K.A.R. Bosscha (Den Haag – Malabar)

Belum pergi ke Pangalengan, kalau belum pergi ke Makam Bosscha dan mengunjungi rumahnya. Hari pertama kami tiba disana, kami berniat sekali untuk ke rumah Bosscha, setelah puas menikmati pemandangan yang indah di Perkebunan Teh dan proses pembuatan teh di salah satu pabrik yang didirikan oleh Bosscha.

Makam Bosscha dijaga oleh seorang tukang kebun. Makamnya khas makam orang Belanda, terletak di tengah perkebunan dan dikelilingi bunga-bunga dalam taman yang terawat rapi dan bersih. Kami membaca jasa-jasa Bosscha untuk Indonesia, khususnya masyarakat di Jawa Barat, yang tertera dalam sebuah batu besar di depan Makam.

Setelah itu kami lanjutkan perjalanan ke rumahnya, namun kami tidak masuk kedalam rumahnya. Rumahnya juga besar dengan halaman luas yang tertata rapi, di belakang rumah Bosscha ada beberapa bungalow yang tampaknya disewakan. Juga ada kantor manajemen, yang mengatur segala sesuatu berkaitan dengan Bosscha.

Karel Albert Rudolf Bosscha (Den Haag, 15 Mei 1865Malabar Bandung, 26 November 1928) merupakan orang yang peduli terhadap kesejahteraan masyarakat pribumi pada masa itu dan juga merupakan seorang pemerhati ilmu pendidikan khususnya astronomi.

Pada bulan Agustus 1896 Bosscha mendirikan Perkebunan Teh Malabar. Dan pada tahun-tahun berikutnya, ia menjadi juragan seluruh perkebunan teh di Kecamatan Pangalengan. Selama 32 tahun masa jabatannya di perkebunan teh ini, ia telah mendirikan dua pabrik teh, yaitu Pabrik Teh Malabar yang saat ini dikenal dengan nama Gedung Olahraga Gelora Dinamika dan juga Pabrik Teh Tanara yang saat ini dikenal dengan nama Pabrik Teh Malabar.

Pada tahun 1901 Bosscha mendirikan sekolah dasar bernama Vervoloog Malabar. Sekolah ini didirikan untuk memberi kesempatan belajar secara gratis bagi kaum pribumi Indonesia, khususnya anak-anak karyawan dan buruh di perkebunan teh Malabar agar mampu belajar setingkat sekolah dasar selama empat tahun. Pada masa kemerdekaan Indonesia, nama sekolah ini berubah menjadi Sekolah Rendah, kemudian berubah lagi menjadi Sekolah Rakyat. Dan diganti lagi menjadi Sekolah Dasar Negeri Malabar II hingga saat ini.

Pada tahun 1923, Bosscha menjadi perintis dan penyandang dana pembangunan Observatorium Bosscha yang telah lama diharapkan oleh Nederlands-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV). Kemudian ia bersama dengan Dr. J. Voute pergi ke Jerman untuk membeli Teleskop Refraktor Ganda Zeiss dan Teleskop Refraktor Bamberg. Pembangunan Observatorium Bosscha selesai dilaksanakan pada tahun 1928. Namun ia sendiri tidak sempat menyaksikan bintang melalui observatorium yang didirikannya karena pada tanggal 26 November 1928 ia meninggal beberapa saat setelah dianugerahi penghargaan sebagai Warga Utama kota Bandung dalam upacara kebesaran yang dilakukan Gemente di Kota Bandung.

Selama hidupnya, Bosscha memilih untuk tidak menikah. Pada akhir hayatnya, karena kecintaannya pada Malabar, beliau meminta agar jasadnya disemayamkan di antara pepohonan teh di Perkebunan Teh Malabar.


RM Erna, Pangalengan

Pangalengan adalah sebuah kota kecil, jadi sepertinya agak sulit untuk mencari rumah makan yang ‘layak’, namun karena siang hari kami sudah makan di hotel, rencananya malam ini kami ingin makan di luar dan seperti yang sudah aku dapatkan melalui browsing di internet sebelumnya, kami mencari Rumah Makan Erna, yang terkenal dengan kelezatan dan keempukan sate nya.

Sore, setelah magrib, kami keluar hotel. Perjalanan sudah cukup jauh kami tempuh, malah hampir sampai ke Situ Cileunca, tapi mengapa jalan semakin kecil dan gelap, akhirnya kami memutuskan untuk kembali, sudah makan malam di hotel saja. Dalam perjalanan pulang, kami melewati Pasar Pangalengan, kami mampir membeli martabak manis, sambil mencari informasi, ternyata Rumah Makan Erna tidak jauh dari Pasar Pangalengan.

Rumah Makan Erna cukup besar dan luas, dan sebagai sebuah rumah makan di sebuah kota kecil, rumah makan ini cukup memadai dan bersih. Bagaimana masakannya ?

Dan ternyata benar-benar mantabs…tidak sampai Rp 100.000,- kami sudah makan kenyang 7 orang, dengan sate ayam, sate kambing, sup dan gule kambing….semua habis di malam yang dingin di Pangalengan.

 


Pabrik Teh Malabar

Liburan di Pangalengan kali ini, kami berkesempatan untuk masuk kedalam Pabrik Teh di Perkebunan Malabar. Setelah masuk melalui pos satpam untuk pendaftaran, kami diantar  seorang ibu karyawati pabrik tersebut.

Kami melihat proses produksi, mulai dari teh yang baru dipetik, masuk kedalam proses pelayuan, pengeringan, pemotongan, sortir dan pengepakan. Sebuah pengalaman yang baru buat aku dan anak-anak.

Masuk kedalam Pabrik ini, kami memberi sedikit tip untuk Kepala Pabrik dan karyawati yang menemani kami berkeliling. Produk dari Pabrik ini adalah Teh merk Walini, yang sudah ada di supermarket di Indonesia.

Mengapa Bosscha bisa melakukan CSR (corporate social responsibility) ? Jawabnya ada di pabrik teh ini – komoditi teh hijau dan teh hitam yang diekspor itu ternyata mahal, sedangkan teh yang dikonsumsi di dalam negeri itu sebenarnya hanya ampas teh saja. Belum lagi hasil dari perkebunan kina saat malaria masih merajalela di seluruh dunia dan juga hasil dari tambang emas di Cibaliung (kompleks Malabar)

Sejak dulu, pabrik teh ini memproduksi teh hijau dan teh hitam.
Disamping teh hijau, juga terdapat 2 jenis pengolahan teh hitam yaitu Orthodox dan CTC. Adapun jenis teh Orthodox dan CTC yang diproduksi saat ini oleh PTPN VIII dikemas sebagai TEH WALINI.

Proses pengolahan teh ini masih menggunakan cara-cara tradisional yang sudah dipraktekkan oleh Bosscha sejak satu abad yang lalu. Misalnya pelayuan daun teh hanya menggunakan blower udara kering (agar kandungan tehnya tidak rusak), lalu proses pengeringannya masih menggunakan tungku kayu (agar harum bau teh tidak berubah. Wangi aroma teh akan berubah bila digunakan tungku BBM), dll

Proses pembuatan teh :
– Pucuk daun dipetik saat pagi hari dan sore hari, untuk memperoleh daun segar
– Pucuk daun kemudian dilayukan dengan hembusan udara kering menggunakan blower (bandingkan dengan pakaian basah yang dikipasi, pasti cepat kering) – bila pengeringan dengan panas atau suhu tinggi, maka aroma teh akan berubah
– Pucuk daun yang sudah layu ini kemudian dikeringkan dengan menggunakan tungku kayu, agar baru dan cita rasa teh tidak berubah
– Pucuk daun kering ini kemudian diayak (tanpa ditumbuk untuk menghindari kerusakan komposisi teh) – proses pengayakan menggunakan sistim mekanis dengan memanfaatkan gaya sentrifugal sehingga pucuk daun kering itu akan hancur secara alami
– Ayakan (alat pengayak) itu mempunyai saringan dengan ukuran 1,2,3 dan 4 yang selanjutnya diproses menjadi 18 jenis teh kualitas ekspor

– Ampasnya dipakai untuk produk lokal

– Kemudian pucuk daun kering yang sudah diayak ini kemudian difermentasi (dibiarkan selama kurang lebih 1 jam tanpa boleh kena sinar matahari). Oleh sebab itu, atap pabrik itu menggunakan seng, untuk memperoleh panas bagi fermentasi tanpa menggunakan sinar matahari. Sinar matahari akan merusak tekstur dari teh.

– Setelah difermentasi, pucuk daun kering yang sudah diayak ini kemudian dikeringkan dalam ketel bersuhu 100 *C dengan tungku kayu selama 23 menit. Kenapa pakai kayu bakar? Karena aroma dan cita rasa teh harus dijaga dan tidak boleh berubah

– Proses terakhir, teh ini dipisahkan dengan menggunakan blower ; teh yang berasal dari daun tua (lebih ringan) akan jatuh lebih dulu, lalu dipisahkan dan teh yang berasal dari daun muda (lebih berat) akan jatuh belakangan – jadi pemisahan kualitasnya dilakukan secara mekanis (bukan dengan zat kimia)

JADI BELAJAR TENTANG TEH AKAN MENGANTAR KITA MENGHAYATI MAKNA DAN ARTI DARI PERKEBUNAN TEH.

Ternyata proses pembuatan teh ini hanya mengandalkan proses fisika (proses mekanis saja), disamping hemat energi, juga menghindarkan pemakaian bahan-bahan kimia yang akan merusak aroma dan cita rasa teh, sungguh hebat penguasaan sains Bosscha.

 

sumber dari Wikimu


This is it….Pangalengan !!

Liburan kenaikan kelas kami tahun 2011 ini, kami isi kembali dengan perjalanan ke wilayah Bandung Selatan. Kalau sebelumnya kami sudah ke wilayah Ciwidey, maka kali ini kami penasaran dengan kota Pangalengan, yang konon terkenal dengan produksi susunya. Searching dan browsing informasi sudah aku lakukan dengan seksama. Semua informasi mengatakan keindahan kota Pangalengan dan mari kita buktikan.

 

Setelah puas berada 1 hari 1 malam di Bandung dengan acara makan dan belanja di FO, maka pagi-pagi setelah sarapan di hotel, kami berangkat menuju Pangalengan, yang terletak di wilayah Bandung Selatan, mungkin karena hari itu adalah hari Senin pagi, maka terjadi kemacetan d beberapa ruas jalan menuju arah Pangalengan. Kami mengambil arah jalan Kopo, Soreang, Banjaran dan Pangalengan. Perjalanan ini kami tempuh hampir dua jam lebih, dengan jalan yang berkelok-kelok seperti di Puncak.

 

Pangalengan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Pangalengan terletak di sebelah selatan Kota Bandung, dan terkenal akan beberapa objek wisata, seperti Situ Cileunca, perkebunan teh dan Kolam pemandian air panas Cibolang. Pangalengan juga dikenal sebagai daerah pertanian, peternakan dan perkebunan. Terdapat beberapa perkebunan teh dan kina yang dikelola oleh PTPN. Pangalengan juga merupakan daerah penghasil susu sapi. Pengolahan susu di daerah Pangalengan dan daerah Bandung Selatan lainnya dikelola oleh KPBS (Koperasi Peternak Bandung Selatan).

 

Dari info yang diperoleh diatas, tentu bayangan peternakan dan sapi akan dapat terlihat disana, sayang itu tidak kami temukan. Kami sempat ke rumah produksi olahan susu, yaitu Harry’s Farm, namun karena libur, tidak dapat melihat proses produksinya. Kami hanya berkesempatan untuk menikmati keindahan perkebunan teh Malabar, mengunjungi pabrik teh dan mendatangi rumah serta makam Boscha. Beberapa tempat penting dapat kami nikmati, tapi untuk kota Pangalengan sendiri tidak mendukung keindahan dan kenyamanan disana, misal, kami sulit mendapatkan rumah makan yang memadai, kami bersyukur dapat menginap di hotel yang rasanya merupakan hotel terbaik di wilayah itu, yaitu Citere Resort Hotel. Di hotel inipun, rasanya cuma keluarga kami yang menginap, sehingga anak-anak benar-benar puas bermain disana…hehehe…kurang promosi atau terlalu mahal?

 

Simak ya tulisan-tulisan berikutnya mengenai keindahan Perkebunan Teh Malabar (bukan Pangalengan nya ya), kunjungan ke Pabrik Teh, santap malam di Rumah Makan Erna dan makam Boscha.

 


Burung Parkit

Anakku si pecinta binatang, Arum, sudah lama menginginkan untuk memelihara burung parkit, maka kami mengabulkan permintaannya untuk memelihara sepasang burung parkit berwarna hijau dengan harga Rp 110.000,- yang kami titip belikan pada tantenya Arum di Pasar Burung Barito. Perawakannya yang kecil, lucu dan suaranya yang ramai juga warnanya yang indah, sangat menggemaskan buat siapa saja. Lalu bagaimana cara memeliharanya? Simak penjelasan berikut dibawah ini……

 

Burung ini memiliki sebutan latin yaitu Melopsittacus undulates. Melopsittacus berasal dari bahasa Yunani, melos yang artinya nyanyian dan psittacua yang merupakan sebutan bagi kerabat burung betet. Sedangkan undulus dari bahasa Latin yang berarti bercorak.


Parkit hidup berkoloni dan di alam bebas parkit berkembang biak pada bulan Oktober – Desember. Saat musim kimpoi sang jantan biasanya menyanyi dengan nada rayuan untuk memikat betinanya. Burung inipun dikenal sangat setia dengan pasangannya. Bila si betina sedang aktif bertelur maka si jantan akan menunggu di luar sambil bersiul menghibur sekaligus akan mengusir apabila ada pengganggu mendekati sarangnya.


Berat telur parkit berkisar 2,5 gram/butir dengan jumlah telur rata-rata 6 butir/pasangan parkit. Anak burung parkit yang baru keluar dari cangkang telurnya berbobot rata-rata 2,35 gram dengan kondisi mata masih terpejam. Setelah umur sembilan hari barulah matanya terbuka.


Kandang yang dibutuhkan tidak begitu besar , Ukuran 40 x 40 x 60 cm sudah cukup untuk memulai penangkaran. Namun karena sifat burung parkit yang suka berkoloni dan keragaman warna yang bervariasi ini maka tak salah kalau kita menyiapkan ukuran kandang yang agak besar.


Misalnya dengan menempatkan beberapa pasang burung disamping kandang. Keindahan warni-warni burung parkit yang satu dengan yang lain akan sangat jelas di kandang – kandang tersebut.

Bagi kamu yang benar2 tertarik memelihara burung parkit, berikut bintang sampaikan beberapa tips dan trik penting :

  • Makanan utama burung ini adalah millet (kami biasa menggunakan jewawut)
  • Jaga ketersedian pakan dan minum. Usahakan dalam kondisi bersih terutama kandang
  • Buang makanan yang mulai busuk karena kelebihan dalam pemberian pakan terutama sayuran seperti tauge, jagung atau yang lainnya
  • Pilihlah induk Parkit yang berbeda warna.
  • Pilih yang kelihatan sudah cocok dengan pasangannya karena akan lebih mudah untuk ditangkarkan
  • Sesuaikan besarnya kandang dengan jumlah pasangan agar tidak terlalu padat sehingga berakibat kurang baik bagi kesehatan burung termasuk merusak dari segi menikmatinya. ‘Rumah pribadi’ yang umumnya terbuat dari kayu randu berbentuk kotak menjadi syarat bagi setiap pasangan parkit.
  • Persiapkan pula kandang parkit cadangan untuk hasil perkembangbiakan apabila pasangan burung sudah mulai produksi.

ID Card No : 16.109

Kurang lebih sebulan yang lalu, aku mendaftar menjadi sponsor di Wahana Visi Indonesia (WVI) yang merupakan partner dari World Vision, setelah melalui pemikiran dan pertimbangan yang cukup lama dalam diriku. Merasa memiliki banyak uang, tentu tidak, karena kondisi kami ya pas-pas saja, walau tidak kurang. Investasi aku dan suami lebih kami arahkan pada pendidikan anak di sekolah yang memberi nilai hidup pada anak-anak. Keinginan menyantuni anak santunan dari WVI lebih dilandasi pada rasa ingin menjadi berguna dan bermanfaat buat orang lain. Berawal dari tulisan sebelumnya, apa artinya uang Rp 5.000,- dalam sehari, yang ternyata jika didonasikan buat seorang anak dalam ADP (Area Development Program) dari WVI dapat memberikan manfaat yang luar biasa, diantaranya meningkatkan kualitas hidup anak-anak melalui pendidikan, kesehatan dan kehidupan ekonomi keluarga nya menjadi ditingkatkan.

Mengenal tentang program ini sudah cukup lama, pernah dipresentasikan oleh officer WVI di gereja beberapa tahun yang lalu. Puji Tuhan, akhirnya aku membuat keputusan ini, saat ini, berkat dukungan anak-anak, mereka juga ikut memilih siapa yang menjadi adik santunan mereka berdasarkan foto profil yang ada. Aku sengaja memilih yang usianya lebih muda dari si bungsu, agar bisa bermain bersama suatu saat nanti bila punya kesempatan bertemu.

Sore hari ini, aku menerima Welcome Pack yang berisi ID Card dengan No 16.109 atau kartu anggota yang dapat digunakan untuk mengirimkan donasi kepada anak santun, sebagai kartu diskon di tempat tertentu dan memudahkan komunikasi dengan pihak WVI. Selain ID Card, ada juga picture folder yang berisi data dan foto anak, Buku Pedoman Penyantunan Anak dan Profil ADP. ID Card nya ada kesalahan pengetikan nama, semoga tidak ada masalah di kemudian hari.

Anak santunan-ku yang pertama ini berasal dari ADP Sambas, namanya Aldo Iwan (lahir pada tanggal 17 Oktober 2005, beragama Islam, berasal dari Suku Melayu dan keluarga Petani). Dengan bantuan Rp 5.000,- sehari, yang akan dibayarkan tiap bulannya dengan cara auto debit ke rekening mulai akhir Juni ini, bukan hanya digunakan untuk pendidikan anak santunan dan diberikan secara tunai langsung kepada mereka, tapi dana itu akan bermanfaat bagi komunitas mereka tinggal, seperti pembangunan sarana air bersih, endemi malaria, peningkatan status nutrisi ibu dan anak dibawah lima tahun, meningkatkan kemampuan mata pencaharian penduduk, mengurangi dan mencegah dampak HIV/AIDS serta perdagangan anak maupun perempuan di Sambas. Wow luar biasa kan, dengan bantuan yang tidak seberapa, kita dapat berkontribusi untuk tujuan program yang ingin dicapai oleh ADP wilayah Sambas.

Profil anak santun IDN 185302-1483 (IWAN, Aldo)-Ibu Diadjeng Laraswati Hanindyani, SE, M.Si (ID 16109)

Seperti yang sudah aku ungkapkan diatas, aku tidak merasa berlebih punya uang, tapi juga jangan kita merasa kekurangan karena siapa yang memberi akan diberi pula, ini adalah prinsip yang diakui oleh semua ajaran agama di dunia ini. Siapa menabur dia akan menuai, karena orang yang memberi pasti diberi.

Mari belajar untuk menjadi berkat bagi sesama, namun jangan juga kita berharap menerima balasan dari Tuhan atau manusia, karena itu akan dicurahkan dengan sendirinya oleh-NYA.

 


Hanya Rp 5.000,- sehari

Beberapa waktu yang lalu aku mengirimkan pertanyaan dalam update status Facebook-ku, apa yang bisa kita beli dengan uang Rp 5.000,- (lima ribu rupiah) ? Pertanyaan ini tentu akan memberi jawaban yang berbeda tergantung minat, kegemaran dan juga lokasi tempat tinggal dari penjawab. Uang sebesar lima ribu rupiah di daerah perkotaan tentu berbeda manfaatnya dengan di daerah pedesaan, apalagi di pedalaman.

Uang lima ribu kalau di perkotaan masih bisa dipakai untuk membeli pulsa, membeli makan murah meriah di warteg, beli sayur seikat, tahu sepotong dan cabe (tapi kalau tidak ada bahan bakar untuk memasak bagaimana ya?), bisa beli beras 1 liter, betul bisa potong poni atau cabut alis di salon dekat rumah,

Tapi kalau di pedesaan, uang lima ribu dapat diperoleh dengan amat sangat sulit, mungkin seseorang harus pergi memancing ikan untuk dapat dijual, mencari kayu di hutan, mencari burung atau mengumpulkan semut merah untuk makanan burung, yang tentunya memerlukan waktu yang lama dan cukup melelahkan. Lalu dapat dimanfaatkan apa uang sebesar itu ? Lebih banyak digunakan untuk melanjutkan kehidupan mereka, seperti membeli beras, membeli bahan bakar untuk penerangan di rumah karena belum ada listrik, serta keperluan lain yang perlu dibeli untuk mata pencaharian mereka esok hari.

Ketidakmampuan bukan hanya terjadi di desa, banyak masyarakat kota yang juga berada dibawah garis kemiskinan. Yang hidup di pinggiran kali, anak-anak diminta untuk mengamen atau bahkan mengemis. Tentu uang sebesar Rp 5.000,- bisa menjadi sesuatu yang sangat dinantikan bisa berada di genggaman mereka.

Hidup mereka berjalan terus seperti itu setiap hari tanpa mereka memikirkan bagaimana mereka bersekolah, mandi dan hidup yang sehat, belum lagi kematian bayi lahir atau kematian ibu saat melahirkan dan berbagai masalah kesehatan yang lain. Menurut Laporan World Vision, hari ini 24.000 anak balita akan mati akibat penyakit yang sesungguhnya dapat dicegah seperti diare, malaria dan pneumonia. Kita sedang menghadapi bencana besar, yang lebih besar daripada bencana alam di dunia yang pernah ada.

Marilah bagi kita yang memperoleh kepercayaan dari Tuhan mempunyai rejeki sedikit lebih, buatlah hidup kita menjadi berguna buat orang lain, dengan melakukan tindakan menyisihkan sedikit uang, sebesar Rp 5.000,- setiap hari untuk membantu anak-anak Indonesia hidup lebih baik dengan cara mengikuti program Take Action, Child Health Now


Find Your Passion, Even If It’s not Yours

Sudah beberapa minggu dan bahkan dalam beberapa bulan ini, aku belajar mengenai istilah passion dan motif dalam klas Coaching untuk peningkatan bisnis di kantor aku. Kami berdiskusi berlama-lama (cukup lama) di luar jam kantor, walau masih ambil lokasi kantor. Setiap usai pembahasan masalah itu, dan sesi-sesi yang terus bergulir dengan berjalannya waktu, kadang aku menarik diriku sejenak untuk berpikir, apa sih sebenarnya passion dan motif ku dalam hidup ini.

Passion dan Motif organisasi sudah dibahas, cukup sudah bagiku, tak perlu itu mengganggu jam tidur atau jam istirahatku, dan kelas Coaching juga cukup dihadiri oleh banyak ahlinya, para manajer tingkat I dan pimpinan, serta para manajer teknis.

Pergi bekerja untuk apa, apa yang membuat aku semangat ke kantor? Ada seorang teman menerjemahkan Passion adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu tanpa henti dengan penuh antusiasme. Passion adalah energi jiwa untuk menyukai sesuatu, bisa pekerjaan, benda ataupun seseorang.

Ibaratnya berkendara dengan mobil, impian adalah kota yang ingin kita tuju. Sedangkan passion adalah mobil yang kita kendarai. Kalau kita sudah menemukan passion kita, artinya kita sudah menemukan mobil yang sesuai keinginan kita, yang nyaman kita kendarai, yang bensinnya irit, yang warna mobilnya sesuai warna favorit, dan sebagainya, yang membuat kita bersemangat untuk terus menyetir mobil itu setiap hari.

Lalu, apa yang aku rasakan sekarang ? Rasanya di saat suntuk seperti ini, ini bukan passion aku. Passion ku itu di dunia tulis menulis, menulis apa yang aku mau, menulis apa aja yang aku pikirkan dari pandangan dan pengamatanku melalui perjalanan, ataupun berada di luar sana. Lalu…mengapa aku masih duduk disini? Duduk dan berpikir dan mengerjakan sesuatu yang kulakukan hanya sebagai tugasku, but not really my passion? Mengapa muncul dalam pikiran bahwa ini bukan passion ku padahal selama ini aku menganggap bahwa passion sebagai suatu hal yang membuat aku tertantang dalam menjalankan suatu hal yang akhirnya menghasilkan semangat dalam menjalaninya dan di saat akutelah berhasil berada di suatu titik yang sebelumnya telah aku targetkan, aku menyebutnya sebagai pencapaian…nah lalu kenapa aku sekarang merasa ini bukan passion-ku dan terasa amat bete berada di titik ini.

Mencari passion adalah sebuah proses, dan rasanya menjadi terbalik arah dari yang selama ini didefinisikan banyak orang, yaitu berusaha menganggap apa yang kita lakukan adalah passion kita…hah bingung kan, jadi maksudnya gini, jauh didasar hati sana, aku lebih cinta menulis, makan, jalan, dan mengabadikan sesuatu, tapi kenyataannya saat ini, ya beginilah keadaanku, ada disini dan berusaha untuk mensyukuri serta mencari passion dari apa yang bisa kuraih…..

So, kalau bukan karena passion, kenapa aku masih berada disini bukan?