Surat Balasan yang Kami Nantikan

Menerima sebuah balasan surat tentu sangat menyenangkan hati kita bukan, karena selain kita ingin mendapatkan respon dari surat kita sebelumnya, kita juga ingin memastikan bahwa surat yang kita kirimkan tepat terkirim. Ini pula yang terjadi pada diriku belum lama ini.

Tepatnya bulan Juni 2011, aku mensponsori seorang anak dari wilayah Sambas, dibawah binaan Wahana Visi Indonesia. Beberapa bulan kemudian, aku dan anak-anak menulis surat kepada anak sponsorku yang bernama Aldo Iwan, walau kutahu dia belum dapat membaca dan menulis, namun kami sangat ingin mengenal Aldo dan keluarganya. Selain surat, kami juga mengirimkan buku untuk anak usia dini seperti mengenal huruf dan angka, alat tulis dan beberapa buah baju. Proses pengiriman surat dan barang ini memang memakan waktu cukup lama dan agak membuat kami malas sebelumnya, karena barang yang kami kirimkah harus dikirimkan terlebih dulu ke kantor WVI Pusat di Jalan Wahid Hasyim, selanjutnya mereka akan menyortir dan mengirimkan barang tersebut ke kantor WVI Sambas, baru petugas di disana akan mengirimkan kepada anak sponsor kami. Mengingat jauhnya lokasi desa temapt anak sponsor kami berada, maka diperkirakan dia baru akan menerima surat dan kiriman kami sebulan kemudian, demikian juga dengan balasan yang dikirimkan, tentu kurang lebih akan memakan waktu yang sama.

Walau sangat menantikan balasan itu, tapi kami hampir melupakannya karena sudah terlalu lama, namun betapa girangnya hati kami ketika kami menerima sepucuk surat balasan yang ditulis oleh orang tua Aldo dan foto bergambar Aldo beserta barang yang kami kirimkan. Kami sangat senang karena surat kami sudah diterima dan terlebih lagi kami senang karena mereka, Hampir menangis kami berebutan membaca surat dan melihat foto Aldo dengan kiriman kami. Kami senang melihat ia dalam keadaan sehat. Aldo dan keluarganya memberi tanggapan yang positifpada maksud baik kami.

surat dari orangtua Aldo

coretan gambar Aldo

Aldo dan kiriman kami

Semoga ini menjadi awal yang baik untuk hubungan kami, apa yang kami usahakan dapat bermanfaat buat Aldo, keluarganya dan pengembangan wilayah di tempat tinggalnya. Berharap suatu saat kami dapat bertemu dengan nya nanti.


Dilema Nada dan Tata

Kamis siang itu, aku duduk kelelahan di deretan kursi di jalur 6 Stasiun Tanah Abang. Ya betapa tidak lelah, pagi itu aku berusaha mengejar bis Feeder BSD untuk berangkat menuju kantor pusat di jalan MH Thamrin Jakarta. Beruntung aku bisa naik bis yang berangkat pukul 06.10 sehingga bisa tiba di kantor sekitar pukul 08.00 dan sempat sarapan bubur ayam langganan yang aku beli di belakang gedung sebelah kantorku.

Selesai menambah kelengkapan berkas persyaratan kenaikan pangkat beberapa karyawan (termasuk kenaikan pangkat-ku) untuk periode bulan April 2012 ini dan mengambil beberapa dokumen yang terbit, aku melanjutkan perjalananku menuju Stasiun Tanah Abang untuk menaiki kereta api menuju ke Depok Universitas Indonesia dengan tujuan mengambil legalisir ijasah Pasca Sarjana di Ruang PPMT (Pusat Pelayanan Mahasiswa Terpadu), depan Gedung Rektorat. Naik kereta api dari jalur 3 menuju Depok ini sangat nyaman sekali karena dilakukan bukan di jam sibuk, tiba disana, aku lanjutkan menaiki bus kuning (mahasiswa disana menyebutnya Bi-Kun alias bis kuning) menuju Ruang PPMT. Berada di lingkungan kampus seperti ini, membuat aku ingin berkuliah lagi. Belajar terus tanpa henti. Beruntung aku, dokumen legalisir yang telah aku proses sejak bulan Juni 2011 masih ada dan sudah siap diambil, sudah cukup lama memang, karena selain legalisir, aku juga minta menerjemahkan ijasahku kedalam bahasa Inggris. Tak lama berada disana, aku kembali lagi menempuh jalur yang sama, naik bus kuning menuju stasiun UI Depok, lanjut naik kereta menuju Tanah Abang. Sayang kali ini aku tidak mendapatkan tempat duduk, karena kereta sudah penuh oleh penumpang dari arah Bogor. Oh ya legalisir ijasah ini juga diperlukan sebagai salah satu syarat kenaikan pangkat yang disertai dengan penyesuaian ijasah S2 ku.

Tiba di stasiun Tanah Abang ini, aku menunggu waktu cukup lama untuk dapat naik kereta AC atau Commuter Line menuju Serpong. Dan di saat menunggu ini, datanglah dua anak, yang satu masih usia SD, mari kita sebut namanya Tata dan yang satu sudah cukup besar,rupanya adalah kakak dari Tata, kita sebut Nada. Penampilan kedua anak ini, cukup baik, mereka memakai baju dan sepatu yang bersih. Tata duduk tepat di sebelahku dan menebarkan senyumnya. Semula aku merasa lelah dan enggan bercakap-cakap, tapi anak ini menolehkan kepalanya dan menarik mulutnya mengajakku tersenyum beberapa kali. Mau tak mau, akhirnya aku melontarkan pertanyaan standar, ‘mau kemana ?’ dan percakapan menjadi berlanjut.

Kedua anak ini, Nada dan adiknya, Tata, berasal dari Angke dan mereka bermaksud menuju rumah ibu dan neneknya di Serpong. Nada berusia 18 tahun, tamatan SMP dan sudah memiliki anak usia dua tahun yang dititipkan di rumah mertuanya di kampung. Suami Nada adalah seorang mandor bangunan,yang baru ditangkap polisi karena kendaraan yang digunakan tidak memiliki surat-surat. Perjalanan yang akan mereka berdua lakukan ini adalah dalam rangka mengantarkan Tata kepada ibu atau nenek mereka. Selama ini Tata tinggal bersama Nada dan suaminya karena tidak diurus ibunya dan ibunya juga kerap bersikap kurang baik kepada anak-anaknya. Mereka bertujuh bersaudara, tidak ada seorangpun yang tinggal bersama ibu mereka. Yang menyedihkan dari percakapan ini, Tata yang berusia 8 tahun tidak bersekolah padahal dia bercita-cita menjadi seorang dokter.

Bagaimana ini bisa terjadi ? di jaman sekarang ini, di tengah kota, ada anak usia sekolah yang tidak bersekolah. Sementara aku sendiri selalu menggebu dengan kegiatan belajar dalam bentuk apapun. Aku bertanya mengapa ia tidak bersekolah, jawaban yang diberikan sangat beragam, semula dikatakan lokasi sekolah jauh,lalu disebutkan malas belajar dan terakhir tidak ada biaya, sementara mereka bersaudara hidup pas-pasan. Tata memang tampak tidak antusias ketika kusarankan untuk kembali bersekolah, mungkin karena sudah terlanjur senang dengan kesibukannya yang hanya main dan menonton televise sehingga ia menjadi malas berpikir dan belajar. Aku sebagai orang yang baru mengenal mereka, tentu tidak bisa langsung memaksakan keprihatinanku menjadi terwujud. Bersekolah tentu harus muncul dari dalam diri seseorang. Sementara, aku sendiri masih ingin melanjutkan pendidikan sampai S3 tapi ada orang lain yang tidak punya sarana dan prasarana untuk melanjutkan pendidikan, meski itu hanya pendidikan dasar saja. Lalu,siapa yang wajib memperhatikan masyarakat kelas bawah seperti ini, minimal wajib belajar yang dicanangkan Pemerintah ? sudahkah berjalan dengan baik program ini? Sungguh memprihatinkan, sama dengan fasilitas gedung sarana dan prasana sekolah yang ambruk di beberapa tempat,juga akses menuju sekolah yang memprihatinkan dan membahayakan pada anak-anak.

Sebelum aku turun di Stasiun Rawa Buntu, aku berpesan kepada Nada dan Tata, untuk melanjutkan sekolah lagi.Tata sempat melambaikan tangannya pada ku, aku berharap di hati kecilku, agar ia mampu meraih cita-citanya dan mendapatkan haknya untuk memperoleh pendidikan yang layak sebagai seorang anak bangsa.


Selamat Jalan Tante EM Coutrier

Pagi ini aku dikejutkan sebuah berita duka cita, yang mengabarkan bahwa ibunda tercinta dari sahabatku, Imelda Coutrier, meninggal pada hari Kamis pagi, 22 Februari 2012, pukul 00.45 WIB di rumah. Betapa tidak, karena walau sebagai orangtua, tentu punya riwayat sakit karena usia, namun tante Elizabeth Maria Coutrier, masih beraktifitas seperti biasa sampai akhir hayatnya, termasuk melaksanakan kewajibannya sebagai umat katolik yang taat, berpantang dan berpuasa di hari Rabu Abu pertama tahun ini dan juga pergi berbakti ke Gereja.

Walau tidak mengenal baik secara pribadi sosok tante EM Coutrier ini, tapi dari kehangatan senyum dan wajahnya dan kehidupan anak-anaknya, diantaranya Imelda yang kukenal, aku bisa merasakan bagaimana pribadi yang hangat dan ceria dari tante EM Coutrier. Aku pernah bertemu sekali di tahun 1987 saat ada acara syukuran di rumah Imelda dan kami, anggota Science Club SMA Tarakanita datang ke rumah Imelda dan bertemu dengan tante. Dan yang kuingat waktu itu, tante EM Coutrier membuat masakan yang enak, aku lupa nama makanannya apa, tapi yang kuingat kami makan enak disana di hari Sabtu yang siang dan panas, sepulang sekolah. Mengapa bisa kuingat hari itu adalah hari Sabtu, karena kami memakai batik dan rok bewarna krem, semoga masih ada foto kunjungan kami ke rumah Imelda itu.

Tante telah pergi meninggalkan kita semua, tanpa pernah kita seorangpun menduganya karena waktu Tuhan adalah waktu yang Tuhan tentukan, bukan waktu sesuai keinginan kita pribadi. Tante telah menyelesaikan tugasnya dengan baik di dunia ini, mengantarkan anak-anak menjadi pribadi dewasa yang matang dan mandiri, menemani om sejak awal mereka bertemu, mendampingi om berkarir dan mencapai puncak karir dan menemani om di masa pensiun beserta cucu, tante juga telah menjadi oma dari beberapa cucu dan memberi kesempatan pada mereka untuk dapat mengenal oma yang selalu tersenyum dan ceria kepada semua orang.

Kami semua, khususnya keluarga yang ditinggalkan, tentu sangat kehilangan kehadiran sosok tante EM Coutrier dalam kehidupan nyata, namun Tuhan lebih mengasihi tante dan mempunyai rencana yang indah buat tante dan keluarga. Sampai akhir hayatnya pun tante tidak ingin merepotkan orang lain, termasuk pilihannya untuk dikremasikan, walau tak ada seorang anggota keluargapun yang merasa direpotkan dengan kepergiannya karena semua orang yang mengenalnya begitu mencintainya.

Tante EM Coutrier telah pergi, tapi kenangan yang ditinggalkan begitu berkesan di hati setiap orang yang pernah bertemu dan mengenalnya. Selamat jalan tante ke rumah Bapa di surge, kiranya Tuhan juga yang akan memberikan penghiburan kepada om, anak-anak, menantu dan semua cucu.


Kerja Borongan di Akhir Minggu

Mengerjakan sesuatu dengan borongan alias jumlah banyak dalam satu waktu tentu berbeda hasilnya dengan sesuatu yang dikerjakan tiap hari, dengan rutin dilakukan. Ini ibarat seorang bergaya atlet yang berolahraga rutin setiap hari, tentu akan berbeda hasilnya dengan orang yang berolahraga hanya di hari Sabtu atau Minggu saja dari pagi sampai malam, istilahnya yang biasa digunakan adalah over-trained. Namun inilah yang terjadi padaku saat ini, kesibukan akhir-akhir ini menyita waktu dan melelahkan badan sehingga tidak ada tempo waktu untuk terbangun di malam hari dan menuliskan sesuatu yang sudah ada terkumpul dalam kepala ini.

Beberapa minggu yang lalu, tepatnya tanggal 14 Februari yang konon kabarnya dirayakan banyak orang sebagai hari Valentine – hari Kasih Sayang, anak sulungku terkapar kesakitan akibat tingginya suhu panas tubuhnya yang mencapai 40 derajat celcius dan malam itu masuk ke UGD RS Eka Hospital. Akhirnya si sulungpun mesti dirawat selama 4 (empat) malam di rumah sakit. Selanjutnya, disambung dengan si tengah yang juga mencapai suhu tinggi, untung cepat ditangani sehingga dapat dirawat di rumah saja.


Hal yang lain adalah urusan kenaikan pangkat karyawan, yang mestinya dapat dikerjakan dengan cepat, namun karena menyangkut pengisian DP3 , dimana selain atasan melakukan penilaian, juga atasan penilai dan karyawan yang dinilai ikut membubuhkan tandatangan disana. Bukan hal yang sulit sesungguhnya, tapi mesti mondar mandir mengantarkan dan meminta tandatangan. Ditambah lagi seorang karyawan akan naik ke golongan IV/d, yang mana berkas persyaratan kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya juga menjadi lebih banyak karena akan diajukan ke Presiden.

Yah itulah sebagian dari pekerjaan rutin, selain mengurus pekerjaan dan juga mengurus anak serta pekerjaan rumah yang lain. Jadi dimana porsi waktu untuk menulisku ? kali ini kutempatkan di bagian akhir minggu, walau dalam minggu ini sudah ada 2-3 tawaran untuk menulis yang sayang untuk dilewatkan. Jadi ibarat atlet yang over-trained tadi, mampukah aku mengerjakan 3-4 tulisan di siang ini, yang kebetulan saja jam kebaktian kutukar menjadi sore hari karena suami kurang enak badan pagi ini. Yuk kita mulai…..walau aku tahu, apapun itu akan lebih baik hasilnya jika tidak menumpuk pekerjaan di satu waktu saja dan tentu saja tulisan walau tetap terdokumentasi teteap terasa kurang up to date …. 🙂

Sumber gambar : Pribadi n Ms Google


Renungan dari Stasiun Palmerah

Senja mulai menjelang, gerimis juga ikut berkejaran jatuh di bumi, di tepian rel kereta stasiun Palmerah, beberapa anak usia dibawah 10 tahun ikut beradu cepat dengan penumpang kereta yang mulai memadati peron, wajah mereka hampir sama, dan juga postur tubuhnya, kecil hitam dan berambut hitam kecoklatan, semuanya sama menenteng sebuah plastik kecil, ada yang berlari dengan menggunakan sandal, ada yang melenggang dengan bertelanjang kaki…ntah apa yang mereka lakukan sesungguhnya sampai seorang dari mereka datang menghampiri aku sambil berkata, ‘semir sepatunya bu ?”

Duh mengharukan sekali….aku memang bukan baru kali ini melihat anak-anak kecil bekerja karena tuntutan ekonomi atau kebutuhan keluarga, tapi setelah melihat mereka dari dekat, aku merasakan sesuatu yang lain. mereka masih kanak-kanak, lihat bagaimana mereka bersenda gurau dengan temannya sesama anak, sesama penyemir sepatu, paling tidak seandainya mereka tidak sedang berada di rumah, tentu semestinya mereka sedang bermain diluar sana, ntah bersepeda, ntah bermain di lapangan bola.

Hidup memang keras di ibukota ini, hak anak pun dirampas dari mereka, lalu siapakah yang mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak mereka ? orangtua nya kah ? Pemerintah yang sibuk mempermasalahkan uang rakyat yang telah menguap triliunan rupiah ntah kemana, dengan berbagai kasus yang ada ? atau siapa yang mesti bertanggungjawab ? Anak-anak ini berada tidak jauh dari Gedung Parlemen dimana ratusan wakil yang mengatasnamakan wakil rakyat berada, namun yang menjadi masalah, para anggota dewan yang mulia tidak pernah duduk di peron menunggu kereta dan mengamati wajah ceria yang tak kenal lelah menawarkan jasanya ini.

Mari kita renungkan sejenak kehidupan yang mestinya menjadi hak anak-anak ini dan lakukanlah sesuatu buat mereka. Perjalanan masih panjang, harapan juga masih ada buat mereka dan buat kita.


Membangun Sistem Manajemen Karir berbasis Kompetensi

Hari ini, Jumat, 10 Februari 2011, aku, sebagai karyawan yang berkecimpung mengurusi segala sesuatu yang berkaitan dengan karyawan, ditugaskan ( = diberi kesempatan) oleh pimpinan untuk menghadiri pertemuan rutin yang diselenggarakan oleh HRD Club Indonesia di JDC Slipi, Jakarta Barat.

Dengan mengangkat tema Competency Based Career Management System, yang disampaikan oleh Egiest Alnairi Siregar, pertemuan ini dihadiri oleh 168 orang insan HRD. Ini kali pertama aku hadir di pertemuan yang diselenggarakan secara rutin oleh HRD Club, setiap dua bulan sekali.

HRD Club Indonesia adalah sebuah perkumpulan yang diasuh oleh PQM Consultant yang bersifat non profit bagi para manajer/praktisi dalambidang sumber daya manusia untuk saling belajar dan berbagai pengetahuan serta pengalaman. Pertemuan pertamanya diselenggarakan pada tanggal 28 Januari 1992, yang selain berisi ceramah, juga menetapkan nama HRD Club Indonesia menjadi sebuah organisasi.

Pembicara hari ini, adalah seorang HRD Manager dari PT Indo Tambangraya Megah, Tbk, member dari Banpu Group – energy and coal mining industry. Beliau membagikan pengalamannya sebagai seorang manager HRD bagaimana mengembangkan sistem manajemen karir dengan berdasarkan kompetensi, yang dimulai sejak tahun 2009. Ada 4 (empat) komponen penting yang harus dimiliki organisasi jika ingin membangun sebuah sistem manajemen karir yang berbasis kompetensi, yaitu Success Profile (Competency, Knowledge, Job Exposure, Personality/Character), Career Path (roadmap of career movement), Individual Development Plan (IDP) Mechanism dan Policy serta Procedure.

Sharing pengalaman sepanjang 1.5 jam ini juga diselilingi tanya jawab. Dan setelah coffee break selama 30 menit dengan ramah tamah sesama insan HRD, pertemuan dilanjutkan dengan HRD Clinic yang dipandu oleh Ibu Sri Razziaty Ischaya, seorang Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial,yang membahas masalah hubungan industrial dalam organisasi.

Sumber : Bahan dari HRD Club Indonesia


Nikmatnya Blueberry Chizz

Hari ini adalah hari ulang tahun suamiku yang ke – …. (yang berbeda 7 tahun dari aku, nah itung sendiri ya). Sejak kecil aku memang tidak dibiasakan orangtuaku untuk mengadakan syukuran (baca : pesta) yang berlebihan dalam merayakan hari ulang tahun, selain karena kondisi keuangan, juga karena tidak diperlukan rasanya melakukan keriaan yang terlalu berlebihan. Namun, kuingat ibu selalu menjadikan hari ulang tahun sebagai sesuatu yang spesial buat kami dengan nasi kuningnya. Ini pun yang sebenarnya ingin kulakukan di hari ini, tapi hari ini jatuh di tengah minggu dan biasanya kesibukan membuat nasi kuning dan pernik-perniknya dilakukan di akhir minggu, yaitu hari Sabtu atau Minggu. Niatku, hari Sabtu saja kita rayakan ultah papa, kataku kepada si sulung, tapi anakku tetap memaksa, ga apalah ma, sekarang saja kita bikin. Anakku yang kebetulan sedang libur sekolah karena rapat guru menyanggupi untuk memesan kue ulang tahun suamiku.

Jadilah, kami merayakan ulang tahun suami-ku berlima saja (karena ibu sudah tidur) tanpa nasi kuning komplit dengan sederhana dan penuh rasa syukur, diawali dengan berdoa untuk mensyukuri pemeliharaan Tuhan pada suami dan papa dari ketiga anakku, serta memohon pimpinan NYA di sepanjang hidup suamiku dan merayakan syukuran sederhana ini sambil menikmati makanan pesanan kami dan nikmatnya lumeran lapisan cake blueberry cheesecake dari chizz …. terimakasih Tuhan sudah memimpin hidupnya hari lepas sehari dengan sempurna… 🙂

Foto menyusul ya


Reuni Akbar AIS 28 : Together Forever, Whenever, Wherever

Reuni menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti pertemuan kembali. Sedangkan arti reuni menurut Kamus Bahasa Inggris berasal dari kata re-unity yang artinya bersatu kembali. Reuni yang aku hadiri kali ini, bukan reuni pertama ku dengan teman-teman AIS Angkatan 28, tapi reuni selalu menggetarkan jiwa, bukan karena adanya cinta lama balik kembali atau CLBK, maklum di jaman itu aku tidak tertarik dengan teman se-angkatan -whahahaha sambil tepok jidat 😀 tapi lebih dikarenakan rasa rindu untuk bertemu dengan teman-teman yang terutama tidak hadir pada reuni sebelumnya.

Di angkatan 28 sendiri, ini adalah reuni atau pertemuan ku yang ke-3 dengan teman-teman, yang pertama tahun 2009 di Bandung, kedua tahun 2010 di Yogya dan kali ini di Malang, Jawa Timur, karena sudah direncanakan lebih matang sebelumnya, maka jumlah kehadiran cukup banyak tercapai, yaitu sebanyak 41 orang hadir dalam pertemuan kali ini di Vila Panderman, Batu Malang, Jawa Timur.

Aku sendiri, setelah acara dinyatakan fix dan pasti, aku mulai memesan tiket, tentunya setelah memperoleh ijin dari suami dan anak-anak, walau cukup melelahkan, acara yang mestinya aku hadiri 2 malam itu hanya kujalani 1 malam saja, demi membagi waktu dengan keluarga dan teman-teman. Kalau ditanyakan apakah cukup waktu yang hanya 1 malam itu saja, ya tentu tidak, karena padatnya acara dan lamanya perjalanan akibat kemacetan lalu lintas di jalur Batu Malang (ternyata).

Aku berangkat hari Sabtu pagi, 21 Januari 2012 menuju Bandara Soetta, dan disana bertemu dengan 4 orang temanku, kebetulan kami menaiki pesawat dari maskapai yang sama.

Tiba di Malang, kami sempat terlantar dan kelaparan karena sibuknya panitia menjemput rekan-rekan yang lain, tapi itu terbayarkan lho dengan traktiran semangkuk bakso di Kedai Wong Solo…..terimakasih ya Gus Gordon 🙂

Perjalanan dilanjutkan menuju Vila Panderman di Batu, yang ternyata amat sangat padat merayap, karena libur akhir pekan dan adanya beberpa obyek wisata baru disana. Tak lama setelah kami beristirahat, acara dilanjutkan di ruang pertemuan Hotel di Batu, yang sesungguhnya ini merupakan awal acara inti kami yaitu Laporan Pertanggungjawaban Keuangan, Pemilihan Ketua Angkatan secara aklamasi (dan sedikit paksaan), yang kemudian dilanjutkan dengan pembagian ijasah kelulusan kami, pembagian door prize serta acara hiburan dari kita untuk kita, yang dilanjutkan dengan foto bersama.

Selanjutnya acara lepas kangen kami lanjutkan di Vila Panderman.

Keesokan harinya, acara pagi diawali dengan senam pagi dan poco-poco bersama instruktur senam

Setelah sarapan pagi dengan menu Nasi Pecel komplit, kami yang harus kembali ke Jakarta, memisahkan diri dari rombongan. Rombongan akan melanjutkan kegiatan dengan mengunjungi beberapa tempat wisata seperti Kebun Apel dan Air Terjun. Sementara kami yang harus pulang, mampir untuk membeli oleh-oleh seperti Keripik Tempe khas Malang dan Keripik Aneka Buah, dan tak melewatkan untuk mampir ke Batik khas Batu Malang di Batik Olive, yang akan kuceritakan kemudian

Reuni….selalu menyisakan kenangan dan selalu terselip rasa syukur dapat bertemu dengan teman-teman, saling berbagi cerita, berbagi kabar dan mengurai kenangan di masa kuliah dulu. Di angkatan kami, tidak kurang dari 10 orang telah kembali ke pangkuan Sang Pencipta, beberapa dari kami juga sudah memasuki masa pensiun, aku selalu berharap tali silaturahmi ini terus terjaga, kami semua bisa terus terikat dalam pertemanan, saling bantu membantu dalam suka dan duka.

Akhir kata, aku seperti teman-teman yang lain, mengucapkan terimakasih untuk teman-teman panitia yang telah menyelenggarakan kegiatan ini, baik untuk Panitia di Jawa Timur maupun Panitia di Jakarta, teman-teman yang sudah menyediakan waktunya untuk hadirdan juga buat teman-teman yang belum bisa hadir karena sesuatu dan lain, atas dukungan dan doanya sehingga acara berlangsung dengan baik.

Mari kita doakan untuk Reuni Perak Tahun 2014, kiranya kita semua diberi kesehatan dan kesempatan untuk hadir disana, sesuai semboyan kita

Together Forever Whenever Wherever

Foto-foto reuni AIS Angkatan 28 Tahun 2012 ini dapat dilihat di Facebook dengan meng-klik link berikut ini