Street Food Indonesia : Surga Jelajah Kuliner Nusantara

Street Food atau jika diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai Makanan Jalanan yaitu makanan atau minuman siap saji yang dijajakan di jalan atau area umum, seperti pasar ataupun bazar, oleh pedagang keliling ataupun pedagang di tepi jalan. Sering penjual Street Food ini berada di tempat yang sifatnya sementara atau ‘portable”, biasanya mereka punya tempat mangkal yang tetap dengan pelanggan tetap pada jam tertentu, dengan perabot berupa kain terpal penutup tenda, bangku plastik dan meja lipat, juga bambu atau kayu untuk penopang tenda yang biasanya diletakkan di tempat mangkal pemilik tenda.

Di Indonesia, Street Food ini sendiri biasanya berupa makanan yang mudah disajikan seperti siomay atau bakso, namun tidak jarang Street Food ini berupa makanan yang disajikan dan dimasak di tempat, seperti warung tenda ikan bakar, penjual mie godok, martabak, sate padang, ketoprak dan beberapa makanan lain. Mengapa pedagang tidak berjualan di tempat permanen, biasanya karena pedagang mencari harga sewa tempat yang lebih murah dan dapat menjangkau pembeli dimana saja, itulah sebabnya harga Street Food lebih murah daripada di rumah makan atau restoran.

Pandangan saya tentang Street Food di Indonesia
Street Food di Indonesia mungkin adalah makanan yang paling bervariasi di dunia ini. Aneka jenis makanan dapat disajikan di jalan atau tepi jalan dan Street Food ini khususnya menjadi ciri khas suatu daerah, sangat dirindukan bagi para perantau yang pergi dari kampungnya, misal seperti Gado-gado Uleg, Kue Rangin, Putu Bambu, Sate Padang, Soto Kudus, Lumpia Semarang, Garang Asem Kudus, Gudeg Jogja dan lain-lain.

Namun saat ini mencicipi Street Food khas daerah tertentu masih dimungkinkan karena banyaknya perantau di suatu tempat, yang memanfaatkan peluang ini dan mempunyai kemampuan untuk menyajikan hidangan khas daerah, dengan membuka dagangan makanan khas daerah mereka masing-masing dalam bentuk Street Food. Dari segi rasa, hampir seluruh Street Food yang pernah saya cicipi, tak diragukan kelezatannya dan memang memiliki bumbu yang sesuai dengan khas daerah tersebut.

Keanekaragaman makanan ciri khas daerah, keterbatasan tempat dan modal yang kurang, menyebabkan menjamurnya makanan yang dijajakan di jalan. Hanya sayangnya, faktor kebersihan sering kurang diperhatikan oleh beberapa tempat penjualan Street Food ini. Pedagang biasanya meletakkan makanan berdekatan dengan tempat pembuangan sampah. Mereka juga tidak menggunakan tangan yang bersih atau sarung tangan untuk menyajikan makanan. Pembuat merangkap menjadi kasir, sehingga menerima uang bayaran, menyimpannya dan melanjutkan lagi pekerjaannya untuk menyiapkan masakan. Selain kebersihan penyaji, faktor lain yang kurang diperhatikan adalah penyiapan alat makan, biasanya penjaja Street Food kurang mendapat persediaan air bersih, sehingga mereka mencuci alat makan bebas pakai dengan asal dan seadanya saja. Hal yang ketiga adalah kurangnya kepedulian pedagang terhadap sampah yang ditimbulkan dari makanan yang disajikan, baik karena pembuangan bahan sisa atau sisa makanan.

Walaupun sederhana, banyak tempat Street Food di Indonesia ini yang mengelola dagangan mereka dengan cukup serius, namun karena sedikitnya modal mereka, kadang faktor seperti kebersihan dan penyajian kurang mereka perhatikan, selain kualitas makanan tersebut.

Berikut adalah beberapa contoh Street Food di beberapa tempat di Indonesia, yaitu
Street Food Pisang Epe di Makasar, merupakan makanan ringan yang banyak ditemui di Makasar, berupa pisang kepok yang dipipihkan, dipanggang dan disiram dengan air gula merah. Sangat nikmat dimakan pada sore hari. Dalam penyajiannya, seperti kebanyakan pedagang keliling, mereka tidak membersihkan tangannya lebih dahulu dan menjajakannya di tepi jalan. Membuang kulit pisang juga kadang dilakukan sembarangan.

Pedagan Pisang Epe di Makasar

Tungku Pedagang di Sumatera Utara

Tungku pedagang makanan jalanan

Aneka Jajanan di Sumatera Utara

Aneka Jajanan di Selat Panjang, Medan

Menikmati Kuetiaw Goreng di Sxxxx Pxxxxxx, Sumatera Utara. Jika datang ke Medan, hampir pasti orang akan singgah kesini. Namun sama seperti kebanyakan Street Food, pasti ada kendaraan yang lewat, saat kita sedang asyik menyantap hidangan

Penjual Durian di Berastagi. Durian sebagai salah satu buah lokal yang terkenal di Sumatera Utara, juga sudah menjadi Street Food Indonesia, karena pedagang mempersiapkan tikar disana, agar pembeli dapat langsung menikmati kelezatan daging buah durian. Pedagang buah ini biasanya sudah mempersiapkan keranjang untuk membuang kulit durian dan menyediakan air cuci tangan bagi pembeli.

penjual durian pinggir jalan Jamin Ginting, Berastagi

Salah satu tenda Street Food di Berastagi. Hampir sama dengan kebanyakan tenda Street Food beginilah kurang lebih bentuknya, tenda terdiri dari kain terpal, yang menutupi bagian atas dan kiri kanan, sementara yang lainnya dibiarkan terbuka untuk display makanan. Ada meja untuk menyiapkan makanan, perhatikan juga perabot yang ada disana, ember plastik yang kemungkinan digunakan juga untuk mencuci alat makan bekas pakai.

Street Food di Pelabuhan Ajibata, Sumatera Utara. Di pelabuhan ini, banyak penjual seperti ini, mereka biasanya membawa keranjang berisi termos air untuk menyeduh kopi atau teh dan makanan berupa telur rebus, kacang dan mie Gomak (mie khas daerah Samosir).

penjaja makanan di Ajibata, Sumatera Utara

Street Food Gudeg di Jalan Yogyakarta. Sama seperti beberapa penjual Gudeg yang lain, ibu ini juga mempunyai tempat tetap di tempat ini, walau bentuknya sederhana, cita rasa masakannya tidak diragukan lagi. Ibu penjual sudah sadar juga akan kebersihan penyajian dan menempatkan sampah di tempatnya, namun yang tak dapat dihindari adalah debu jalan yang beterbangan karena jualannya dilewati oleh pengendara becak dan juga motor.

penjual gudeg di Sosrowijayan, Jogjakarta

Street Food Sate Ayam Madura di Jakarta Pusat. Boleh percaya boleh tidak, apa yang saya rindukan jika saya pergi ke Toko Es Krim, ya sate ayam yang dijual di depannya. Walau demikian keadaan jualannya tapi sate ayam ini banyak dicari, perhatikan bentuk angkringannya yang khas, bakaran pemanggang sate, setumpukan tusukan sate ayam siap dibakar dan juga ember pencuci piringnya. Soal rasa, tidak akan ada yang meragukan lagi. Soal kebersihan dan debu jalanan, banyak juga yang tidak memperhatikan hal tersebut. Beginilah salah satu bentuk Street Food yang digemari banyak orang di Indonesia

Pedagang Sate Ayam Madura di Ragusa, Jakarta

Street Food Mie Juhi dan Asinan Jakarta. Makanan ringan dan sederhana ini, yang terdiri dari mie, daun selada, irisan sayur, potongan kentang, kerupuk kuning dan saus yang khas, juga digemari. Kabarnya makanan ini hanya ada di Jakarta saja. Dijajakan dalam bentuk gerobak keliling dengan bunyi dentingan sendok dan botol saus menjadi suatu yang ditunggu orang di sore hari.

Membeli Mie Juhi dan Asinan Jakarta

Harapan saya untuk Street Food di Indonesia
Saya mengharapkan Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat ikut membantu Street Food ini lebih dikenal banyak orang, baik wisatawan domestik maupun wisatawan asing. Banyak wisatawan asing ragu mencoba Street Food karena ragu dengan kebersihannya. Dengan menyediakan tempat dengan harga sewa murah bagi pedagang kecil, menyediakan air bersih yang cukup dan mengedukasi mereka untuk membuang sampah sekaligus memilahnya agar ramah lingkungan, dapat meningkatkan minat bagi banyak orang untuk mencoba mencicipi keanekaragaman cita rasa Street Food Indonesia dari berbagai daerah.

Pedagang mungkin mengalami kesulitan mencapai pelanggannya, namun jika ada beberapa lokasi di suatu daerah yang dapat menampung pedagang Street Food ini, maka faktor kebersihan dan faktor penyajian pada pelanggan dapat lebih ditingkatkan. Kualitas dan kebersihan makanan dapat lebih terjamin. Selain itu beberapa makanan dari beberapa daerah dapat lebih mudah ditemui di satu tempat yang sama. Penjual tidak lagi mencari pembelinya tapi pembeli yang rindu pada masakan mereka akan datang berkunjung ke tempat tersebut.

Selain itu, mampu meningkatkan minat pencinta kuliner untuk datang dan menyicipi santapan hidangan yang sederhana tersebut namun mempunyai keunikan sesuai dengan kekhasan daerahnya serta memupus kerinduan menikmati Street Food Nusantara. Itu tidak terbatas hanya peminat lokal tapi juga dunia.

Semua Foto adalah Koleksi Pribadi. Postingan ini diikutsertakan dalam Femina Foodlovers Blog Competition 2013 dan tulisan ini menjadi salah satu dari 10 tulisan pilihan, yang pengumumannya dapat disimak disini


Rindu Tengkuyung

Ada yang tertinggal di catatan perjalanan yang lalu dan itu sesuatu yang sederhana tapi sedap rasanya, itulah tengkuyung. Saat kami berada di Desa Polongan, bu Kades dan para ibu disana memasak banyak makanan buat kami, ada sayur rebung, bawang hutan, ikan teri, cabe besar isi dan yang baru aku temui dan aku kenal adalah tengkuyung. Ibu-ibu disini memasak satu jenis bahan menjadi satu jenis sayuran, dengan bahan bumbu yang kurang lebih sama seperti sayur lodeh, biasanya tenkuyung juga dicampurkan bersama sayuran lainnya, tapi kali ini tenkuyung disajikan buat kami secara terpisah.

Terus terang, aku belum pernah makan tengkuyung, tapi aku selalu berpendapat, selama itu bukan sesuatu yang terlalu ekstrim untuk dimakan, apa salahnya mencoba, toh orang lain tampak sangat menikmati (lirik kiri kanan, ada yang sudah mulai ‘berbunyi-bunyi’) Jadi, aku ambil beberapa buah (ekor – ga ada ekornya sih) tengkuyung.

Tengkuyung sendiri adalah sejenis siput air yang banyak terdapat di sungai di perairan Kalimantan. Rasanya, hm lebih lembut dari kerang dara, seperti sumsum sapi dan karena dimasak dengan bumbu dan rempah, maka rasanya menjadi enak – enak – enak sekali 😀 tapi sayangnya….bagaimana cara memakannya itulah yang jadi masalah, caranya ? maap bukan cara makannya tapi cara mengeluarkan si tengkuyung dari cangkangnya dan langsung meluncur ke mulut itulah yang jadi masalah dan tanpa mengurangi rasa hormat kepada ibu Kepala Desa yang sudah susah-susah menyiapkannya, cara mengeluarkan tengkuyung itu – hm engga gue banget getu lhoh, seperti kata anak-anak sekarang, lhah emang kenapa rupanya ?

lauk pauk yang disajikan untuk kami, semangkuk tengkuyung ada di urutan ke-4

lauk cabe besar isi sayuran, biji cabe sudah dikeluarkan

sepiring nasi lengkap dengan tengkuyung dan aneka sayur khas Polongan
http://i1247.photobucket.com/albums/gg634/dlaraswatih/tk3.jpg

Bayangkanlah bentuk siput, bentuknya lonjong dan berlubang di bagian bawah cangkangnya. Permukaan cangkang tengkuyung ada yang rata (licin seperti kerang hijau) ada yang kasar (seperti kerang dara). Cara mengeluarkan isinya adalah dengan meletakkan tengkuyung di ujung bibir mulut dan menyedotnya sampai berbunyi, maka isi cangkang akan meluncur kedalam mulut dan sedap terasa bercampur dengan nasi dan sayur rebung dan lauk yang lain. Mudah bukan ? Betul, mudah, tapi masalah makan dengan berbunyi inilah yang jadi masalah, namun karena rasanya enak, aku sempat menikmati beberapa buah tengkuyung untuk dimakan bersama lauk pauk yang lain. Dalam tata cara adat Jawa, makan dengan mengeluarkan bunyi atau bersuara (mengecap atau bersendawa) merupakan pantangan, apalagi jika dilakukan dalam jamuan makan bersama seperti saat itu.

Ingin nambah lagi, tapi bagaimana caranya ya mengeluarkan isi tanpa bunyi-bunyian ? 🙂


Hekeng atau Lap Cheong, Siapa yang Mau ?

Sebelum menutup hari ini, satu tulisan lagi akan aku buat, tapi maap ya ini edisi non halal, yaitu mengenai Lap cheong (susis babi) dan Hekeng…yang tidak mau baca, bisa skip halaman ini, tapi yang mau baca, silakan meleleh menahan lapar 😀

Hekeng adalah makanan khas Pontianak, terbuat dari daging udang dan daging babi yang telah dihaluskan kemudian diberi bumbu dan dibungkus dengan lembaran kembang tahu kering, yang biasanya setelah dikukus, dapat disimpan terlebih dahulu didalam lemari es dan dipotong-dipotong jika ingin digoreng untuk disajikan. Hekeng, biasa bisa disebut juga dengan Ngohiong, yang terkenal juga ada di Bogor, Jawa Barat. Sedangkan Lap Cheong atau Lap Chong adalah daging sosis babi kering, yang biasanya berbalut warna merah. Setelah dipotong tipis, masukan dalam kocokan telur, langsung goreng dalam minyak panas.

DSCN6926

Aku membeli Hekeng dan Lap Cheong di Toko Along Jalan Gajah Mada. Satu plastik Hekeng seharga Rp 50.000,- terdiri dari 5 potong hekeng ukuran panjang, sedangkan Lap Cheong per kilogram seharga Rp 80.000,- bisa terdiri 10-12 potong tergantung besarnya ukuran tiap sosis tersebut.

Baik Hekeng maupun Lap Cheong sangat enak bila dinikmati dengan nasi panas dan sambal terasi ebi, sekalipun tanpa lauk yang lain…..hmmm mantabs kalipun, ada yang mau ?


Kedai Kopi Sei Pinyuh

Pantai Pasir Panjang telah kami tinggalkan, perjalanan kami lanjutkan kembali, saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 15.30 dan tujuan kami adalah menuju ke Pontianak. Lalu lintas antara Singkawang menuju Pontianak maupun sebaliknya sangat padat, bang Nevi yang mengemudikan kendaraan, melaju dengan kecepatan antara 40 sampai 60 km/jam. Sekali-kali aku tertidur dan badan mulai terasa lelah, waduh kenapa belum sampai juga ya, mana perut juga mulai terasa lapar.

Puji Tuhan, kendaraan didepan, dimana pimpinan rombongan, bu Inneke didalamnya berbelok ke salah satu dari deretan Kedai Kopi di Sei (Sungai) Pinyuh, waktu menunjukkan pukul 18.10 yang berarti oh hampir 3 jam kita berada didalam mobil yaa….pantas badan ini terasa kaku semua ya ?

Kami berhenti sejenak di Kedai Kopi IDOLA Sei Pinyuh, di daerah ini memang banyak terdapat kedai kopi karena jalan ini merupakan jalur utama yang menghubungkan kota Pontianak sampai ke perbatasan Malaysia, sehingga memang menjadi jalur yang ramai dilalui kendaraan bermotor, baik orang yang mau bekerja ke ladang, ke kantor ataupun pengemudi truk yang membawa angkutan barang.

IMG01072-20120901-1824

dengan waktu yang tidak terlalu lama, aku memesan secangkir kopi hitam, menikmati sepotong pastel dan pie susu, hanya dengan selembar uang lima ribuan

IMG01071-20120901-1810

singgahlah kalau abang lewat, begitu kira-kira pemilik kedai di sepanjang jalur ini mengajak para pelanggannya untuk datang sekedar menikmati secangkir kopi


Mie Pangsit ‘Nyuknyang’

Kembali mengenai Kuliner di Kendari, ada sebuah rumah makan sederhana yang bisa kami datangi sampai dua kali – mengapa ? ya tentu karena makanannya yang enak. Namanya membuat aku penasaran, yaitu Mie Nyuknyang – yang ternyata oh ternyata nyuknyang berarti bakso. Warung bernama AROMA SEDAP ini terletak di Jalan Ir. Soekarno, Kendari.

Rumah makan sederhana ini berukuran sekitar 3 x 6 meter, dengan beberapa meja kecil dan kursi di sekelilingnya. Menurut kabar, banyak orang akan kehabisan di hari menjelang sore, namun kami beruntung sore itu, kami masih kebagian.

Suasana didalam rumah makan. Sepertinya selain menu Mie, pemilik juga menjual obat atau produk lain.

Ada beberapa pilihan menu disini. Satu porsi Nyuknyang seharga Rp 12.000,- itu artinya semangkuk bakso dengan kuah saja. Satu porsi Mie Nyuknyang berarti Mie dan bakso saja tanpa daging ayam. Sedangkan Pangsit Mie itu berarti Mie dengan daging ayam plus pangsit goreng dan pangsit kuah. Mie – nya sendiri bukan mie yang halus seperti Mie yang terkenal di Bakmi G*M* tapi lebih seperti Mie yang terkenal di Sumatera Utara, yaitu mie gomak, yang besar-besar, seperti spagethi.

Aku memesan 1 mangkuk Mie Pangsit porsi kecil dan teman memesan juga satu porsi Nyuknyang. Baik bakso (nyuknyang) dan mie nya dibuat sendiri, tanpa bahan pengawet dan tanpa penyedap rasa. Yang nikmat adalah kuah yang disajikan panas dengan tambahan irisan jeruk nipis, seperti kebanyakan rumah makan bakso gepeng khas Pontianak yang disajikan dengan jeruk khas dari sana. Selain porsi kecil dan porsi besar, tersedia juga porsi jumbo :-&

Kedatangan kami yang pertama ke tempat ini, memang setelah kami menikmati makan siang di Penginapan, sehingga perut terasa sesak. Namun kali ke-2 kami datang, porsi kecil ini benar-benar terasa pas dan nikmat buat kami. Boleh singgah jika anda mampir ke Kendari, selamat menikmati.


Soup Ikan RM Taktakan, Serang

Tugas utama mencari pusat pembuatan Batik Banten sudah kami lakukan, seperti yang aku posting disini, nah sekarang waktunya untuk makan siang. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 lewat. Bu Uke Kurniawan, pemilik Sentra Batik Banten, merekomendasikan Soup Ikan di dekat alun-alun. Meluncurlah kami kesana, tempatnya tidak jauh dari jalan raya Serang, kurang lebih 2 atau 3 pemberhentian lampu merah, kami belok kiri, dan terlihatlah papan putih besar yang bertuliskan Soup Ikan Taman Taktakan – Asli dan Pertama di Banten…hm membaca papan yang meyakinkan begitu, smpat berdecak : oh yaa ?

Mari kita coba….masuklah kami, empat orang Ibu yang sudah cukup kelaparan. Rumah Makan nya biasa saja, ada model saung dan meja dengan kursi, ditengah-tengahnya ada kolam. Cukup sepi, mungkin karena belum jam makan siang. Sudah ada rombongan keluarga datang sebelum kami. Rumah makan dicat bewarna hijau, mungkin untuk menyejukkan kami yang datang dari luar, karena begitu menyengatnya panas di Serang saat itu.

Setelah kami duduk, pramusaji memberikan daftar menu. Sesuai judulnya Soup Ikan, maka kami memesan sup ikan, yang ternyata dari ikan kuwe, cah toge ikan asin, ayam goreng, tahu dan tempe serta 4 gelas teh manis. Kami menunggu pesanan sambil ngemil kerupuk. Pesanan datang, minuman disajikan dalam gelas tinggi, nasi dalam bakul bambu dan kemudian pesanan utama kami, sup ikan dalam mangkuk besar berwarna hijau (juga) – sup ikannya cukup untuk kami bertiga (karena salah satu teman kami tidak suka makan ikan), rasanya lumayan, kuahnya bening, dagingnya kurang tebal menurut aku (atau kurang besar ya – 🙂 ), aneka rempah dan ditambah tomat sayur, daun kemangi dan daun jeruk membuat aroma anyir berkurang, juga taburan cabe rawit membuat sup ikan ini berasa nano-nano, asam pedas dan gurih, cukup membuat kami berkeringat di siang yang panas itu.

Soup Ikan andalan rumah makan ini

Semua pesanan kami, dengan total sebesar Rp 117.000,- puas – puas – puas 😀 harga yang pas untuk rasa yang pas saja, tahu dan tempe yang sederhana pembuatannya saja, masih terasa kurang rasa bumbunya, tapi cukup dengan variasi cah toge ikan asin yang kami pesan, sehingga makan siang ini terasa sedap.

Berfoto bersama setelah kenyang

Selain rumah makan ini, dimana sih rumah makan khas Banten di Serang, yuk mari berbagi…..


Buah Pepino (Solanum Maricatum)

Kota Brastagi adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, menjadi salah satu obyek wisata di Propinsi ini karena letaknya di dataran tinggi. Hawanya yang sejuk dengan panorama yang indah karena kota ini diapit dua buah gunung berapi yang aktif yaitu Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung. Sebagai kota yang mempunyai iklim yang bagus, Brastagi dianugerahi begitu banyak hasil perkebunan dan pertanian yang baik berasal dari dalam kota ini maupun dari kecamatan lain dalam Kabupaten Karo.

Salah satu tempat yang wajib dikunjungi di kota Brastagi ini adalah Pasar Buah dan Sayur Brastagi, dimana limpah ruah hasil buah dan sayur ada disana. Buah yang banyak dijumpai di Pasar ini, selain Jeruk, Markisa dan Terong Belanda, terdapat pula Buah Pepino yang besar dan berwarna ungu. Mari kita mengenal buah Pepino lebih jauh.

Buah Pepino yang berwarna keunguan ini berasal dari Pegunungan Andes, Amerika Latin dan memiliki bahasa latin Solanum Maricatum, walau tekstur buahnya lebih terasa seperti buah Melon, namun buah ini masuk kedalam famili terong-terongan yang biasa ditanam di dataran tinggi seperti Brastagi dan sekitarnya ini. Buah ini sangat baik untuk kesehatan karena memiliki kandungan asam, beta karoten, vitamin C serta serat pati yang dibutuhkan tubuh. Banyak orang mengatakan buah ini mampu menyembuhkan banyak penyakit seperti stroke, tekanan darah tinggi, diabetes dan gangguan pencernaan, tapi menurut saya pribadi, buah ini sangat cocok untuk penderita diabetes karena rasanya yang tidak terlalu manis dan juga dapat mengenyangkan karena memiliki serat pati yang cukup.

Buah ini masuk ke Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda, selain di Brastagi banyak terdapat di wilayah Dieng, Jawa Tengah dan Pujon, Jawa Timur. Mempunyai banyak jenis dan rasa, namun mempunyai rasa dasar yang kurang lebih sama seperti buah melon. Selamat mencoba


Irasshaimase ….. SUSHI NAGA

 

Mengenal Sushi dan Sashimi sudah lama sekali, kurang lebih 20 tahun yang lalu. Tapi mencoba menikmatinya baru kali ini, terutama untuk Sashimi (ini pertama kali seumur hidup !!) Setelah sekian lama, berkali-kali melewati Resto SUSHI NAGA, yang terletak bersebelahan dengan tempat kursus Bahasa Inggris anakku di Jalan LetJen Sutopo, BSD, akhirnya kali ini, bersama adikku yang jagonya makan sushi dan sashimi, kami berangkat kesana.

Resto baru dibuka saat kami datang, jadi memang masih sepi, karyawan tampaknya masih berkumpul untuk briefing. Kami langsung naik ke lantai dua diantar seorang pramusaji sambil membawa buku Menu.

Lantai 1 Sushi Naga

Lantai 2 Sushi Naga

Isi buku Menu nya sangat menarik sekali, ada aneka pilihan mulai dari hidangan pembuka sampai penutup. Variasi sushinya pun beraneka ragam, mulai dari harga Rp 10 ribu untuk dua potong sushi sampai sekitar Rp 80 ribuan. Sebagai pemula, aku memilih yang tidak terlalu aneh-aneh, seperti Salmon Sashimi ini yang diberi harga Rp 36.000,- untuk irisan daging salmon segar, yang dicelupkan kedalam kecap asin dan bubuk cabe, cukup terasa nyaman di mulut, tapi agak terasa aneh di perut, kunyahan pertama – buru-buru disambung dengan irisan manisan jahe yang tersedia….ah ini baru sedap terasa 🙂

Ada banyak variasi menu Sushi disana, tapi kami memilih 2 macam yaitu Spicy Tuna Roll, yang terdiri 4 potong sushi, yang ddalamnya berisi daging tuna (mentah), nori dan sayuran. Aku kurang suka yang ini karena nasinya terasa terlalu kering, sehingga kurang nyaman di mulut, tapi untuk harga Rp 12.000,- ya okelah walau tidak direkomendasikan…. 🙁

Satu lagi sushi penyelamat kami adalah Sushi Tempura Uramaki, yang terdiri dari potongan tempura udang, sayuran, dan ditaburi dengan telur ikan terbang (tobiko) yang kreyes-kreyes, sehingga membuat sushi ini menjadi enak rasanya, sesuailah untuk harga Rp 21.000,- dengan tampilannya yang juga keren ini

sebelum disantap

Masih banyak variasi sushi yang ditawarkan dan semuanya menarik seperti Baked Salmon Roll, Salmon Mentai, Kanimayo Tobikko, Manggo Crunchy Roll (ini harus dicoba untuk kunjungan berikutnya…slurp) dan Dragon Roll, dan masih banyak lagi.

Memang sih benar juga kata orang, kalau pergi makan Sushi dan Sashimi seperti ini, enaknya pergi ramai2 (banyak orang), supaya bisa memesan beberapa menu dan saling mencoba. Kalau hanya beberapa orang harus menghabiskan menu yang sama, wah kurang nyaman rasanya, apalagi pemula seperti aku ini.

Menurut adikku, yang jago makan sushi dan sashimi, harga dan variasi menu serta rasa di resto ini lumayan bagus, walau harganya tidak mahal tapi rasanya cukup enak.

Selain sushi dan sashimi, ada juga menu Hamburger Mushroom Cheese Steak seperti yang dipesan anakku, yang masih anti sushi dan sashimi, tapi sangat suka cabe bubuk disana. Steak ini diberi harga Rp 35.000,- disajikan bersama salad dan potongan kentang goreng.

Juga ada menu dengan variasi nasi seperti Gyuniku Don, nasi hangat dengan irisan daging tipis yang empuk diatasnya (sayang ga sempat mencoba, padahal direkomendasikan)

Untuk minuman, kami memesan Ocha dingin seharga Rp 8.000,- dan Orange Float seharga Rp 18.000,-. Total kunjungan kami bertiga di Sushi Naga kali ini menghabiskan sebanyak Rp 138.000,- dengan Service charge 5% dan PB1 10%, sehingga yang harus kami bayarkan adalah sebesar Rp 159.390,-

Selamat Menikmati dan Mengunjungi SUSHI NAGA, Itadakimasu…Arigato Gozaimasu