membaca koran pagi, sarapan, minum obat, lalu mandi dan berjemur.

“Ya ayah,” sahutku segera menghampiri ayah. Aku sedang memanaskan opor ayam dan sambal goreng kentang, sedikit kelebihan dari makan malam silaturahmi keluarga semalam.

“Ini teh ayah kan, tapi kenapa tidak kau buatkan minum untuk ibu? Ibu suka kopi tanpa gula kan?” kata ayah sambil menunjuk cangkir coklat Ibu yang masih tertelungkup.

cangkir

“Ibu? Hm….Ibu kan…,” sahutku sambil mengusap-usap punggung ayah. Ayah yang sudah semakin tampak tua, semakin tak tega aku meninggalkannya kembali ke Ibu Kota. Ayah yang semalam tampak begitu ceria bersenda gurau dengan besan, dengan kerabat, dengan suamiku, para mantu dan adik-adikku, serta cucu-cucunya.

“Iya Nind, Ibu, cepat dibuatkan, sebentar lagi Ibumu keluar kamar lho, wis ayu dandan. Ibu selalu mandi pagi-pagi lebih dulu dari Ayah,” sahut ayah lagi memotong perkataanku yang masih terbata-bata.

“Tapi ayah….., Ibu kan sudah pergi tiga tahun lalu, sudah tiga lebaran ayah,” jawabku perlahan dengan sesak di dada, yang menyeruak, dari lambung, dada, naik, memenuhi rongga hidung dan pelupuk mataku, air, air mulai menetes di ujung-ujung kedua mataku. Sedih. Rindu pada Ibu memenuhi dada.

Kasihan Ayah. Ayah lupa. Ayah juga rindu Ibu pastinya. Ayah termangu terdiam, sambil memainkan cuping cangkir kopi berwarna coklat kesayangan Ibu, dengan tangan tuanya yang kerap mulai tremor.

#fiksimini
#delarasngopi
#cangkirkopiibu

?


Promo Buku : Bus and Love, Kumpulan Fiksi Mini

Selamat siang pembaca setia de Laras, kembali menyapa ya. Kembali promo buku ke-8 yang akan terbit di 2019 ini, masih buku Antologi bersama penulis di Komunitas Perempuan Perempuan Menulis (P2M).

Bagi teman FB yang lain, semoga tidak jengah membaca promo buku dari kami ya, karena ada sebuah kebahagiaan yang tak terkira dari para penulis jika sudah memperoleh kabar bahwa buku sedang dalam proses terbit. Nah tak seru kan kalau berita bahagia ini tidak dibagikan kepada teman-teman FB dan terutama para pembaca setia de Laras.

Nah apa uniknya buku “BUS and LOVE” ini? Buku dengan gambar yang manis ini berisi dua tema yang berpadu dan menuturkan cerita menarik dalam keseharian kita. Siapa yang tidak pernah naik bis? pasti sebagian besar pernah kan? Nah pasti banyak kisah terjadi di sana kan, mulai dari bis mogok, bis berhantu sampai ketemu pacar atau jodoh dalam bis. Iya gak. Sedangkan tentang cinta, uh yang ini sih pasti ga ada habisnya kalau diceritakan, pasti ada aja, mulai dari yang rasanya asem manis sampai pedes pasti ada kalau sudah soal cinta. Semuanya dikemas dalam fiksi mini yang hanya 250 sampai dengan 1.000 kata, yang ringan dan kena di hati. Ga berat-berat. Asik deh pokoknya.

WhatsApp Image 2019-06-29 at 14.04.58

Nah …. aku sendiri menulis apa dalam buku ini? Ada dua cerita yang aku buat. Yang pertama, untuk tema BUS, dalam 250 kata. Aku menulis cerita berjudul Partitur yang Tertinggal. Nah buat yang sudah sempat membaca potongan fiksi mini “Partitur yang Tertinggal” baca cerita lengkapnya di sini. Setting lokasinya mengambil Koln, Jerman, Mai 2019, saat cerita itu dituliskan.

Sedangkan untuk tema LOVE dalam 1.000 kata, aku menuliskan cerita berjudul Cintaku Di Taman Baca, yang ga kalah serunya karena cinta yang tidak biasa, cinta dari suara seorang relawan pembaca cerita. Hm seru kan, bagaimana getar cinta itu bisa terjadi ya?

Dua ceritaku ini berpadu dengan tulisan dari penulis piawai — with Komunitas Perempuan-Perempuan Menulis and Melly Waty tentunya. Mari selamat membaca dan memiliki koleksinya. Silakan tinggalkan pesan dalam kolom komentar, jika ingin memesan buku ini selagi persediaan masih ada 😉


Warna Daun (Tak) Selalu Hijau

Potongan Fiksi Mini “Warna Daun (Tak) Selalu Hijau”

Di sebuah kelas inspirasi di desa di kawasan Timur Indonesia, dipenuhi dengan wajah-wajah lugu bocah yang sangat ingin tahu dengan apa yang dibawa kakak dari Jakarta. Ntah terpukau dengan wajah cantik kakak yang mirip Raisa itu, atau memang menanti hadiah dan kejutan dari ibukota.

“Selamat pagi adik-adik….. kakak bawa kertas dan pinsil warna. Ini untuk apa adik-adik?” tanya kakak kuncir kuda itu dengan ramah.

Ada yang tunjuk tangan, ada yang masih bengong, melongo, maklum mereka berusia sekitar tiga sampai delapan tahun, ada yang masih saling mendorong mencari tempat duduk. Bahkan ada yang masih berkejar-kejaran dalam kelas.

“Ayo siapa yang bisa jawab, kakak beri hadiah, ini untuk apa?” tanya kakak sekali lagi, sambil mengangkat selembar kertas gambar ukuran A3 dan sekotak pinsil warna.

“Aku tahu kakak,” teriak seorang anak perempuan gemuk berkulit hitam berambut ikal. Ia melompat sambil mengacungkan tangannya.

“Iya kamu, ini untuk apa? sebutkan namamu ya,” kata si kakak sambil menghampiri anak tersebut.

“Namaku Grace. Buat menggambar kak, buat menulis juga bisa,” jawab Grace dengan riang.

“Betul, ini hadiah untukmu ya,” kakak inspirator memberikan kertas gambar dan sekotak pinsil warna, yang disambut riuh tepuk tangan seluruh isi kelas.

“Baik, hari ini kita akan menggambar daun ya, adik-adik. Adik-adik tahu warna daun apa?” tanya kakak sambil berjalan kembali ke depan kelas

“Hijau…..,” serempak mereka menjawab .

WhatsApp Image 2019-06-06 at 08.47.25

Kakak cantik tercenung. Terdiam. Kelas juga mendadak hening.

“Adik-adik, daun itu tidak selalu berwarna hijau. Sama seperti kehidupan. Daun itu warna warni. Ada yang hijau, hijau juga bermacam-macam, hijau muda, hijau tua, hijau lumut, kekuningan, agak putih, kemerahan, kecoklatan.

 

Ada juga yang warna hijau dengan pinggir putih. Ada daun hijau dengan bintik kuning atau putih. Ada juga yang berbercak merah.

 

Sama seperti hidup ya , ada senang, sedih, suka dan duka, ada naik, ada turun, ada tawa dan ada juga tangis. Bahkan dalam suka, kita bisa menangis. Dalam duka, kita juga bisa tertawa. Menertawakan diri sendiri.

 

Paham ya adik-adik?”

jelas kakak panjang lebar dengan semangat.

WhatsApp Image 2019-06-06 at 08.47.24 (1)

Anak-anak dalam kelas terdiam. Mungkin tidak mengerti. Mungkin juga bingung.

Seorang tiba-tiba mengacungkan jari tangannya.
“Jadi…. kita mau gambar daun atau gambar “hidup” kak?” tanyanya.

“Mari, kita gambar daun,” jawab kakak cantik tersadar, ini kelas anak-anak, tidak harus ia menggalau di sini.

WhatsApp Image 2019-06-06 at 08.47.24

:

 

#delaras
#fiksimini


Hari Ulang Tahun, Pesta Demokrasi dan Ambisi

Kemarin adalah hari ulang tahunku yang ke-51, sebuah awal hari baru di usia yang sudah melewati 51 tahun berada di muka bumi. Seperti biasa, pagi hari ulang tahun adalah saatnya menjalani perenungan diri. Mencari waktu di antara hiruk pikuk kegiatan untuk refleksi diri, apa yang sudah aku jalani dari tanggal 17 April 2018 sampai dengan 17 April 2019 kemarin.

Banyak berkat yang bisa aku syukuri, banyak kenikmatan hidup yang aku rasakan dan juga tentunya penyertaan dan pimpinan Tuhan yang luar biasa, walau kerap aku melakukan pelanggaran dan hal yang kurang berkenan di hadapan Tuhan dan keluargaku.

Rasa syukur untuk pekerjaan baik di kantor maupun dalam hal tulis menulis, untuk keluarga, untuk pertemanan, untuk karya dan ide yang masih bisa selalu ada dari segala hikmah yang ada, yang berasal dari Tuhan juga.

Juga tak lupa mengingat semua hal yang menyebabkan kesesakan hati, yang terjadi dalam perjalanan hidup sepanjang tahun yang telah lewat. Bukan untuk mengingat kesedihan tapi untuk memperbaiki diri, kerap keinginan diri yang berlebihan tanpa lagi memakai nalar dan hati nurani (apalagi mengabaikan peringatan Tuhan) karena emosi dan nafsu, yang berujung penyesalan di kemudian hari.

Pagi, 17 April 2019, menjemput si tengah di Stasiun Senen, dengan agak berdebar karena kami berangkat pukul 02.30 dari rumah dalam kondisi suami baru sembuh dari sakit 1 bulan yang lalu (tepat), kali ini kali pertama pergi menyetir mobil cukup jauh sampai ke Jakarta. Puji Tuhan, walau mundur 30 menit dari jadwal kedatangan, kami bisa bertemu dengan si tengah, yang datang dengan membawa karangan bunga, yang khusus ia pesan dan bawa dari Salatiga untuk hari ulang tahunku.

“I was born with a gift, the gift of awesomeness I`m not just a year older I`m also a year better and wiser, hopefully. Thank GOD”
IMG-20190417-WA0002[1]

Hari ini menjadi hari yang spesial bukan saja buat aku, tapi juga buat bangsa Indonesia, dengan pemberian hashtag untuk 17042019 karena hari ini adalah hari perayaan Pesta Demokrasi, yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Ya betul, hari ini kami akan berpesta, akan menuju ke tempat pemungutan suara sebagai warga negara yang baik.

Ada lima surat suara yang akan diisi atau dicoblos, yaitu untuk Pemilihan Presiden, Pemilihan anggota legislatif di tingkat DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan Anggota DPD.

?????????????

Menuju ke TPS 64 melakukan kewajiban untuk memilih dan mengimplementasikan hak memilih yang telah diperoleh melalui Undangan Pemilih

 

pil2

Teringat pesan Opa Robert F Kennedy yang menyatakan,

“Elections remind us not only of the rights but the responsibilities of citizenship in a democracy”

nah benar kan? Menang dan kalah itu bukan kita yang menentukan, tapi kita wajib terlibat, jangan golput. Nyoblos itu keren, begitu kata anak milenial jaman sekarang.

WhatsApp Image 2019-04-17 at 19.08.53

Nah lalu, apa hubungannya ini semua dengan “Ambisi” ? Belum juga pesta demokrasi ini usai, belum juga tinta ungu di ujung kelingking ini kering dan terhapus. Bau-bau darah haus kekuasaan itu mulai tercium pada siang menjelang sore hari, tepatnya beberapa saat setelah pukul 15.00 WIB.

Penghitungan suara dilakukan serentak, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Penghitungan suara dilakukan seperti biasa, dengan menghitung suara yang masuk tentunya, namun yang lebih seru (dan mengerikan) adalah tanggapan dari beberapa orang yang menyatakan ketidakpuasan dari hasil quick count, menyatakan adanya kecurangan di sana-sini dan komentar-komentar yang muncul deras di media sosial dan WA Group. Wih ngeri……sehingga pesta yang semestinya pesta ini, menjadi potret renungan tersendiri buat aku, mengenai apa yang namanya disebut dengan sebuah ambisi, baik ambisi pribadi atau pun golongan dan kelompok tertentu.

 

Ambisi adalah hal yang sah dan tidak salah, namun menjadi salah, ketika nalar dan hati nurani sudah diabaikan, dianggap angin, bahkan membatu dalam diri.

Perhatikan wajah orang yang penuh ambisi di sekitarmu, di dekatmu, di kantormu, ini bukan hanya terkait dengan pesta demokrasi yang sedang berlangsung, tapi juga ambisi dalam meraih sesuatu, menginginkan sesuatu, namun mengabaikan kedua hal di atas, bahkan keluarganya sekali pun, demi meraih apa yang diinginkan, dengan mengatasnamakan demi kepentingan orang banyak, demi komunitas, demi bangsa, bahkan demi isi dunia sekalipun.
 

Ini juga tidak terlepas dengan ambisi-ambisi pribadiku saat ini, aku ingin membuat buku yang bombastis, kadang aku tidak mengukur diri, aku bisa duduk mengetik di depan laptop berjam-jam selama beberapa hari, tanpa memperhatikan sekitar. Kalau pun aku memberi perhatian, itu hanya sebatas formalitas dan tidak sepenuh hati, dampak terburuk tentunya pada keluargaku, yang mungkin tidak sepenuhnya menuntut perhatianku karena mereka mampu melakukan apa-apa sendiri, tapi konsentrasi dan perhatian yang terpecah karena ambisiku, tentu sedikit banyak mengurangi intensitas komunikasi kami.
WhatsApp Image 2019-04-17 at 12.16.34
Life is really simple, but we insist on making it complicated. Don’t make things too complicated. Try to relax, enjoy every moment, get used to everything.

Lalu, apa ambisimu saat ini? Tetaplah berpijak di bumi, gunakan dua hal di atas 😉 Selamat berpesta ulang tahun (yang tertunda), lanjutkan Pesta Demokrasi 2019 dengan menunggu hasil real count dan terus berdoa untuk keluarga, teman dan Indonesia yang aman damai, siapa pun Presiden nya.

 
#selfreminderonmybday
#delaras

Senja Lembayung Jingga

Senja adalah penanda

Senja adalah perenungan

Senja adalah sela

Siang berakhir

Malam menjelang

Di antara itu ada senja

Ada doa dalam setiap senja

Sujud syukur untuk gerak raga hari itu

Senja akhiri hiruk pikuk

Senja sambut sunyi malam

Bukan mentari yang pergi

Namun bumi rindu malam

Nikmati indahnya taburan bintang

Di keheningan malam

senja

Jangan kau tanya sejak kapan aku mencintai senja, senja atau jingga yang membuatku makin mencintai semesta ini, semuanya menjadi sujud syukurku pada KAU, Tuhan Allah, pencipta alam semensta ini.

(Foto : dari teman, yang telah berbagi menikmati makna senja, 18.00 WITA, 28 Februari 2019)


“Rasa”

“Rasa” ibarat gas, kamu ga bisa menahannya kala ia masuk ke dalam ruang (hati) karena sifatnya yang menempati ruang, mempunyai massa dan menekan ke segala arah.

“Rasa” ibarat gas, karena juga bisa “mengembang” bila “dipanaskan”. Ia juga bisa berubah wujud, misalnya mengubah “rasa cinta” mu menjadi tangisan yang berderai-derai

~ de laras ~


Buku Cerita Anak 2018 BITREAD Kids : Aya Dan Kelahiran Adik

Selamat pagi menjelang siang. Dengan mengucap syukur sekaligus promosi, ini adalah buku pertama cerita anak yang aku terbitkan melalui BITREAD. Setelah melalui proses screening sejak naskah masuk ke penerbit pada bulan Agustus 2018, akhirnya Puji Tuhan, buku cerita anak berjudul Aya Dan Kelahiran Adik, terbit pada bulan Desember 2018, sebagai hidangan penutup yang manis di akhir tahun.

covAYA

Buku berjudul Aya dan Kelahiran Adik adalah salah satu buku yang disusun Penulis untuk anak-anak di mana pun berada. Buku ini diangkat dari kisah sederhana, sehari-hari, di sekitar kita, agar anak-anak dapat mempersiapkan diri dalam menyambut kelahiran adik di tengah keluarga dan percaya akan keberlangsungan kasih orangtua pada mereka walau sudah ada adik. Aya menjadi uring-uringan semenjak ia mengetahui akan mendapat adik. Aya yang biasa egois dan manja, disadarkan oleh sahabatnya bahwa kelahiran adik adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan buat keluarga

Disajikan dengan gambar penuh warna (full colour) goresan ilustrator kondang (yang juga suka hadir di kondangan seperti aku 😉 ) mbak Tanti Amelia, yang dalam kegiatan padatnya, yang juga sedang kejar tayang, menyempatkan diri (dengan rayuan dan “pemaksaan”) menyelesaikan ilustrasi buku ini baik isi maupun covernya, kurang dari 10 hari, lu(w)ar biasa(h)….. full colour pula, manual dibuatnya, wow banget kan

Singkat cerita, buku cerita anak setebal 40 halaman buku A6 ini layak dibaca oleh anak dan para orang tua yang ingin mempersiapkan kakak untuk menghadapi kelahiran adiknya, terutama jika ada beda usia yang cukup jauh antara keduanya.

Bagaimana cara memesan ? silakan hubungi online klik ke BITREAD Pemesanan Buku. Bagaimana cara bergabung dan menulis di BITREAD juga bisa dilihat langkah-langkahnya dengan jelas di website BITREAD, semua naskah akan melalui proses screening, lengkapi data yang diperlukan dan tunggu tim dari BITREAD akan menghubungi penulis.

Selamat berkarya dan juga selamat membaca buku cerita anak Aya dan Kelahiran Adik, yang oke punya ini 😉