Istana Tas, Tajur, Bogor

Ada satu tempat di Tajur, yang selain enak buat tempat belanja, cari sepatu dan tas, juga tempat makan dan refreshing, namanya Istana Tas. Tas dan sepatu nya lumayan bagus, murah meriah, eh ga murah-murah amat kok, ada juga yang sampai ratusan ribu rupiah.

Namun kala dompet sedang menipis, pergi ke tempat ini juga menyenangkan, ndak perlu belanja, cukup berwisata kuliner dan cuci mata saja, kami suka cincau hijau nya yang adem dan segar, batagor, toge goreng dan sekarang ada nasi liwet juga.

Selain makanan, kita bisa menikmati kolam ikan dengan ikannya yang besar-besar, memberi makan ikan, main-main dengan bola air, perahu ataupun flying fox atau buggy car.


De Leuit Restaurant, Pakuan, Bogor

Ada sebuah resto di jalan Pakuan, Bogor, yang kerap kami lewati tapi belum pernah kami datangi. Resto nya tampak khas dengan suasana pedesaan di Jawa Barat, dengan atap rumbia, saung-saung serta suara gemericik air. Nama resto itu adalah De Leuit Restaurant.

Pada satu kesempatan (19 Apr 2011) kami sempat mampir kesana, kami memilih tempat duduk lesehan yang memang terletak agak di belakang dan mesti menuruni beberapa anak tangga, agak sulit kalau membawa orang tua atau anak balita. Lokasi yang kami pilih adalah saung nomer 8, terletak di tengah-tengah pada deretan saung yang ada dan tepat di depan area main untuk anak-anak, jadi kalau mereka bosan menunggu, bisa bermain dulu disana.

Tempatnya enak, makanannya juga enak, walau harganya cukup mahal, satu porsi tumis kangkung polos diberi harga Rp 20 ribu saja, hehe, kalau di rumah bisa beli 10 ikat tuh. Yaah tapi namanya juga wisata kuliner, jadi sekali-kali mencoba.

 


Gempita Ulang Tahun Emas Bank DKI

Maaf, semestinya tulisan dan foto-foto ini sudah diposting bulan April yang lalu, tapi berhubung ada masalah teknis, maka foto baru dapat di-upload sekarang.

Bank DKI merayakan ulang tahun emas nya dan acara puncaknya diadakan Family Gathering seluruh karyawan Bank DKI dan keluarga di Dunia Fantasi Ancol pada tanggal 17 April 2011 (tepat pada hari ulang tahunku 🙂 Acara ini dihadiri pula oleh Gubernur Bank DKI, Bapak Fauzi Bowo, yang liputannya bisa dibaca disini

Selamat Ulang Tahun Bank DKI…semoga semakin sukses dalam berkarya di dunia perbankan dan para karyawan bisa semakin sejahtera (mantabs…..)

 

 


On Air di RPK FM 96.3 Khz

Komunitas Berbagi Hidup adalah lembaga non-profit yang membina, membimbing, mendidik, merangkul orang-orang yang terpapar HIV dan AIDS. dan mencarikan donasi untuk kemanusiaan, khususnya bagi para ODHA dan anak-anak yang terpapar HIV dan AIDS.

Pada setiap hari Sabtu jam 13.00-14.00 di Radio Pelita Kasih (RPK 96,3 FM) selama 1 jam ada Siaran Berbagi Hidup yang berisi tentang hal-hal seputar HIV dan AIDS. Pada tanggal 21 Mei 2011 yang lalu, saya berkesempatan untuk siaran bersama beberapa teman dari Komunitas Berbagi Hidup, diantaranya Boy Siahaan, Derry Himawan, Nosen Carol, Andintan Mitayani, Nathan Harefa, untuk membicarakan informasi dasar tentang HIV & AIDS karena dirasakan informasi ini belum menyebar secara merata di masyarakat sehingga kita perlu menyebarkan informasi ini secara berkala.

Dalam dialog interaktif ini, banyak pertanyaan yang diajukan seputar hal mendasar mengenai cara penularan HIV AIDS. Dita dan Arum juga ikut menyumbangkan suaranya bagi teman-teman yang terpapar HIV AIDS dengan membawakan lagu If We Hold On – nya Diana Ross, yang memberikan arti bahwa jika kita berpegangan tangan, bersama-sama bersatu hati, maka mimpi apapun akan dapat diraih, termasuk harapan untuk kesembuhan bagi para ODHA dengan perhatian kita yang saat ini dalam keadaan sehat.

NB : Foto menyusul


Lawan Virus-nya dan Bukan Orang-nya (ODHA)

Tak seorangpun ingin mengalami sakit atau memiliki penyakit. Memang ada juga orang yang terkena suatu penyakit karena tidak membiasakan diri hidup sehat atau melanggar diet makanan tertentu. Namun ada pula yang terkena suatu penyakit tanpa sebab dan karena ketidaktahuannya. Salah satunya adalah penyakit atau virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh seseorang. Cara penularan dan info dasarnya dapat dibaca pada tulisan aku sebelum tulisan ini. Ketidaktahuan bagi seorang penderita maupun bagi orang yang sehat sama-sama dapat menimbulkan masalah. Yang menderita atau sudah positif terpapar HIV/AIDS menjadi minder, rendah diri, frustasi dan stress, juga enggan bergaul dengan lingkungan di sekitarnya. Sedangkan bagi yang sehat, karena kurang informasi, memberikan stigma atau cap buruk bagi si penderita. Tidak sadar bahwa virus HIV/AIDS ini bisa menyerang siapa saja, bukan saja tertular langsung dari penderita tapi juga bisa melalui jarum suntik bekas pakai atau transfusi darah.

Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) seringkali memperoleh stigma dan diskriminasi baik dari keluarga, teman maupun masyarakat. Hal ini tentu saja hanya akan memperburuk kondisi para ODHA itu sendiri karena pada dasarnya ODHA memerlukan dukungan moral baik dari keluarga, teman, lingkungan maupun masyarakat. Stigma sering kali menyebabkan terjadinya diskriminasi dan pada gilirannya akan mendorong munculnya pelanggaran HAM bagi ODHA dan keluarganya. Stigma dan diskriminasi memperparah epidemi HIV/AIDS. Mereka menghambat usaha pencegahan dan perawatan dengan memelihara kebisuan dan penyangkalan tentang HIV/AIDS seperti juga mendorong keterasingan ODHA dan mereka yang rentan terhadap infeksi HIV. Mengingat HIV/AIDS sering diasosiasikan dengan seks, penggunaan narkoba dan kematian, banyak orang yang tidak peduli, tidak menerima, dan takut terhadap penyakit ini di hampir seluruh lapisan masyarakat.

Stigma berhubungan dengan kekuasaan dan dominasi di masyarakat. Pada puncaknya, stigma akan menciptakan, dan ini didukung oleh, ketidaksetaraan sosial. Stigma berurat akar di dalam struktur masyarakat, dan juga dalam norma-norma dan nilai-nilai yang mengatur kehidupan sehari-hari. Ini menyebabkan beberapa kelompok menjadi kurang dihargai dan merasa malu, sedangkan kelompok lainnya merasa superior.

Diskriminasi terjadi ketika pandangan-pandangan negatif mendorong orang atau lembaga untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka akan status HIV seseorang. Contoh-contoh diskriminasi meliputi para staf rumah sakit atau penjara yang menolak memberikan pelayanan kesehatan kepada ODHA, atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status atau prasangka akan status HIV mereka, atau keluarga/masyarakat yang menolak mereka yang hidup, atau dipercayai hidup, dengan HIV/AIDS. Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran hak asasi manusia.

Stigma dan diskriminasi dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Terjadi di tengah keluarga, masyarakat, sekolah, tempat peribadatan, tempat kerja, juga tempat layanan hukum dan kesehatan. Orang bisa melakukan diskriminasi baik dalam kapasitas pribadi maupun profesional, sementara lembaga bisa melakukan diskriminasi melalui kebijakan dan kegiatan mereka.

Bentuk lain dari stigma berkembang melalui internalisasi oleh ODHA dengan persepsi negatif tentang diri mereka sendiri. Stigma dan diskriminasi yang dihubungkan dengan penyakit menimbulkan efek psikologi yang berat tentang bagaimana ODHA melihat diri mereka sendiri. Hal ini bisa mendorong, dalam beberapa kasus, terjadinya depresi, kurangnya penghargaan diri, dan keputusasaan. Stigma dan diskriminasi juga menghambat upaya pencegahan dengan membuat orang takut untuk mengetahui apakah mereka terinfeksi atau tidak, atau bisa pula menyebabkan mereka yang telah terinfeksi meneruskan praktek seksual yang tidak aman karena takut orang-orang akan curiga terhadap status HIV mereka. Akhirnya, ODHA dilihat sebagai suatu masalah, bukan sebagai bagaian dari solusi untuk mengatasi epidemi ini

Upaya pencegahan dan mengatasi masalah HIV/AIDS harus dilakukan secara terus menerus dan harus bergerak dengan bentuk program untuk menyelamatkan sesama manusia. Hal tersebut tentunya akan lebih efektif apabila didukung oleh seluruh elemen dalam masyarakat baik individu, keluarga, remaja, lembaga/organisasi maupun masyarakat.

ODHA mengalami proses berduka dalam kehidupannya, sebuah proses yang seharusnya mendorong penerimaan terhadap kondisi mereka. Namun, keluarga, masyarakat dan lembaga terkadang memberikan opini negatif serta memperlakukan ODHA dan keluarganya sebagai warga masyarakat kelas dua, hal ini menyebabkan melemahnya kualitas hidup ODHA. Pada kenyataannya sikap masyarakat yang memberikan stigma buruk dan diskriminasi terhadap para ODHA hanya menambah tingkat permasalahan HIV/AIDS. ODHA seharusnya memperoleh dukungan dari semua pihak khususnya dukungan emosional sehingga permasalahan yang dialami oleh ODHA tidak meluas.

Supaya bisa dijangkau masyarakat luas, tentu perlu bekerja sama dengan banyak pihak, dengan Instansi Pemerintah, Dinas Kesehatan, Pemda, LSM, para relawan. Pemda membagikan informasinya sampai ke Kelurahan, RW dan RT. Semua lapisan dijangkau bisa dengan penyuluhan ke sekolah-sekolah, mulai dari tingkat SD dan juga sampai Perguruan Tinggi. Informasi yang penting disampaikan adalah apa itu HIV/AIDS, bagaimana cara penularannya. Info ini penting bagi seorang yang sehat agar tidak mempunyai stigma (cap buruk) kepada orang yang sudah terpapar penyakit ini. Jika seseorang telah mendapat informasi ini, tentu orang tersebut tidak akan melakukan diskriminasi kepada ODHA (penderita HIV/AIDS) tersebut. Dengan bersikap positif kepada penderita, ini dapat memberikan efek psikologis yang baik, sehingga bukan tidak mungkin penderita akan sembuh.

Agar stigma dan diskriminasi terhadap ODHA dapat diredam, carilah informasi mengenai HIV/AIDS dengan sebenar-benarnya, dengan mengerti, termasuk cara penularannya dan penyebabnya.

Lawan Virus-nya dan Bukan Orang-nya (ODHA)

 

Sumber : Google, Komunitas Berbagi Hidup, www.odhaindonesia.org


Mengenal Info Dasar tentang HIV/AIDS

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. AIDS muncul setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama lima hingga sepuluh tahun atau lebih. Sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, dan satu atau lebih penyakit dapat timbul. Karena lemahnya sistem kekebalan tubuh tadi, beberapa penyakit bisa menjadi lebih parah daripada biasanya.

HIV terdapat dalam sebagian cairan tubuh, yaitu:

  1. Darah
  2. Air mani
  3. Cairan vagina
  4. Air susu ibu (ASI)

HIV menular melalui :

  1. Hubungan Seks : Bersenggama yang membiarkan darah, air mani, atau cairan vagina dari orang HIV-positif masuk ke aliran darah orang yang belum terinfeksi (yaitu senggama yang dilakukan tanpa kondom melalui vagina atau dubur; juga melalui mulut, walau dengan kemungkinan kecil).
  2. Memakai jarum suntik yang bekas pakai orang lain, dan yang mengandung darah yang terinfeksi HIV.
  3. Menerima transfusi darah yang terinfeksi HIV.
  4. Dari ibu HIV-positif ke bayi dalam kandungan, waktu melahirkan, dan jika menyusui sendiri.

Biasakan mempunyai sikat gigi dan pisau cukur sendiri, karena selain untuk kebersihan pribadi, jika terdapat darah akan ada risiko penularan dengan virus lain yang diangkut aliran darah (seperti hepatitis), bukan hanya HIV.

HIV tidak menular melalui :

  1. Bersalaman, berpelukan
  2. Berciuman
  3. Batuk, bersin
  4. Memakai peralatan rumah tangga seperti alat makan, telepon, kamar mandi, WC, kamar tidur, dll.
  5. Gigitan nyamuk
  6. Bekerja, bersekolah, berkendaraan bersama
  7. Memakai fasilitas umum misalnya kolam renang, WC umum, sauna, dll.

HIV tidak dapat menular melalui udara. Virus ini juga cepat mati jika berada di luar tubuh. Virus ini dapat dibunuh jika cairan tubuh yang mengandungnya dibersihkan dengan cairan pemutih (bleach) seperti Bayclin atau Chlorox, atau dengan sabun dan air. HIV tidak dapat diserap oleh kulit yang tidak luka.

Bagaimana HIV menjadi AIDS ?

    Ada beberapa Tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala AIDS:

Tahap 1 : Periode Jendela

  • HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam darah
  • Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
  • Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini
  • Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu – 6 bulan

Tahap 2 : HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun

  • HIV berkembang biak dalam tubuh
  • Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat –
  • Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk antibody terhadap HIV
  • Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya (rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek)

Tahap 3 : HIV Positif (muncul gejala)

  • Sistem kekebalan tubuh semakin turun
  • Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll
  • Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya

Tahap 4 : AIDS

  • Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah
  • berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah

Apa gejala orang yang terinfeksi HIV menjadi AIDS ?

    Bisa dilihat dari 2 gejala yaitu gejala Mayor (umum terjadi) dan gejala Minor (tidak umum terjadi):Gejala Mayor:
    – Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
    – Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
    – Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
    – Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
    – Demensia/ HIV ensefalopati 

    Gejala MInor:
    – Batuk menetap lebih dari 1 bulan
    – Dermatitis generalisata
    – Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang
    – Kandidias orofaringeal
    – Herpes simpleks kronis progresif
    – Limfadenopati generalisata
    – Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
    – Retinitis virus sitomegalo

     

     

Sumber : dari berbagai sumber (www.odhaindonesia.org, Komunitas Berbagi Hidup)

     

     

     


Akhirnya Gruko Pergi Pagi Ini

Hari ini, hatiku sedih luar biasa, sama seperti kehilangan teman atau orang yang aku sayangi 🙁  Burung peliharaanku mati. Aku tidak ingat sejak kapan burung puter ini ikut bersamaku, tapi yang pasti, kemanapun aku pergi burung puter selalu ada bersamaku. Dulu, waktu aku masih kecil, kandang burung puter ditempatkan Bapak di depan kamarku, tentu saja, pagi, siang, sore dan malam bahkan sampai subuh, burung-burung ini akan menemaniku belajar dengan suaranya yang pelan, merdu, memecah keheningan malam. Terakhir, aku ingat saat kami pindah ke BSD, tahun 2001, sepasang burung puter kami bawa dari rumah Bapak. Satu diantaranya tak sengaja diterbangkan pembantuku tahun lalu saat ia memberi makan burung itu dan lupa menutupnya. Jadi tinggal satu yang bertahan hingga pagi ini.

Aku menyebutnya Gruko, karena burung puter ini selalu mengalunkan suara kuu…geruuu…kook. Suaranya mengalun konstan namun jarang terdengar. Kadang suaranya membuat seseorang merinding tapi aku sangat menyukainya.

Tepatnya tanggal 17 Mei 2011 malam, hujan turun dengan derasnya, kandang burung yang biasa kami gantungkan di depan kamar sudah mulai basah dan bergoyang-goyang ditiup angin. Aku dan anakku sepakat memindahkannya ke dapur, namun mungkin itu awal dari akhir hidupnya. Pagi-pagi, kami mendapatkan Gruko sudah dikoyak-koyak tikus, menurut pembantu, kejadian itu terjadi pukul 2.00 pagi. Lengan kiri terkoyak habis. Ekor tercabik-cabik. Koyakan bulu dan darah berceceran didalam kandang. Hatiku hancur namun tak mampu menangis. Aku dan anakku mengeluarkannya dari kandang, Aku memasukkan kedalam waskom air dan kucuci luka-lukanya. Kami bungkus Gruko dengan kain bekas. Pembantu membersihkan kandang dan kami masukkan Gruko lagi.

Siang, ketika dokter datang untuk memeriksa anjing kami, dokter juga memberi suntikan buat burung puter kami. Dokter mengatakan bahwa lukanya akan sembuh dalam 3 hari. Sore, aku lihat Gruko sudah keluar dari kain yang membungkusnya. Malam, Arum masih membuat beberapa fotonya dan Daniel juga mendoakan kesembuhannya sampai tadi pagi aku bangun, pukul 5 pagi, ia masih menggerakkan kelopak matanya (mungkin itu terakhir kalinya ia menatapku). Namun, sekitar pukul 05.30 pagi, ketika Arum akan menurunkan kandangnya, kepala Gruko sudah terkulai, walau matanya tetap terbuka.Tersenyum dengan ikhlas.

Selamat jalam Gruko, sudah hilang rasa sakitmu, terbanglah jiwamu ke surga bersama Tuhan yang lebih menyayangimu. Aku relakan engkau pergi. Maafkan aku, yang tak mampu menjagamu dengan baik.

Burung Puter masuk kedalam Kelompok Streptopelia (tekukur-tekukuran). Anggota kelompok Streptopelia yang hidup di Indonesia ada dua jenis: Streptopelia bitorguata (putar) dan Streptopelia chinensis (derkuku). Burung putar (puter Jawa) ukuran panjang badannya sekitar 29 cm. Warna bulunya cokelat muda keabu-abuan. Pada tengkuknya melingkar dua buah kalung berwarna putih di atas dan hitam di bawah. Ada juga burung putar yang warna bulunya putih mulus dengan mata dan kaki berwarna merah. Burung putar seperti ini biasa disebut puter brenggolo. Burung ini banyak dipelihara di rumah-mmah penduduk sejak dahulu. Sifatnya sangat mudah jinak dan akrab dengan manusia serta sangat mudah dikembangbiakkan dengan cepat. Makanannya berupa biji-bijian, seperti gabah, jagung, jewajut, dan sebagainya. Konon kabarnya, usia burung ini bisa mencapai umur antara 15 sampai 18 tahun.

 

 


The Mirror Never Lies

Hari Senin, 16 Mei 2011, ada libur Cuti Bersama yang mendadak diumumkan oleh Pemerintah pada hari Jumat sebelumnya, jadi kami memanfaatkan sore ini khusus bermacet ria ke PIM untuk menikmati film cerita yang resensinya dan infonya aku dapat dari teman, mbak Krismariana di blognya.

Film Cerita ini, sengaja aku tulis tebal karena sebelumnya kami sempat kecewa, mengapa keindahan dasar laut dan lumba-lumba tidak dieksplor lebih dalam. Film ini disutradarai oleh seorang sutradara muda, Kamila Andini, yang adalah puteri dari Garin Nugroho, produser film The Mirror Never Lies, yang mengambil setting di Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Garin dalam Kompas mengungkapkan bahwa film ini bukanlah film dokumenter tetapi film drama keluarga yang dikemas dalam sebuah pendekatan metafora untuk menciptakan kecintaan publik terhadap laut Indonesia.

Drama keluarga dengan setting yang indah ini, menceritakan mengenai seorang anak perempuan dari suku Bajo, yang bernama Pakis (Gita Lovalista). Suku Bajo, adalah suku yang bertahan hidup di laut dengan kesederhanaan. Pakis tidak percaya ketika semua orang mengatakan bapaknya yang tidak juga pulang dari laut telah meninggal. Ia selalu mengatakan bahwa bapaknya hilang. Bersama kawannya, Lumo (EKo), ia kerap mendatangi dukun untuk melakukan ritual Bajo dengan menggunakan cermin, Pakis berusaha mencari jawaban akan keberadaan bapaknya dari cermin itu.

Karena berharap bapaknya pulang, setiap tengah malam Pakis terjaga. Ia bangun hingga subuh, dan langsung menuju dukun. Hal ini mengakibatkan di sekolah Pakis sering tertidur. Sebagai janda, Ibu Pakis, Payung (Atiqah Hasiholan) lebih realistis. Hidup berdua bersama dengan Pakis tidaklah mudah, ia berusaha memenuhi kebutuhan hidup dengan pendapatan seadanya. Ia juga harus mengatasi konflik batinnya, mengatasi kesedihan karena ditinggal suaminya tanpa pesan. Sementara, Pakis hidup bersama filosofi ayahnya yang sebelumnya disampaikan melalui dongeng-dongeng setiap malam. Sama-sama merasa tertekan dengan keadaan, Pakis dan ibunya sering bertengkar.

Konflik semakin sering terjadi ketika seorang peneliti lumba-lumba bernama Tudo (Reza Rahadian) datang di tengah mereka. Tudo menempati rumah Bapak Pakis yang kosong. Pakis yang merasa bapaknya belum meninggal, tidak bisa menerima kenyataan tersebut. Seiring waktu, Pakis justru merasakan perubahan pada tubuh dan pikirannya.
Konflik keluarga ini berlangsung sangat singkat. Dengan keluguan anak-anak Wakatobi, film ini terasa segar. Sehingga tanpa disadari kita diajak berbincang tentang filosofi hidup Suku Bajo yang dikenal sebagai pelaut andal.

Film ini menjadi debut sutradara muda Kamila Andini. Film yang banyak menyajikan pemandangan indah bawah laut ini merupakan hasil kerja sama antara SET Karya Film, World Wide Fund for Nature Indonesia, dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi. Proses pembuatan film yang menyabet penghargaan Honorable Mention dari The Global Film Initiative, San Francisco, Amerika Serikat, pada 14 April lalu ini juga lumayan panjang, yakni tiga tahun. “Selain butuh riset yang cukup panjang, kami harus berkompromi dengan kondisi alam,” ujar Dini.

Sekali lagi, Ini film cerita, bukan film dokumenter yang mengangkat tema kelautan. Namun, sebagai sebuah film cerita pun, pesan yang diharapkan munculpun serba tanggung selain akhirnya bahwa Pakis menerima kenyataan bahwa ayahnya telah tiada, setelah bongkahan kapal bapaknya ditemukan nelayan.  Dialog yang menguras emosi penonton pun kurang terasa, seperti pada saat Pakis bertengkar dengan Ibunya, ataupun ketika cermin kesayangan Pakis dipecahkan oleh sang Ibu.

Pesan untuk mencintai indahnya laut kita juga jelas tampak dalam cerita ini. Sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan, film ini mencoba mengajak kita belajar lebih bijaksana memperlakukan alam, termasuk laut dan segala isinya. Mari ajak anak-anak dan generasi muda untuk mengetahui sisi lain dari Indonesia dengan menikmati film ini.

Terimakasih mb Krismariana atas sharingnya.

…..Laut adalah cermin besar yang tak pernah berdusta yang menyampaikan kabar dengan caranya sendiri. Laut memberikan kenikmatan. Namun kadang laut menjadi ganas, dan mengambil milik kita…..