Kaji Rasa dan Bodo Amat

Aku termasuk orang yang sangat berhati-hati dalam berbicara maupun mengungkapkan perasaan, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Bapak selalu mengajarkan pada kami untuk bertenggang rasa dan tidak asal bicara. Untuk itulah Bapak sangat membatasi kami dalam bergaul. Apalagi di masa Bapak menjadi pejabat tahun 1980. Lingkungan pekerjaan Bapak disebut sebagai lingkaran ring satu dari orang nomer satu di negeri ini. Kami tidak boleh asal bicara, kalau tidak, bisa-bisa Bapak kehilangan pekerjaan.

balloon

Singkat cerita, kami menjadi orang yang sangat berhati-hati dalam berbicara, berpikir dulu baik-baik, baru bicara. KAJI RASA. Aku terutamanya. Yang akhirnya malah berakibat menjadi takut berbicara dan berpendapat. Belakangan, setelah makin dewasa (baca : tua), saat berbicara atau berpendapat, kadang ada efek tidak percaya diri, apalagi jika seseorang yang kita ajak bicara, tidak memberi respon. Itu menjadi beban pikiran yang cukup mengganggu, semua bayang “jangan-jangan” bermunculan, jangan-jangan perkataan saya salah, jangan-jangan aku menyinggung perasaannya, jangan-jangan orang itu sakit hati, jangan-jangan aku sudah lancang. Nah, nah, akibatnya jadi terbawa perasaan, baper? mungkin ya, yang pasti, jadi kepikiran.

Biasanya, kalau pada saudara atau teman dekat, yang sudah kenal baik, aku akan mengkonfirmasi, aku salah ya, kenapa ga balas chat nya, dan seterusnya. Semuanya hanya bertujuan untuk menjaga perasaan orang lain. Belajar menyampaikan pendapat, tidak semudah yang kita pikir. Padahal pendapat yang merupakan bentuk dari ungkapan pemikiran atau perasaan, harus disalurkan bukan?

Berjalan dengannya waktu, dengan kaji rasa yang kerap aku lakukan, akhirnya aku sampai pada satu titik puncak kelelahan, dan dengan sangat terpaksa mengatakan dua kata ini yaitu BODO AMAT. Punya pendapat atau mengatakan dua kata ini tak pernah aku lakukan sebelumnya, sungguh. Setiap selesai melakukan sesuatu, aku selalu melakukan kaji rasa, seperti yang aku ceritakan di awal. Berulang-ulang aku memikirkan tindakanku pada orang lain atau orang lain padaku. Walau sebenarnya hanya untuk menjaga agar tindakan atau perkataanku tidak melukai orang lain. Memikirkan atau mengkaji rasa itu ternyata membuatku lelah dan sakit lahir batin. Namun apa yang terjadi, ketika bisa melepaskan perkataan itu, walaupun hanya dalam hati aku berkata “bodo amat, aku capek” wow ternyata efeknya sangat luar biasa, jiwaku menjadi sehat dan tenang.

Betul kata pepatah, jangan semua dipikirin dan dibawa dalam perasaan, sekali-kali lepaskan saja. Jiwa ini punya batas dan perlu dijaga kesehatannya, tanpa harus mengatakan “bodo amat”

Selamat berakhir pekan…..


Suara Jelita, Kisah Inspiratif Para Jelita

Terbit buku antologiku, buku antologi ke-17 (buku ke-25) “Suara Jelita” bersama komunitas Women Script Community, di bawah bimbingan mbak Deka Amalia Ridwan?, dengan PJ Ikania Soetopo. Buku ini didukung 42 penulis yang tergabung dalam WSC, berisi 42 naskah cerita dalam 403 halaman buku berwarna orange yang cantik.
buk_jelita
Terbit setelah proses panjang selama kurang lebih satu tahun, justru bukan pada proses penyusunan naskah tapi pada tahap pencetakan bukunya. Betul-betul proses yang menguji kematangan para penulis dalam penantian.
Tulisanku yang berjudul “Aku, Kamu dan Dunia Kita” terdapat pada halaman 103, berisi tulisan mengenai pasangan yang memasuki apa yang disebut Empty Nest Syndrome, masa yang tak mungkin kita hindari tapi dapat kita sikapi dan persiapkan bersama, baik sendiri maupun bersama pasangan. Tulisan ini aku submit pada 28 November 2018.
Menjadi tua itu pasti, tapi menjadi bijak adalah pilihan. Bagaimana para jelita atau lolita menjalani lika liku kehidupan dengan aneka ragam peran, simak di buku ini ya.
Judul Buku : Suara Jelita, Kisah Inspiratit Para Jelita
Pengarang : Deka Amalia, Ikania Soetopo,dkk
Jumlah hal : 403
Penerbit     : Writerpreneur Club
No. ISBN   : 978-602-0780-801
Harga buku : Rp 99.000,-

Berawal dari Sini

Semua berawal dari sini, dari cerita masa kanak-kanak yang ayah sampaikan ketika kami melihat “bintang kejora”. Penulisan buku “Aku dan Alam Semesta” dimulai dari satu naskah cerita ini, berlanjut pada sembilan cerita lainnya. Bintang kejora yang selalu kucari di malam hari, untuk memanjatkan doa pada Sang Pencipta di masa kecil, seperti cerita ayah.

Banyak hal yang masih menjadi misteri mengenai alam semesta, bukan hanya bagi anak-anak tapi juga bagi orang dewasa.

20190917_125727IMG-20190914-WA0021“Kupandang langit penuh bintang bertaburan, tampak sebuah lebih terang cahayanya, itulah bintangku bintang kejora yang indah selalu…”

Cerita ayah dan lagu ini adalah hal yang perlu diluruskan bahwa kejora adalah sebuah planet, yang bernama planet …….

Simak cerita selengkapnya dalam “Aku dan Alam Semesta” yang terdiri dari 10 naskah cerita dan 41 gambar warna warni yang menarik. Cerita biasa yang dinarasikan dengan luar biasa.

Berminat mendapat harga pre order untuk buku ini? Japri saja ya 😉


Hadiah Buku Biografi (dari) Profesor Bambang Hidayat

Buat penulis, mendapatkan sebuah hadiah buku merupakan sebuah hadiah yang tak ternilai harganya dan membahagiakan. Apalagi langsung dari tokoh dalam buku tersebut. Wah tak terungkap senangnya. Sesuai dengan quote yang pernah aku tulis pada tahun 2017 ini,

dlarasquote2

Buku berjudul “(Profesor) Bambang Hidayat : Derap Langkah Seorang Astronom” diantar kedua penulisnya, E. Sulistialie dan Siti Fatima, pada 18 September 2019 ke kediaman Prof Bambang, tepat pada hari ulang tahun Prof Bambang yang ke-85. Dikirim langsung oleh Prof Bambang kemarin dan pada hari ini, 20 September 2019, buku tersebut sudah aku terima.

prof3cake

Senang? Iya…. senang bangeeet…. siapalah aku ini, mendapat buku dari seorang penting, seorang Guru Besar ITB bidang astronomi.

prof1

 

2019-09-21 18.18.30Matur sembah nuwun. Terima kasih Prof, selamat Hari Ulang Tahun ke-85, semoga selalu diberi kesehatan, panjang umur, selalu menginspirasi dan memberi semangat buat kami. Aamiin….

#delaras

#delarassemesta


Proses Penerbitan Buku “Aku dan Alam Semesta”

Kali ini aku akan berbagi mengenai proses penerbitan buku, yang sering dibicarakan banyak orang. Yang seolah-olah tampak muncul dengan tiba-tiba, tahu-tahu buku terbit.

Menerbitkan buku sama dengan menulis naskah, butuh waktu yang cukup. Definisi “Cukup” tentu relatif beragam, apalagi buat penulis seperti aku, penulis amatiran, yang menulis di sela waktu.

Singkat cerita, betul, aku sedang menanti terbitnya buku ke-25 ku atau tepatnya buku solo ke-8 di tahun ke-5 masuk dalam dunia penulisan. Naskah dari buku “Aku dan Alam Semesta” ini sendiri disusun sejak awal tahun 2019 dengan narasumber yang kompeten menguasai alam semesta, yaitu Prof Bambang Hidayat dari ITB.

cov1crop

Setelah melalui malam panjang dengan begadang di malam hari dan di akhir pekan, akhirnya rampunglah 10 cerita lengkap dengan ilustrasi dari Mbak Tanti Amelia pada awal bulan September 2019.

Ada kendala keterbatasan waktu bertemu, hampir sebagian besar komunikasi dilakukan melalui email dan beberapa kali tatap muka. Perbaiki, kembalikan, kirim lagi, naskah dan gambar berulang kali dikirim melalui pos dalam bentuk hardcopy, untuk memudahkan Prof Bambang mengkoreksi (sudah seperti mahasiswa memperoleh bimbingan skripsi). Baik dengan mbak Tanti yang super sibuk, maupun dengan Prof Bambang.

Prof Bambang juga sangat berbaik hati mengirimkan bahan-bahan untuk memperkaya wawasanku mengenai alam semesta. Bahan materi dari berbagai sumber, baik dalam Bahasa Inggris ataupun Bahasa Indonesia, beliau kirimkan. Bukan itu saja, Prof juga ingin memastikan bahwa tidak ada kesalahan konten bukuku. Sangat membuat terharu. Dan yang sangat membuat aku meleleh adalah kata pengantar dari beliau, yang sangat membuat aku tersanjung dan makin tunduk, ya ampun….aku bukan apa-apa (bukan siapa-siapa juga) dan karyaku ga ada apa-apanya, tapi demikianlah adanya yang beliau tuliskan, setelah aku konfirmasi, apakah ini tak terlalu berlebihan, tanyaku waktu itu.

Oh ya, awal perkenalanku dengan Prof Bambang Hidayat, dapat dibaca di sini ya, bertemu pertama pada 12 Februari 2019, setelah sebelumnya berkomunikasi melalui email pada 21 Desember 2018. Alamat email beliau, aku peroleh dari rekan blogger, seorang wartawan Tempo, bernama pak Baskoro. Setelah bertemu dengan Prof Bambang di rumahnya, barulah aku tahu kalau beliau adalah ayah dari teman satu kantor, pak Arief Arianto, yang kebetulan sedang berada dalam tim yang sama di BPPT.

Kembali soal proses penerbitan, 10 cerita dengan 41 ilustrasi dalam naskah buku ini selesai pada awal September 2019 dan karena sebelumnya telah berkomunikasi dengan pihak ITB Press, maka setelah Prof Bambang setuju, naskah segera aku kirimkan ke penerbit pada tanggal 8 September 2019.

Dan pada tanggal 17 September 2019, proses dummy selesai dan aku juga mengirimkan pada Prof Bambang, yang sangat disambut dengan sukacita, sama seperti dengan yang aku rasakan saat mengamati dan memeriksa buku dummy versi digital ini. Halaman sebanyak 70 halaman A4 telah menjadi 161 halaman kertas ukuran A5 landscape.

dum1 dum2

Selanjutnya menurut penerbit, akan masuk dalam proses proofreader, untuk memastikan tata letak, huruf dan ukurannya.

Jadi, demikian teman-teman, proses penerbitan buku tidak hanya secepat mengedipkan mata. Pembuatan naskahnya saja (untuk 10 cerita dan 41 gambar) membutuhkan waktu hampir sembilan bulan. Nah untuk menerbitkan bukunya, masih melibatkan banyak pihak, diantaranya editor dan layouter, yang waktunya tergantung antrian di penerbit. mohon bersabar ya.

Buat teman-teman sesama penulis, menerbitkan buku itu perlu kesabaran tingkat dewa (lebai ya). Apalagi jika naskah dikirim ke penerbit mayor, sudah menunggu sekian lama, belum tentu memperoleh jawaban yang memuaskan, bisa diterima dan bisa ditolak. Kalau diterima, ya akan masih harus menjalani jalan yang cukup panjang, proses editing, layout, proofread dan seterusnya. Kalau ditolak, ya jangan patah semangat, coba alternatif lain, mencari sponsor untuk menerbitkan secara indie dan lain-lain.

Pada intinya, jangan meletakkan telur (karya) dalam satu keranjang, terus berkarya, ikut di banyak komunitas menulis, supaya kreativitas terus tergali dan jangan menunggu atau berdiam diri saat naskah sudah disubmit di salah satu penerbit, mana tau karya berikutnya justru terbit lebih dahulu di penerbit yang lain.

Tetap semangat, menulis adalah keabadian….. 😉


Rindu Itu Abstrak

Berbeda pendapat, berdebat denganmu saja selalu kurindukan

“Rindu itu kata benda,” begitu katamu waktu itu.
“Bukan, rindu itu kata sifat,” sahutku.
“Bagaimana bisa?” tanyamu tak mau berhenti
“Kata dirindukan, nah itu kan kata sifat,” jawabku lagi.
“Nah kalau begitu, bisa juga jadi kata kerja dong,” katamu sambil menutup mata, seolah ikut memikirkan kata itu.
“Hm kok bisa? tadi katamu kata benda, kekeuh..,.”balasku tak mengerti.
“Nah iya, kan tadi ada kata dirindukan, berarti ada kata berawalan me-, merindukan, ya kan?” kamu membuka mata dan duduk di sebelahku dengan cepat, melihat ke arahku.
Aku terkejut. Tentu. “Apa?” tanyaku tanpa suara.
“Kita masih mau berdebat, meributkan jenis kata ini?” tanyamu sambil tertawa. Tawa yang khas.

 

rind
Rindu, apa pun itu, kata benda, kata sifat, kata kerja, kata keterangan, buatku tetap sesuatu yang abstrak, yang tak dapat kugenggam dalam hatiku. Rindu itu menguap, mengembang dan mengempis dalam ruang hati. Rindu itu tetap ada, di sini, menunggumu, yang selalu sibuk ke sana kemari. Menunggu untuk sekedar duduk bercerita, seperti dulu. Rindu yang adalah salahku sendiri karena hanya aku yang tahu. Rindu yang mungkin tak pernah kau mengerti kan? Rindu itu membuatku miris tanpa bisa menangis

 


Mulailah Dari Susunan Kata

Untuk menjadi penulis buku best seller, butuh waktu, butuh latihan, butuh banyak membaca, tapi semua itu adalah proses panjang, yang mesti dimulai dengan satu langkah kecil.

20190818_120152[1]

  • Mulailah menyusun kata dalam rangkaian kalimat, di atas secarik kertas, di dalam gawai, dalam laptop, atau di mana saja, dari hal kecil di dekat kita.
  • Mulai dengan benda yang ada di dekat kita, apa yang bisa kita ceritakan dari sebuah bolpen, buku, ruang kamar atau apa saja.
  • Atau bisa juga dengan menceritakan tentang orang yang ada di dekat kita atau kita temui di jalan. Apa yang dia lakukan, bagaimana wajahnya, apa yang sedang dipikirkannya.
  • Tuliskan itu singkat dan dalam bahasa sederhana. Lakukan sesering mungkin. Dimanapun kita berada, di dalam bis, mobil jemputan, atau saat menunggu antrian di apotik atau rumah sakit

Dia bisa, aku sedang berproses, aku yakin… kamu juga bisa 😉 Selamat menulis..